Jumat, 27 Februari 2015

Sejarah Penetapan Tahun Hijriyah dan Keutamaan Bulan Muharram





Sejarah Penetapan Tahun Hijriyah dan Keutamaan Bulan Muharram


Kalender Hijriyah atau التقويم الهجري at-taqwim al-hijri adalah kalender yang digunakan oleh umat islam, termasuk dalam menentukan tanggal atau bulan yang berkaitan dengan ibadah, atau hari-hari penting lainnya. Kalender ini dinamakan kalender Hijriyah, karena merunut pada sejarah dimana pada tahun pertama kalender ini adalah tahun terjadinya peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad Saw dari Makkah ke Madinah, yakni pada tahun 622M. Di beberapa negara yang berpenduduk mayoritas Islam, Kalender Hijriyah juga digunakan sebagai sistem penanggalan sehari-hari. Kalender Islam menggunakan peredaran bulan sebagai acuannya, berbeda dengan kalender biasa (kalender Masehi) yang menggunakan peredaran Matahari.

Penentuan dimulainya sebuah hari dan tanggal pada Kalender Hijriyah berbeda dengan kalender Masehi. Pada sistem kalender Masehi, sebuah hari dan tanggal dimulai pada pukul 00.00 dini hari waktu setempat. Namun pada sistem Kalender Hijriah, sebuah hari dan tanggal dimulai ketika terbenamnya matahari di tempat tersebut.
Kalender Hijriyah dibangun berdasarkan rata-rata siklus sinodik bulan dan kalender lunar (qomariyah), memiliki 12 bulan dalam setahun. Dengan menggunakan siklus sinodik bulan, bilangan hari dalam satu tahunnya adalah (12 x 29,53059 hari = 354,36708 hari).Hal inilah yang menjelaskan 1 tahun Kalender Hijriah lebih pendek sekitar 11 hari dibanding dengan 1 tahun Kalender Masehi.


Penetapan kalender Hijriyah dilakukan pada zaman Khalifah Umar bin Khatab, yang menetapkan peristiwa hijrahnya Rasulullah saw dari Mekah ke Madinah. Kalender Hijriyah yang terdiri dari 12 bulan memiliki jumlah hari berkisar 29-30 hari. Penetapan 12 bulan ini sebagaimana yang telah Allah Swt firmankan dalam Al-Qur’an:

إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِينَ كَافَّةً كَمَا يُقَاتِلُونَكُمْ كَافَّةً وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ

Artinya :

Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah ialah dua belas bulan dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, diantaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertaqwa. [QS At-Taubah : 36]


Hadits, “…dalam setahun ada dua belas bulan…,”

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَبْدِ الْوَهَّابِ حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ زَيْدٍ عَنْ أَيُّوبَ عَنْ مُحَمَّدٍ عَنْ ابْنِ أَبِي بَكْرَةَ عَنْ أَبِي بَكْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ الزَّمَانَ قَدْ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ اللَّهُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ثَلَاثٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ وَرَجَبُ مُضَرَ الَّذِي بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ

Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullaah bin ‘Abdul Wahhaab, telah menceritakan kepada kami Hammaad bin Zaid, dari Ayyuub, dari Muhammad, dari Ibnu Abi Bakrah, dari Abu Bakrah -radhiyallahu ‘anhu-, dari Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda, “Sesungguhnya zaman telah berputar sebagaimana keadaannya pada hari Allah menciptakan langit dan bumi, dalam setahun ada dua belas bulan, darinya ada empat bulan haram, tiga diantaranya adalah Dzulqa’dah, Dzulhijjah dan Muharram, sedangkan Rajab adalah bulan Mudhar yang terdapat diantara Jumadaats Tsaniy dan Sya’baan.”[Shahiih Al-Bukhaariy no. 4662; Shahiih Muslim no. 1681 dengan matan yang lebih panjang]


Penentuan kapan dimulainya tahun 1 Hijriah dilakukan 6 tahun setelah wafatnya Nabi Muhammad Saw. Namun, sistem yang mendasari Kalender Hijriah telah ada sejak zaman pra-Islam, dan sistem ini direvisi pada tahun ke-9 periode Madinah.

Sebelumnya, orang Arab pra-kerasulan Rasulullah Muhammad SAW telah menggunakan bulan-bulan dalam kalender hijriyah ini. Hanya saja mereka tidak menetapkan ini tahun berapa, tetapi tahun apa. Misalnya saja kita mengetahui bahwa kelahiran Rasulullah SAW adalah pada tahun gajah. Abu Musa Al-Asyári sebagai salah satu gubernur pada zaman Khalifah Umar r.a. menulis surat kepada Amirul Mukminin yang isinya menanyakan surat-surat dari khalifah yang tidak ada tahunnya, hanya tanggal dan bulan saja, sehingga membingungkan. Khalifah Umar lalu mengumpulkan beberapa sahabat senior waktu itu.

Mereka adalah Utsman bin Affan r.a., Ali bin Abi Thalib r.a., Abdurrahman bin Auf r.a., Sa’ad bin Abi Waqqas r.a., Zubair bin Awwam r.a., dan Thalhan bin Ubaidillah r.a. Mereka bermusyawarah mengenai kalender Islam. Ada yang mengusulkan berdasarkan milad Rasulullah saw. Ada juga yang mengusulkan berdasarkan pengangkatan nabi Muhammad saw menjadi Rasul. Dan yang diterima adalah usul dari Ali bin Abi Thalib r.a. yaitu berdasarkan momentum hijrah Rasulullah SAW dari Makkah ke Yatstrib (Madinah). Maka semuanya setuju dengan usulan Ali r.a. dan ditetapkan bahwa tahun pertama dalam kalender Islam adalah pada masa hijrahnya Rasulullah saw. Sedangkan nama-nama bulan dalam kalender hijriyah ini diambil dari nama-nama bulan yang telah ada dan berlaku pada masa itu di wilayah Arab.

Berikut nama-nama bulan dalam kalender hijriyah:

1. Muharrom (محرم الحرام)

Ini adalah bulan pertama dalam kelender Islam, dan Muharram termasuk dalam bulan-bulan suci. Dinamakan Muharram karena orang Arab mengharamkan berperang di bulan ini.


2. Shofar/Shafar (ﺻﻔﺮ)

Dinamakan dengan Shofar karena perkampungan Arab Shifr (kosng) dari penduduk, karena mereka keluar untuk perang. Ada yang mengatakan bahwa dinamakan dengan Shofar karena dulunya bangsa Arab memerangi berbagai kabilah sehingga kabilah yang mereka perangi menjadi Shifr (kosong) dari harta benda.


3. Robi’ul Awwal (ﺭﺑﻴﻊ ﺍﻷﻭﻝ)

Dinamakan demikian karena saat penamaan bulan ini bertepatan dengan musim semi.


4. Robi’uts Tsani/Akhir (ﺭﺑﻴﻊ ﺍﻷﺧﻴﺮ / ﺭﺑﻴﻊ ﺍﻟﺜﺎﻧﻲ)

Dinamakan demikian karena bangsa Arab saat itu menggembalakan hewan ternak mereka pada rerumputan. Dan ada yang mengatakan bahwa dinamakan demikian karena bulan ini bertepatan dengan musim semi.


5. Jumadil Ula (جمادى الأولى)

Sebelum masa Islam dinamakan jumadi khomsah. Dinamakan Jumada karena saat penamaan bulan ini jatuh pada musim dingin, dimana air jumud (membeku)


6. Jumadil Akhiroh/Tsaniyah (جمادى الآخرة / ﺟﻤاﺪى ﺍﻟﺜﺎﻧﻲة)

Sebelum masa Islam dinamakan jumadi sittah. Dinamakan demikian karena saat penamaan bulan ini jatuh pada musim dingin juga


7. Rojab (ﺭﺟﺐ)

Rajab termasuk dalam bulan-bulan suci. Dinamakan bulan Rojab karena bangsa Arab melepaskan tombak dari besi tajamnya untuk menahan diri dari peperangan. Dikatakan: Rojab adalah menahan diri dari peperangan.


8. Sya’ban (ﺷﻌﺒاﻦ)

Dinamakan demikian karena bangsa Arab saat itu berpencar ke berbagai tempat untuk mencari air.


9. Romadhon (ﺭﻣﻀاﻦ)

Ini adalah bulan puasa bagi umat Islam. Dinamakan demikian karena panas ramdh mencapai puncaknya dan saat penamaan jatuh pada musim panas.Dimana periode ini disebut panas yang parah.


10. Syawwal (ﺷﻮﺍﻝ)

Di bulan inilah saat Idul Fitri. Dinamakan demikian karena saat itu unta betina kekurangan air susu.


11. Dzulqo’dah (ﺫﻭ ﺍﻟﻘﻌﺪة)

Bulan ini termasuk dalam bulan-bulan suci. Dinamakan demikian karena bangsa Arab duduk dan tidak berangkat untuk perang, karena bulan ini termasuk bulan haram yang tidak boleh perang.


12. Dzulhijjah (ﺫﻭ ﺍﻟﺤﺠة)

Di dalamnya terdapat musim haji dan Idul Adha. Bulan ini termasuk dalam bulan-bulan suci. Dinamakan demikian karena bangsa Arab melaksanakan ibadah haji di bulan ini.



Adapun bulan Muharram merupakan tahun pertama dalam kalender hijriyah, yang merupakan salah satu dari 4 bulan suci dalam penanggalan hijriyah sebagaimana yang telah di firmankan Allah dalam ayat Al-Qura’an yang telah disampaikan sebelumnya. Terdapat beberapa peristiwa penting didalamnya serta amalan yang sangat besar fadilahnya, berikut beberapa peristiwa penting di bulan muharam:


Peristiwa penting pada bulan muharram tepatnya 10 muharram (Asyura) :

  1. Nabi Adam bertaubat kepada Allah Swt
  2. Nabi Idris dianggkat Allah Swt ke Langit
  3. Nabi Nuh keluar dengan selamat dari perahunya sesudah bumi ditenggelamkan Allah Swt selama 6 bulan
  4. Nabi Ibrahim diselamatkan Allah Swt dari api pada peristiwa pembakaran yang dilakukan oleh raja Namrud
  5. Allah menurunkan kitab taurat kepada Nabi Musa As
  6. Nabi Yusuf dibebaskan dari penjara
  7. Dipulihkannya kembali penglihatan Nabi Ya’kub oleh Allah Swt
  8. Di pulihkannya Nabi Ayub oleh Allah Swt dari penyakit kulit yang dideritanya
  9. Nabi Yunus keluar dengan selamat setelah 40 hari 40 malam berada diperut ikan paus Terselamatkannya Nabi Musa As dan pengikutnya dari kerajaan Firaun dan bala tentaranya dengan terbelahnnya laut merah
Amalan dibulan Muharram (9 dan 10 muharram ; Tasu’a dan Asura)

Hadits, “Puasa yang paling utama setelah puasa Ramadhan adalah…,”

حَدَّثَنِي قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا أَبُو عَوَانَةَ عَنْ أَبِي بِشْرٍ عَنْ حُمَيْدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْحِمْيَرِيِّ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ وَأَفْضَلُ الصَّلَاةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلَاةُ اللَّيْلِ

Telah menceritakan kepadaku Qutaibah bin Sa’iid, telah menceritakan kepada kami Abu ‘Awaanah, dari Abu Bisyr, dari Humaid bin ‘Abdirrahman Al-Himyariy, dari Abu Hurairah -radhiyallahu ‘anhu-, ia berkata, Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Puasa yang paling utama setelah puasa Ramadhan adalah puasa di bulan Allah yaitu bulan Muharram, dan shalat yang paling utama setelah shalat fardhu adalah shalat malam."[Shahiih Muslim no. 1165; Sunan Abu Daawud no. 2429; Jaami’ At-Tirmidziy no. 438]


Hadits, “…hendaklah ia berpuasa karena hari ini adalah hari ‘Asyura’,”

حَدَّثَنَا الْمَكِّيُّ بْنُ إِبْرَاهِيمَ حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ أَبِي عُبَيْدٍ عَنْ سَلَمَةَ بْنِ الْأَكْوَعِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ أَمَرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلًا مِنْ أَسْلَمَ أَنْ أَذِّنْ فِي النَّاسِ أَنَّ مَنْ كَانَ أَكَلَ فَلْيَصُمْ بَقِيَّةَ يَوْمِهِ وَمَنْ لَمْ يَكُنْ أَكَلَ فَلْيَصُمْ فَإِنَّ الْيَوْمَ يَوْمُ عَاشُورَاءَ

Telah menceritakan kepada kami Al-Makkiy bin Ibraahiim, telah menceritakan kepada kami Yaziid bin Abi ‘Ubaid, dari Salamah bin Al-Akwa’ radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam memerintahkan seorang laki-laki dari suku Aslam untuk menyerukan kepada manusia bahwa barangsiapa sudah memakan sesuatu maka hendaklah mengganti puasanya di hari yang lain, dan barangsiapa yang belum memakan sesuatu maka hendaklah ia berpuasa karena hari ini adalah hari ‘Asyura’.”[Shahiih Al-Bukhaariy no. 2007; Shahiih Muslim no. 1138 dengan sedikit perbedaan lafazh]


Hadits, “Manusia melaksanakan puasa hari ‘Asyura’ sebelum diwajibkan puasa Ramadhan…,”

حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ بُكَيْرٍ حَدَّثَنَا اللَّيْثُ عَنْ عُقَيْلٍ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ عُرْوَةَ عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا ح و حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ مُقَاتِلٍ قَالَ أَخْبَرَنِي عَبْدُ اللَّهِ هُوَ ابْنُ الْمُبَارَكِ قَالَ أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ أَبِي حَفْصَةَ عَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ عُرْوَةَ عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ كَانُوا يَصُومُونَ عَاشُورَاءَ قَبْلَ أَنْ يُفْرَضَ رَمَضَانُ وَكَانَ يَوْمًا تُسْتَرُ فِيهِ الْكَعْبَةُ فَلَمَّا فَرَضَ اللَّهُ رَمَضَانَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ شَاءَ أَنْ يَصُومَهُ فَلْيَصُمْهُ وَمَنْ شَاءَ أَنْ يَتْرُكَهُ فَلْيَتْرُكْهُ

Telah menceritakan kepada kami Yahyaa bin Bukair, telah menceritakan kepada kami Al-Laits, dari ‘Uqail, dari Ibnu Syihaab, dari ‘Urwah, dari ‘Aaisyah radhiyallahu ‘anha, (dalam jalur sanad yang lain) telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Muqaatil, ia berkata, telah mengkhabarkan kepadaku ‘Abdullaah, dia adalah Ibnul Mubaarak, ia berkata, telah mengkhabarkan kepada kami Muhammad bin Abu Hafshah, dari Az-Zuhriy, dari ‘Urwah, dari ‘Aaisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata, “Manusia melaksanakan puasa hari ‘Asyura’ sebelum diwajibkan puasa Ramadhan dan hari itu adalah hari ditutupnya Ka’bah (dengan kiswah). Ketika Allah mewajibkan puasa Ramadhan, Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa berkehendak untuk berpuasa maka berpuasalah, dan barangsiapa berkehendak untuk meninggalkannya maka tinggalkanlah.” 
[Shahiih Al-Bukhaariy no. 1592; Musnad Ahmad no. 25536]


Hadits, “…puasa hari ‘Asyura’ menghapus dosa setahun yang lalu.”

حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ مَنْصُورٍ عَنْ مُجَاهِدٍ عَنْ حَرْمَلَةَ بْنِ إِيَاسٍ عَنْ أَبِي قَتَادَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَوْمُ يَوْمِ عَرَفَةَ يُكَفِّرُ سَنَتَيْنِ مَاضِيَةً وَمُسْتَقْبَلَةً وَصَوْمُ عَاشُورَاءَ يُكَفِّرُ سَنَةً مَاضِيَةً

Telah menceritakan kepada kami Yahyaa bin Sa’iid, telah menceritakan kepada kami Sufyaan, dari Manshuur, dari Mujaahid, dari Harmalah bin Iyaas, dari Abu Qataadah -radhiyallahu ‘anhu-, ia berkata, Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Puasa hari ‘Arafah menghapus dosa dua tahun yaitu setahun yang lalu dan setahun yang akan datang, puasa hari ‘Asyura’ menghapus dosa setahun yang lalu.”
[Musnad Ahmad no. 22028; Jaami’ At-Tirmidziy no. 752; Sunan Ibnu Maajah no. 1738]


Hadits berpuasa hari ‘Asyura’ pada hari kesepuluh

حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَارِثِ عَنْ يُونُسَ عَنْ الْحَسَنِ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ أَمَرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِصَوْمِ عَاشُورَاءَ يَوْمُ الْعَاشِرِ

Telah menceritakan kepada kami Qutaibah, telah menceritakan kepada kami ‘Abdul Waarits, dari Yuunus, dari Al-Hasan, dari Ibnu ‘Abbaas -radhiyallahu ‘anhuma-, ia berkata, “Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam memerintahkan untuk berpuasa hari ‘Asyura’ pada hari kesepuluh (dari bulan Muharram)[Jaami’ At-Tirmidziy no. 755]


Hadits berpuasa hari ‘Asyura’ pada hari kesembilan dan kesepuluh

حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ عَلِيٍّ الْحُلْوَانِيُّ حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي مَرْيَمَ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ أَيُّوبَ حَدَّثَنِي إِسْمَعِيلُ بْنُ أُمَيَّةَ أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا غَطَفَانَ بْنَ طَرِيفٍ الْمُرِّيَّ يَقُولُ سَمِعْتُ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا يَقُولُا حِينَ صَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّهُ يَوْمٌ تُعَظِّمُهُ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَإِذَا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ صُمْنَا الْيَوْمَ التَّاسِعَ قَالَ فَلَمْ يَأْتِ الْعَامُ الْمُقْبِلُ حَتَّى تُوُفِّيَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

Telah menceritakan kepada kami Al-Hasan bin ‘Aliy Al-Hulwaaniy, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abi Maryam, telah menceritakan kepada kami Yahyaa bin Ayyuub, telah menceritakan kepadaku Isma’iil bin Umayyah, bahwasanya ia mendengar Abu Gathafaan bin Thariif Al-Murriy mengatakan, aku mendengar ‘Abdullaah bin ‘Abbaas radhiyallahu ‘anhuma mengatakan, “Ketika Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam berpuasa pada hari ‘Asyura’ dan beliau memerintahkan para sahabatnya untuk berpuasa, para sahabat berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya hari itu adalah hari yang diagungkan Yahudi dan Nashrani,” maka Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Jika begitu maka tahun depan insya Allah kita akan berpuasa pada hari kesembilan. ”Ibnu ‘Abbaas berkata, “Tahun depan belumlah datang hingga Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam wafat.”[Shahiih Muslim no. 1136]


Hadits, “…kami lebih berhak kepada Muusaa daripada kalian,”

حَدَّثَنِي ابْنُ أَبِي عُمَرَ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ أَيُّوبَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدِمَ الْمَدِينَةَ فَوَجَدَ الْيَهُودَ صِيَامًا يَوْمَ عَاشُورَاءَ فَقَالَ لَهُمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا هَذَا الْيَوْمُ الَّذِي تَصُومُونَهُ فَقَالُوا هَذَا يَوْمٌ عَظِيمٌ أَنْجَى اللَّهُ فِيهِ مُوسَى وَقَوْمَهُ وَغَرَّقَ فِرْعَوْنَ وَقَوْمَهُ فَصَامَهُ مُوسَى شُكْرًا فَنَحْنُ نَصُومُهُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَنَحْنُ أَحَقُّ وَأَوْلَى بِمُوسَى مِنْكُمْ فَصَامَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ

Telah menceritakan kepadaku Ibnu Abi ‘Umar, telah menceritakan kepada kami Sufyaan, dari Ayyuub, dari ‘Abdullaah bin Sa’iid bin Jubair, dari Ayahnya, dari Ibnu ‘Abbaas radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam mendatangi Madinah, maka beliau mendapati Yahudi berpuasa pada hari ‘Asyura’, beliau bersabda kepada mereka, “Hari apakah ini yang kalian berpuasa didalamnya?” Mereka menjawab, “Hari ini adalah hari yang agung karena Allah telah menyelamatkan Muusaa dan kaumnya, dan Allah menenggelamkan Fir’aun dan kaumnya, maka Muusaa berpuasa pada hari ini sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah dan kami pun ikut berpuasa.” Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Kami lebih berhak mengikuti Muusaa dibanding kalian.” Maka berpuasalah Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam dan beliau memerintahkan para sahabatnya untuk berpuasa. [Shahiih Muslim no. 1132; Shahiih Al-Bukhaariy no. 3943 dan no. 4680 dengan sedikit perbedaan lafazh]


Hadits Rasulullah mengutamakan hari ‘Asyura’ untuk berpuasa dibanding hari-hari lain

حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ مُوسَى عَنْ ابْنِ عُيَيْنَةَ عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي يَزِيدَ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ مَا رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَحَرَّى صِيَامَ يَوْمٍ فَضَّلَهُ عَلَى غَيْرِهِ إِلَّا هَذَا الْيَوْمَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَهَذَا الشَّهْرَ يَعْنِي شَهْرَ رَمَضَانَ

Telah menceritakan kepada kami ‘Ubaidullaah bin Muusaa, dari Ibnu ‘Uyainah, dari ‘Ubaidullaah bin Abu Yaziid, dari Ibnu ‘Abbaas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, “Aku tidak pernah melihat Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam menyengaja berpuasa pada hari yang beliau utamakan diatas hari yang lainnya kecuali hari ini yaitu hari ‘Asyura’, dan bulan ini yakni bulan Ramadhan.”
[Shahiih Al-Bukhaariy no. 2006; Shahiih Muslim no. 1134]


Hadits kaum Yahudi menjadikan hari ‘Asyura’ sebagai hari ‘Ied

حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَابْنُ نُمَيْرٍ قَالَا حَدَّثَنَا أَبُو أُسَامَةَ عَنْ أَبِي عُمَيْسٍ عَنْ قَيْسِ بْنِ مُسْلِمٍ عَنْ طَارِقِ بْنِ شِهَابٍ عَنْ أَبِي مُوسَى رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ كَانَ يَوْمُ عَاشُورَاءَ يَوْمًا تُعَظِّمُهُ الْيَهُودُ وَتَتَّخِذُهُ عِيدًا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صُومُوهُ أَنْتُمْ

Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abi Syaibah dan Ibnu Numair, keduanya berkata, telah menceritakan kepada kami Abu Usaamah, dari Abu ‘Umais, dari Qais bin Muslim, dari Thaariq bin Syihaab, dari Abu Muusaa radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Hari ‘Asyura’ adalah hari yang diagungkan oleh Yahudi dan mereka menjadikannya hari raya, maka Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Puasalah kalian (pada hari itu).”
[Shahiih Muslim no. 1133; Shahiih Al-Bukhaariy no. 2005]


Hadits, “Seandainya tahun depan aku masih hidup…,”

و حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَأَبُو كُرَيْبٍ قَالَا حَدَّثَنَا وَكِيعٌ عَنْ ابْنِ أَبِي ذِئْبٍ عَنْ الْقَاسِمِ بْنِ عَبَّاسٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَيْرٍ لَعَلَّهُ قَالَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَئِنْ بَقِيتُ إِلَى قَابِلٍ لَأَصُومَنَّ التَّاسِعَ

Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abi Syaibah dan Abu Kuraib, keduanya berkata, telah menceritakan kepada kami Wakii’, dari Ibnu Abi Dzi’b, dari Al-Qaasim bin ‘Abbaas, dari ‘Abdullaah bin ‘Umair, -sepertinya dia berkata- dari ‘Abdullaah bin ‘Abbaas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Seandainya aku masih hidup hingga tahun depan, aku akan berpuasa pada hari kesembilan.”
[Shahiih Muslim no. 1137; Sunan Ibnu Maajah no. 1736; Musnad Ahmad no. 1972]

Hadits ini termasuk dalil terbesar yang menunjukkan disyariatkannya mukhalafah (berbeda) dengan ahli kitab, karena orang-orang Yahudi juga berpuasa pada tanggal 10 Muharram, Allah Ta’ala melalui lisan Rasul-Nya menurunkan syariat baru berupa berpuasa pada tanggal 9, dan syariat ini diturunkan semata-mata agar puasa kaum muslimin berbeda dengan puasa yahudi.
Adapun hadits yang memberikan pilihan untuk berpuasa sehari sebelumnya (tanggal 9) atau sehari setelahnya (tanggal 11) maka dia adalah hadits yang lemah. Sehingga puasa hanya dilakukan pada tanggal 9 dan 10.
Hadits ini juga menunjukkan bahwa syariat umat sebelum kita bisa menjadi syariat kita jika Nabi Saw menyetujuinya.
Wallahu a'lam.
(dari berbagai sumber)






Tidak ada komentar:

Posting Komentar