GAMBARAN POLA PENCITRAAN KOMUNITAS PUNK DI MASYARAKAT KOTA
PANGKALPINANG
SKRIPSI
Untuk memenuhi sebagian persyaratan
Mencapai derajat sarjana Strata-1
Jurusan Sosiologi
Dosen Pembimbing I : Dra. Aimie Sulaiman, M.A.
Dosen Pembimbing II : Drs. Amir Dedoe, M.SI.
Oleh
Yuda Saputra
NIM. 4020811020
JURUSAN SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU
POLITIK
UNIVERSITAS BANGKA BELITUNG
BANGKA
2013
PERNYATAAN KEASLIAN
SKRIPSI
Saya
yang betanda tangan di bawah ini:
Nama : Yuda
Saputra
Nomor
Induk Mahasiswa : 4020811020
Jurusan : Sosiologi
Dengan
ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan
sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis menjadi
acuan dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Jika apa yang saya
sampaikan ini tidak benar, saya bersedia menerima sanksi akademik sesuai dengan
ketentuan yang telah ditentukan.
Pangkalpinang.
04 Juni 2013
Yang
menyatakan
Yuda
Saputra
MOTTO
Sabar, adalah kekuatan yang
melebihi cakrwala
Tak berbatas hingga tak ada
bilangan yang mampu menghitungnya
Hanya satu hal yang mampu mengukur
batas kesabaran, BERPUTUS ASA
Karena sabar pada orang lain
adalah kasih sayang
Sabar pada diri sendiri adalah
harapan
Sabar pada orang yang kita cintai
adalah ibadah
Sabar pada Allah adalah TAKWA,
BERSABARLAH
“Dan sungguh akan kami berikan
cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa,
dan buah-buahan. Dan berikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar,”
(QS Al-Baqarah : 155)
“.. Bilakah datangnya pertolongan
Allah?” ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.” (QS
Al-Baqarah : 241)
Sabar dan iman bagaikan kepala
pada jasad, oleh karenanya tidak beriman seseorang yang tidak memiliki
kesabaran. Beginilah cara ku berjihad, berjihad dengan selemah-lemahnya iman,
sekerdil-kerdilnya hati. Berjihad melawan musuh terbesar dalam hidup, “diri
sendiri”. Dengan senjata iman dan benteng kesabaran.
Jalan ini selapang dadamu,
seketika menyempit saat kau berputus asa…
PERSEMBAHAN
Persembahan
karya skripsi ini kutujukan sebagai wujud rasa syukur dan terimakasihku kepada:
Allah
SWT Tuhan empunya surga dan baginda Nabi Muhammad SAW manusia terbaik di muka
bumi yg telah mengajarkan hikmah dan menunjukan jalan menuju jannah. Berkat
ridho serta pertolongan yang diberikan –Nya lah karya ini dapat diselesaikan
dengan baik.
Kedua
orang tuaku tercinta dan terkasih, ayahanda Junaidi dan emakku Ida Yati yang
dengan darah dan keringatnya menghantarkanku hingga berdiri tegak seperti saat
ini, selalu menjadi penyanggah dikala lemah, menjadi penopang dikala jatuh.
Sabar dan ikhlas mendidik, mendoakan, dan mengorbankan seluruh jiwa, daya dan
upaya untukku yang terkadang justru membalas dengan rasa kecewa kedalam hati kalian.
Keluarga
besarku tersayang, adikku Dinda Ardasa yang sering menjadi cermin dalamku
bersikap, Gede, Pak wo, Wak Eman, Bik Yani, Bik Yos, wak Ibang, wak Gadis yang
telah mendahului kami berpulang, dan seluruh keluarga besar di Jambi, Wak Jaka
dan istri, yuk Septi, dek Santa yang dengan kasih merawat dan mendukungku.
Eka
Yuliana yang sempat singgah dihati dan memberikan warna dan pelajaran didalam
hidupku, yang sempat menjadi pemacu semangat. Semoga sehat dan bahagia selalu
dimana pun berada.
Keluarga
ilegalku, TIN Skateboarding Famili, terimakasih selalu mendampingi dalam segala
kondisi dan keadaan. Jamaah usaha dakwah yang telah mengembalikanku kepada
Allah, memperkenalkanku cara memperoleh kenikmatan iman yang hakiki, dan
mengajarkanku bagaimana mengenal Allah SWT, Rasulullah SAW, Shabat Radhiyallahu
‘anhum, Tabi’In dan Tabi’ut Tabi’in serta nikmatnya mengorbankan harta, jiwa,
dan, waktu untuk kejayaan Islam. Semoga Allah istiqomahkan kita, Aamiin
Allahumma Aamiin
Seluruh
saudara dan saudariku rekan-rekan FISIP jurusan Sosiologi angkatan 2008 yang
berjuang bersama dengan kekompakan, keceriaan, dan kebersamaan yang takkan
terlupakan.
Untuk
almamaterku tercinta ,UBB . . .
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum
Wr. Wb
Puji syukur penulis panjatkan atas
kehadirat Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-Nya skripsi yang berjudul
“Gambaran Pola Pencitraan Komunitas Punk di Masyarakat Kota Pangkalpinang” ini
dapat diselesaikan dengan baik dan mencapai hasil yang maksimal. Karya ini
dibuat guna memenuhi salah satu persyaratab mencapai derajat sarjana strata 1
Jurusan Sosiologi FISIP Universitas Bangka Belitung.
Penulisan skripsi ini bermula dari
fenomena maraknya komunitas-komunitas anak muda yang bermunculan di Kota
Pangkalpinang salah satunya adalah komunitas Punk yang menjadi objek penelitin
kali ini. bagaimana proses Labeling pada komunitas Punk terjadi yang
menghasilkan citra negatif bagi komunitas Punk di masyarakat Kota
Pangkalpinang, kemudian melalui tahapan-tahapan proses labeling muncul lah
reorganisasi psikologis yang bertujuan untuk merubah stigma negatif masyarakat
terhadap komunitas Punk. Reorganisasi psikologis yang dilakukan komunitas Punk
tercermin dalam pola pencitraan yang dilakukan, upaya pencitraan kembali
dilakukan sebagai upaya perbaikan kearah yang lebih positif melalui pola
pencitraan yang dilakukan oleh komunitas untuk merubah stigma negatif
masyarakat lewat aktivitas positif yang bersentuhan langsung dengan masyarakat
dan memiliki nilai kontribusi dimasyarakat.
Penulisan karya ini tentu masih
memiliki banyak kekurangan, maka dari itu, penulis sangat mengharapkan kritikan
dan saran yang konstruktif dari pembaca demi perkembangan dan kemajuan
karya-karya lainnya dimasa yang akan datang. Pada kesempatan kali ini penulis
juga hendak mengucapkan terimakasih kepada berbagai pihak yang telah berjasa dalam
penyelesaian skripsi ini:
1. Prof. Dr. Bustami Rahman, M.Sc. selaku
rektor Universitas Bangka Belitung yang mengajarkan kami banyak hal di bidang
pengayaan akademik.
2. Dra. Aimie Sulaiman, M.A. Selaku Dekan
Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Bangka Belitung sekaligus
pembimbing 1 skripsi, atas bimbingannya yang sangat membangun terhadap
substansi skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan harapan yang
terealisasikan dengan baik, serta kesabaran dan kasih sayangnya dalam
membimbing.
3. Drs. Amir Dedoe, M.A. selaku Wakil Dekan
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik sekaligus pembimbing 2 atas tuntunan,
bantuan, serta motivasinya dalam pengerjaan skripsi ini sehingga memperoleh
hasil yang maksimal bagi penulis.
4. Sarpin, S,sos MPA. selaku Ketua Jurusan
Sosiologi atas nasehat dan dukungannya, atas perhatian dan kasih sayangnya
kepada penulis.
5. Iskandar Zulkarnain, S.IP, M.A. selaku
Sekertaris Jurusan Sosiologi dan Pembimbing akademik merangkap dewan penguji
atas petunjuk dan pengarahannya.
6. Seluruh dosen Jurusan Sosiologi FISIP,
Bapak Ibrahim, S.Fil, M.Si., Ibu Fitri. R. Harahap, S.Sos, Ibu Citra. A. Indra,S.Sos,
Ibu Jamilah, S,Sos,.M.A., Bapak Adnan A.HI,M.A/ atas ilmu-ilmu yang telah di berikan yang telah sangat
bermanfaat bagi penulis.
7. Kedua orang tua penulis ayah dan ema
atas didikan dan kasih sayangnya kepada penulis.
8. Anak-anak komunitas punk yang telah
berperan akif dalam memberikan informasi sehingga rampungnya karya skripsi ini.
9. Rekan-rekan penulis di jurusan sosiologi
FISIP UBB angkatan 2008 atas kebersamaan dan persahabatan yang ndah dimasa
kuliah.
Demikianlah kata pengantar ini
penulis sampaikan yang mengharapkan agar skripsi ini dapat memberi manfaat bagi
seluruh pembaca terutama dalam memberikan pemahaman mengenai proses-proses
lebeling dan pola pencitraan dimasyarakat.
Pangkalpinang,
04 juni 2013
Penulis
ABSTRAK
Yuda Saputra. Gambaran
Pola Pencitraan Komunitas Punk di Masyarakat Kota Pangkalpinang (di bimbing
oleh Aimie Sulaiman dan Amir Dedoe).
Penelitian ini
mendeskripsikan tentang proses Labeling pada komunitas Punk yang menghasilkan
citra negatif bagi komunitas Punk di masyarakat Kota Pangkalpinang, melalui
tahapan-tahapan proses labeling muncul lah reorganisasi psikologis yang
bertujuan untuk merubah stigma negatif masyarakat terhadap komunitas Punk.
Reorganisasi psikologis yang dilakukan dalam upaya merubah citra komunitas Punk
di masyarakat Pangkalpinang di lakukan dengan berbagai upaya yang tercermin
dari pola pencitraan komunitas Punk. Teori yang digunakan dalam mengkaji
fenomena sosial penelitian ini adalah Labeling yang menjelaskan dua macam
pendekatan teori Labeling, yaitu bagaimana dan mengapa seseorang memperoleh cap
atau label dan efek labeling terhadap penyimpangan tingkah laku berikutnya.
Serta dua konsep penting dalam teori ini yakni primary deviance yang ditujukan pada perbuatan penyimpangan tingkah
laku awal dan secondary deviance yang
berkaitan dengan reorganisasi psikologis dari pengalaman akibat penangkapan dan
proses hukum. Jenis dan pendekatan penelitian ini adalah penelitian kualitatif
dan menggunakan pendekatan fenomenologi serta menggunakan metode pengumpulan
data berupa observasi, wawancara terstruktur dan semi terstruktur dan
dokumentasi.
Berdasarkan hasil penelitian di
lapangan, proses Labeling awal terjadi dari pengamatan dan penilaian masyarakat
berdasarkan visualisasi yang di tampilkan oleh komunitas Punk, baik dari segi
penampilan maupun prilaku anggota komunitas Punk yang berada diluar sistem
sosial yang mapan. Sehingga muncul lah persepsi negatif terhadap komunitas Punk
yang di lihat sebagai Primary Deviance,
kemudian melekat dan di adopsi oleh komunitas Punk, membawa pengaruh serta
pengakuan dengan sendirinya atas label yang disematkan, merupakan Secondary deviance. Simbol-simbol yang
ditunjukan komunitas Punk dianggap berbeda dari konteks masyarakat pada umumnya
membuat masyarakat terus-menerus memperhatikan komunitas Punk, sehingga
menghasilkan label negatif dan melekat pada komunitas Punk. Efek dari pelabelan tersebut membawa
konsekuensi terhadap penyimpangan tingkah laku sesuai reaksi masyarakat.
Pelaksanaan kontrol sosial menyebabkan penyimpangan karena mendorong komunitas
Punk masuk ke dalam peran penyimpangan, menyebabkan komunitas Punk menjadi
penyimpang sekunder yang teralienasi. Upaya reorganisasi psikoligis kemudian
dilakukan oleh komunitas Punk untuk mencegah prilaku menyimpang lanjutan yang semakin
jauh, maka upaya pencitraan kembali dilakukan sebagai upaya perbaikan kearah
yang lebih positif melalui pola pencitraan yang dilakukan oleh komunitas Punk
kearah yang lebih positif untuk merubah stigma negatif masyarakat lewat
aktivitas positif yang bersentuhan langsung dengan masyarakat dan memiliki
nilai kontribusi dimasyarakat.
Kata kunci: Komunitas Punk,
Penyimpangan, Pencitraan
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL............................................................................
HALAMAN PENGESAHAN.............................................................
PERNYATAAN
KEASLIAN SKRIPSI...........................................
i
MOTTO.................................................................................................
ii
PERSEMBAHAN................................................................................
iii
KATA PENGANTAR......................................................................... iv
ABSTRAK............................................................................................ vi
DAFTAR ISI......................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR........................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................
xii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................... 1
1.1.
Latar Belakang..................................................................................
1
1.2.
Rumusan Masalah.............................................................................
9
1.3.Tujuan
Penelitian...............................................................................
9
1.4.
Manfaat Penelitian............................................................................
10
1.4.1 Teoretis..............................................................................................
10
1.4.2 Praktis................................................................................................
10
1.5. Tinjauan Pustaka..............................................................................
11
1.6. Kerangka Teoretis............................................................................
13
1.7. Alur Pikir........................................................................................
18
BAB II METODE PENELITIAN......................................................
23
2.1.
Pendekatan dan Jenis Penelitian......................................................
23
2.2.
lokasi Penelitian...............................................................................
25
2.3.
Sumber data.....................................................................................
25
2.4.
Teknik Pengumpulan Data...............................................................
27
2.4.1 Observasi................................................................................
27
2.4.2 Teknik Wawancara.................................................................
27
2.4.3 Dokumentasi..........................................................................
28
2.5.
Teknis Analisis Data........................................................................
29
2.5.1 Reduksi Data.........................................................................
29
2.5.2 Penyajian Data.......................................................................
30
2.5.3 Kesimpulan dan Verifikasi.....................................................
31
BAB III GAMBARAN UMUM OBJEK
PENELITIAN.................
33
3.1.
Sejarah Komunitas Punk di Pangkalpinang.....................................
33
3.1.1.
Sejarah Kemunculan..............................................................
33
3.1.2.
Dinamika
Komunitas Punk di Pangkalpinang.......................
36
3.1.3
Pemahaman Tentang Konsep dan Ideologi Punk................... 41
3.1.4. Jumlah Anggota.....................................................................
42
3.1.5.Wilayah Penyebaran............................................................... 43
BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISA.......................................
45
4.1.
Pola Pencitraan Komunitas Punk.....................................................
45
4.1.1. Persepsi Masyarakat..............................................................
46
4.1.2.
Pola Pencitraan Awal............................................................
56
4.1.3. Pola Pencitraan Baru.............................................................
61
4.3.
Dampak Pencitraan Terhadap Keberadaan Komunitas Punk.......... 77
4.2.1 Merubah Pandangan Masyarakat
Terhadap Komunitas Punk. 78
4.2.2. Penerimaan Terhadap Eksitensi
Komunitas Punk.................. 80
4.2.3. Dukungan Media Masa...........................................................
81
BAB V PENUTUP...............................................................................
84
5.1.
Kesimpulan......................................................................................
84
5.2.
Implikasi Teori.................................................................................
86
5.3.
Saran................................................................................................
91
Daftar
Pustaka........................................................................................
94
LAMPIRAN
DAFTAR
GAMBAR
•
Kerangka
Berpikir..............................................................................
18
DAFTAR LAMPIRAN
1.
Surat Izin Penelitian dari Pihak
Prodi Sosiologi Fisip UBB
2.
Dokumentasi aktivitas komunitas Punk
dan penelitian
3.
Reasearch question
4.
Curriculum Vitae
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Manusia memiliki naluri untuk senantiasa
berhubungan dengan sesamanya, oleh sebab itu manusia cendrung melakukan
interaksi dengan sesama, baik dalam jumlah kecil maupun dalam jumlah yang lebih
besar. Merupakan suatu hukum alam dimana manusia tidak dapat hidup sendiri dan
memerlukan manusia lain untuk saling berhubungan dan memenuhi kebutuhan satu
sama lain. Didalam hubungannya, manusia banyak berhubungan dengan
kelompok-kelompok sosial, baik kelompok kecil seperti kelompok keluarga,
ataupun kelompok-kelompok besar seperti masyarakat-masyarakat desa, masyarakat
kota, bangsa dan lain-lain.
Hampir semua manusia pada awalnya
merupakan anggota kelompok sosial yang dinamakan keluarga, setiap anggota
mempunyai pengalaman masing-masing dalam hubungannya dengan kelompok-kelompok
sosial lainnya diluar rumah. Bila mereka berkumpul terjadilah tukar-menukar
pengalaman di antara anggota keluarga, dan pada saat-saat demikian bukan hanya
pertukaran pengalaman semata yang terjadi, tetapi para anggota keluarga
tersebut mungkin telah mengalami perubahan-perubahan walaupun sama sekali tidak
disadari. Demikian pula halnya dengan masyarakat yang terdiri dari kelompok-kelompok
besar yang saling berhubungan satu sama lain, bahkan antar kelompok masyarakat
suatu Desa, Kota hingga Negara seperti yang telah di jelaskan sebelumnya, tentu
bukan hal yang mustahil akan menyebabkan perubahan-perubahan di dalam
masyarakat. Dalam individu yang sudah kompleks, individu biasanya menjadi
anggota kelompok sosial tertentu sekaligus, misalnya atas dasar seks, ras, dan
sebagainya. Akan tetapi dalam hal lainnya seperti di bidang pekerjaan, rekreasi
dan sebagainya, keanggotaan bersifat sukarela. Kelompok sosial ,merupakan
tempat dimana individu mengidentifikasikan dirinya sebagai in-groupnya, sikap-sikap in-group pada umumnya didasarkan pada faktor simpati
dan selalu mempunyai perasaan dekat dengan anggota-anggota kelompok. Sikap out-group selalu ditandai dengan suatu
kelainan yang berwujud antagonisme atau antipati, perasaan in-group dan out-group
atau perasaan dalam serta luar kelompok dapat merupakan dasar suatu sikap yang
dinamakan etnosentrisme (sikap yang
menilai unsur kebudayaan lain dengan mempergunakan ukuran-ukuran kebudayaan
sendiri).
Kelompok-kelompok sosial yang terbentuk
atas dasar kebudayaan-kebudayaan lain di suatu daerah sering kali terbentuk
karena adanya tujuan untuk menonjolkan dan mempertahankan sifat-sifat dan
eksistensi suatu kalangan tertentu di dalam masyarakat, kelompok-kelompok
sosial ini terkadang memiliki kebiasaan dan norma-norma kelompok yang
berbenturan dengan norma masyarakat suatu daerah. Sehingga terkadang sering menyebabkan
pergesekan sosial di dalam proses interaksinya dengan masyarakat, namun dengan
derasnya arus modernisasi dan perpindahan data serta informasi yang sangat
cepat sebagai ciri dari globalisasi yang sangat berpengaruh terhadap pertukaran
nilai dan budaya yang dianut oleh suatu bangsa, membuat kelompok-kelompok
sosial ini tidak hanya berada di satu wilayah tertentu, namun menyebar luas dan
diadopsi suatu masyarakat di suatu wilayah yang memiliki simpati dan kesamaan
pandangan dengan suatu kelompok sosial. Hal ini dikarnakan semakin cepatnya
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta inovasi-inovasi baru
pengelolaan informasi dan data. Selain itu pola hubungan dan peningkatan
keterkaitan serta ketergantungan antar bangsa dan interaksi manusia diseluruh
dunia melalui perdagangan, investasi, perjalanan, budaya populer membuat
batas-batas suatu negara menjadi sangat sempit merupakan bagian yang utuh dari
realitas globalisasi.
Selain itu adapula yang memandang
globalisasi sebagai suatu proses sosial,
atau proses sejarah,
serta proses alamiah yang akan membawa seluruh bangsa dan negara
di dunia makin terikat satu sama lain, mewujudkan satu tatanan kehidupan baru
dengan menyingkirkan batas-batas geografis, ekonomi dan budaya masyarakat.
Tatanan kehidupan yang baru bukan merupakan pengabaian dari hakikat kehidupan
sosial yang sudah lama terbangun, namun merupakan suatu ekspresi dari
nilai-nilai yang tercipta dari kelompok sosial atau komunitas tertentu yang
telah tersentuh oleh arus globalisasi. Komunitas sendiri merupakan kelompok
organisme (orang dan sebagainya) yang hidup dan saling berinteraksi di wilayah
tertentu, salah satunya komunitas punk.
Komunitas Punk
lebih terkenal dari hal fashion yang dikenakan dan tingkah laku yang mereka
perlihatkan. Anti
kemapanan, anti sosial,
penganut paham kebebasan kaum perusuh dan
kriminal dari kelas rendah, pemabuk berat sering dicirikan sebagai seorang
punker yang kemudian melekat dalam punk.
Lewat globalisasi dengan cepat pula
ideologi punk hadir di Indonesia, tidak terkecuali di kota Pangkalpinang yang
merupakan ibukota provinsi kepulauan Bangka Belitung dimana terdapat masyarakat
yang heterogen, datang dari berbagai daerah untuk mencari kehidupan yang lebih
baik di Pangkalpinang yang tentunya membawa berbagai kebudayaan, prilaku,
ideologi dari daerah asalnya yang membuat kehidupan masyarakatnya semakin
kompleks, juga di karenakan bersentuhan dengan globalisasi dan modernitas yang
lambat laun semakin mengikis nilai, norma, dan kultur asli masyarakat Bangka Belitung
seperti hal nya di kota-kota besar lainnya. Individualisme mulai tumbuh, nilai
religius dan kontrol sosial di masyarakat semakin melemah sehingga dengan
semakin kompleksnya masyarakat Pangkalpinang, sebagai konsekuensinya
menyebabkan munculnya kelompok- kelompok sosial yang terkadang terbentuk
berdasarkan kesamaan visi dan misi, hobi, tujuan, ideologi, keyakinan,
pemahaman dan tafsir tentang relitas sosial. Di dalam terbentuknya kelompok-kelompok
sosial pada masyarakat kota Pangkalpinang ini, ada yang bersifat positif dan
ada yang bersifat negatif, ada yang bisa di terima ada pula yang justru di
tolak dan di kucilkan, semua tergantung dari citra yang di tampilkan kelompok
tersebut di masyarakat dan bagaimana masyarakat menanggapi kehadiran suatu
kelompok sosial tersebut.
Selain punk, ada banyak kelompok sosial
yang ada di kota Pangkalpinang, beberapa di antaranya merupakan kelompok yang
memiliki anggota anak muda yang seolah sedang mencari jati dirinya, diantaranya
sebut saja komunitas penyuka kendaraan roda dua atau roda empat merek tertentu,
kelompok keagamaan, hingga kelompok yang terbentuk akibat adanya penolakan atas
ketidaklaziman seperti kelompok waria, gay, homosexsual, komunitas punk dan
lainnya. Dari beberapa kelompok yang ada di kota Pangkalpinang, komunitas punk
merupakan kelompok yang tertarik untuk diteliti, dikarenakan di dalam komunitas
punk terdapat pemuda-pemudi kota
Pangkalpinang yang bergabung masih dalam usia sekolah namun mengikuti pola
hidup komunitas punk seperti komunitas punk pada umumnya, dimana dari segi
penampilan terlihat urakan dengan gaya rambut dan busana yang sedikit extreme, banyak dari mereka yang
berkeliaran di jalanan kota Pangkalpinang secara bergerombol dan dalam jumlah
yang cukup besar lengkap dengan mengenakan atribut-atribut khas seorang punker.
Punk di kota Pangkalpinang sendiri bukan
merupakan suatu hal yang baru, karena keberadaan mereka sudah cukup lama di
kota Pangkalpinang. Kehadiran komunitas punk di kota Pangkalpinang yang
merupakan budaya asing yang lahir di
London dan kemudian lewat globalisasi di adopsi oleh para remaja di kota
Pangkalpinang cenderung berbeda karna merupakan budaya asing yang memiliki gaya
hidup yang tidak lazim dengan budaya masyarakat timur. Ketidak laziman komunitas punk
dapat terlihat dari cara berpakaian, model rambut, pola interaksi, dan idiologi
yang dianut oleh setiap anggotanya. Selain itu perbedaan yang terjadi adalah
pada pola interaksi setiap anggotanya yang terlihat cenderung kaku dan
tertutup, ini mungkin saja sebagai gambaran prilaku dan reaksi penolakan
terhadap situasi dan kondisi yang tidak sejalan dengan idiologi yang mereka
pahami. Disamping itu dari pengamatan awal yang peneliti tangkap, ekspresi yang
ditampilkan oleh komunitas ini cenderung ekstrim, hal ini dapat terlihat pada
berbagai event dan kegiatan yang dilakukan seperti konser musik independen,
recording album, dan produksi kaos
yang mengangkat tema sosial dengan ilustrasi yang frontal.
Dari awal kelahiranya, masyarakat
umumnya mengenal punk lebih dari hal fashion yang dikenakan dan tingkah
laku yang mereka perlihatkan. Seperti yang
sebelumnya telah dijelaskan, anti
kemapanan, anti sosial,
penganut paham kebebasan kaum perusuh dan
kriminal dari kelas rendah, pemabuk berat sering
dicirikan sebagai seorang “punker”.
Terlebih masyarakat sering melihat beberapa film dan permainan playstation yang
menampilkan bahwa punk lebih identik dengan tindak premanisme, penampilan yang
urakan dan keberutalan yang sengaja di
tonjolkan sebagai peran antagonis
semakin mengkontruksi pandangan negatif masyarakat akan citra komunitas punk.
Meski demikian tidak sedikit remaja di Pangkalpinang yang tertarik untuk
bergabung kedalam komunitas punk, terlebih di tengah kondisi masyarakat saat
ini yang sudah mulai mengerti dan terbiasa dengan teknologi khususnya teknologi
informatika sehingga pola pikir serta wawasan masyarakat Pangkalpinang menjadi
lebih terbuka akan dunia luar, dan berbagai kebudayaan asing dapat di lihat
dengan mudah melalui internet dan situs jejaring sosial. Sehingga dengan mudah
masyarakat dapat mencari referensi tentang punk melalui situs-situs internet
dan jejaring sosial. Meski citra yang
ditampilkan komunitas punk cenderung terkesan negatif dan urakan, namun
demikian jumlah anggota komunitas punk bisa tergolong jumlah yang banyak
dibanding dengan beberapa komunitas lain yang ada di kota Pangkalpinang. Di
samping itu beberapa aktifitas-aktifitas kerap dilakukan oleh komunitas punk
yang bersentuhan langsung dengan masyarakat umum. Seiring dengan perkembangan
waktu, komunitas punk seolah mencoba untuk mengikis citra negatif yang melekat
pada diri komunitas mereka dengan mencoba melakukan upaya-upaya pencitraan agar
image mereka berubah dan dapat
diterima di masyarakat.
Di beberapa kota misalnya, banyak komunitas punk yang
telah melakukan beberapa tindakan nyata untuk merubah image mereka dengan melakukan beberapa kegiatan yang lebih positif seperti membentuk komunitas yang selain bermusik, juga terlibat aktif dalam
gerakaan perlawanan terhadap sistem hegemoni. Mereka juga sering melakukan pengorganisiran dan bekerja
sama dengan komunitas yang lain serta melakukan perlawanan lewat graffiti,
sablon, emblem, pin, dan rumah komunitas yang selain sebagai 'home base' atau markas juga sebagai media pendidikan dan distro
yang di dalamnya
terdapat sekumpulan punker yang aktif dan produktif dalam hal produksi kaos, marchendise (pernak-pernik khas punk), dan aksesoris. Ada juga yang memiliki
pola fikir yang lebih maju dan perduli terhadap pendidikan sehingga menjadi
dosen di salah satu perguruan tinggi. Bahkan ada yang sampai menjadi bintang
tamu pada acara HUT Bhayangkara dengan tampil menghibur para polisi dan penonton yang hadir
menyaksikan penampilan mereka. Ini jelas menunjukan bahwa ada upaya- upaya yang
dilakukan komunitas punk untuk merubah citra negatif mereka dan di terima di
masyarakat.
Lantas bagaimana dengan komunitas punk
yang ada di kota Pangkalpinang, apakah ada upaya-upaya atau pola-pola yang
mereka lakukan untuk mengikis citra yang selama ini cendrung mengarah ke arah
negatif. Berdasarkan observasi awal yang peneliti lakukan terkait keberadaan
komunitas punk di masyarakat kota Pangkalpinang, didapat pandangan awal yang peneliti
tangkap tentang komunitas punk dimana masyarakat cendrung menganggap komunitas
punk sebagai komunitas yang negatif, pandangan ini muncul dari kesan awal yang
masyarakat lihat dari apa yang ditampilkan komunitas punk di masyarakat
khususnya dari penampilan para anggotanya yang dianggap urakan, nakal, mengarah
pada prilaku kriminal, pengangguran, pemabuk, dan tidak memiliki kegiatan yang
mengandung unsur positif sama sekali, ini jelas
merupakan suatu bentuk pencitraan yang ditangkap oleh masyarakat dari komunitas
punk sebagai bentuk identitas komunitas punk. Namun demikian mereka justru
mempertahankan bahkan memperkuat citra negatif atau cap yang di berikan
masyarakat dengan tetap mempertahankan penampilan mereka yang tentu akan
membentuk citra negatif di masyarakat.
Berdasarkan
realitas yang digambarkan diatas dimana keberadaan komunitas punk di kota
Pangkalpinang masih menimbulkan persepsi
negatif dikalangan masyarakat kota Pangkalpinang sehingga muncul pertanyaan
bagaimana pola pencitraan yang dilakukan komunitas punk di masyarakat kota
Pangkalpinang dari awal kehadirannya hingga saat ini untuk merubah citra
negatif dan dapat di terima masyarakat serta bagaimana masyarakat menyikapi
keberadaan komunitas ini. Kondisi inilah yang membuat peneliti tertarik untuk
melihat bagaimana pola interaksi didalam komunitas punk di Pangkalpinang,
seperti apa pola pencitraan yang dilakukan di masyarakat serta bagaimana
persepsi masyarakat dengan keberadaan komunitas punk di kota Pangkalpinang. Bagaimana dampak pencitraan tersebut terhadap keberadaan
komunitas punk di kota Pangkalpinang.
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah gambaran pola pencitraan yang dilakukan komunitas punk di
kota Pangkalpinang?
2. Bagaimanakah dampak pencitraan tersebut
terhadap keberadaan komunitas punk di masyarakat Pangkalpinang?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian merupakan hal yang
ingin diketahui atau dilihat peneliti dari permasalahan yang terjadi atau yang
diteliti, adapun tujuan penelitian yang ingin diketahui peneliti dari pola
pencitraan komunitas Punk di masyarakat kota Pangkalpinang adalah sebagai
berikut :
1. Mengidentifikasi pola pencitraan yang
dilakukan komunitas punk di masyarakat kota Pangkalpinang
2. Mengetahui dampak pencitraan tersebut
terhadap keberadaan komunitas punk di masyarakat Pangkalpinang.
1.4. Manfaat
Penelitian
1.4.1. Teoretis
·
Peneliti
Dalam
penelitian ini dapat untuk menambah ilmu maupun pengalaman empiris bagi
peneliti yang notabene sebagai anggota dalam masyarakat dimana dituntut agar
sadar dan dapat melihat dinamika didalam masyarakat terkait dengan munculnya
komunitas baru yang merupakan sub-budaya asing sebagai bagian dari masyarakat,
bagaimana komunitas ini mencitrakan diri di masyarakat Pangkalpinang, apa
pengaruhnya bagi kehidupan bermasyarakat dan bagaimana pandangan masyarakat
terkait keberadaan komunitas tersebut (punk).
1.4.2. Praktis
·
Akademik
Hasil dari penelitian diharapkan dapat menjadi referensi dan acuan atau
rujukan bagi peneliti-peneliti berikutnya yang berkaitan dengan permasalahan
komunitas maupun persepsi masyarakat tentang suatu bentuk kebudayaan dan
tatanan kehidupan baru diluar konteks kehidupan yang lebih mapan. Selain
itu hasil penelitian dapat dijadikan sebagai acuan bagi pemerintah dalam
mengatasi dan mengelola suatu perubahan prilaku didalam masyarakat untuk kemudian
memberdayakan dan memberikan ruang untuk kelompok minoritas agar dapat berkarya
dan hidup ditengah-tengah perbedaan yang ada didalam masyarakat.
1.5. Tinjauan Pustaka
Tahap tinjauan pustaka merupakan suatu
perbandingan antara penelitian sekarang dengan peneliti sebelumnya, dimana
terkait dengan objek formal maupun objek material, agar dapat menjadi referensi
bagi penelitian saat ini yang sedang dilakukan peneliti. Dalam penelitian ini
arah penelitian yaitu pola pencitraan komunitas punk di masyarakat
Pangkalpinang, bagaimana komunitas ini mencitrakan diri di masyarakat, apa saja
pola-pola dan kegiatan yang dilakukan, bagaimana masyarakat menanggapi
keberadaan suatu komunitas yang memiliki perbedaan dengan masyarakat pada
umumnya, baik dari penampilan, pola prilaku, serta orientasi hidup. Serta apa
dampak yang dihasilkan dari pola pencitraan
terhadap keberadaan komunitas di masyarakat Pangkalpinang.
Penelitian yang hampir sama membahas
tentang pencitraan komunitas di masyarakat adalah penelitian tentang “Usaha
Kaum Gay Pedesaan Dalam
Mengekspesikan Jati Dirinya”. Dimana dalam
penelitian ini membahas tentang bagaimana usaha yang dilakukan kaum gay yang
berasal dari pedesaan untuk mengekspresikan dirinya sebagai seorang gay. Dimana
banyak gay yang berasal dari pedesaan
yakni desa Karanganyar hijrah ke kota Solo tepatnya di kawasan Sri
Wedari yang merupakan salah satu kawasan homo seksual di kota Solo, para kaum
gay ini lebih nyaman untuk mengekspresikan jati dirinya sebagai seorang gay
ditempat baru diluar lingkungan tempat tinggal mereka dengan kondisi masyarakat
yang lebih heterogen, lebih terbuka, dan cendrung individualistis sehingga keberadaan mereka tidak banyak dikenal orang,
dan jati diri sebagian narasumber sebagai seorang gay dapat terjaga dan tidak
diketahui oleh keluarga mereka di desa karena sebagian dari narasumber dalam
penelitian ini mencitrakan diri sebagai seorang pria yang berwibawa, menikah
dengan seorang wanita dan menjadi penasihat dilingkungan tempat tinggalnya, ada
pula yang mengaku bahwa pasangan homonya merupakan sahabat karibnya, ada yang
bertanggung jawab terhadap kebutuhan finansial
keluarga dan menjadi tulang punggung keluarga sehingga dari hal- hal tersebut
yang mereka lakukan membuat keberadaan dan jati diri mereka seolah tertutupi
dan sebagian diterima di lingkungan keluarga dan masyarakat. Penelitian ini
diteliti oleh mahasiswa bernama Suyatmi mahasiwa Sosiologi, Fisip Universitas Sebelas Maret. Penelitian
diatas memiliki relevansi antara penelitian yang sedang peneliti kaji, dalam
penelitian ini terdapat kesamaan yakni melakukan pola pencitraan untuk merubah
mindset masyarakat terhadap komunitas mereka sehingga berimpplikasi pada
penerimaan masyarakat.
Selanjutnya penelitian yang hampir sama
dengan penelitian yang sedang dikaji yakni dalam buku Kriminologi, penelitian
yang berjudul “Persepsi Masyarakat
Tentang Polri (Suatu Kajian Kriminologis)”. Dalam penelitian ini membahas
tentang kesan atau citra masyarakat terhadap kepolisian yang belum membaik,
baik di negara maju maupun negara berkembang. Dimana pihak kepolisian terus
berupaya memperbaiki citra baiknya dimasyarakat yang dianggap kurang adil dalam
menerapkam hukum ditambah dengan adanya prilaku-prilaku buruk dari oknum
kepolisian membuat proses interaksi dan citra kepolisian dimata masyarakat
menjadi negatif. Disamping itu, pelanggaran-pelanggaran serta kelalaian angota
kepolisian dalam menegakan hukum menghasilkan cap negatif, sehingga terjadi
proses labeling atau stigma terhadap Polri yang mempengaruhi kinerja Polri itu
sendiri yang kemudian menghasilkan pencitraan-pencitraan untuk merubah citra
Polri.
1.6.
Kerangka Teoretis
Dalam suatu penelitian, kerangka teori
merupakan landasan berfikir untuk membahas suatu masalah. Perlu disusun
kerangkan teori yang memuat pokok-pokok pikiran dalam membahas atau mengkaji
permasalahan yang dibahas. Terkait dengan penelitian yang akan dilakukan, teori
yang digunakan harus relevan dengan permasalahan yang akan dibahas. Adapun
teori yang dianggap relevan mengenai penelitian ini adalah teori Labelling dari Erving Goffman. Teori labeling, dimana dalam
teori ini menyatakan bahwa bagaimana pelabelan didapatkan.
Ada dua macam pendekatan teori labeling, yaitu :
1. Persoalan tentang bagaimana dan mengapa
seseorang memperoleh cap atau label. Persoalan labeling ini, memperlakukan labeling sebagai dependent variable
atau variable tidak bebas dan keberadaannya memerlukan penjelasan. Labeling dalam arti ini adalah sebagai
akibat dari reaksi masyarakat. (Atmasamita Romli, 1992 : 38)
2. Efek labeling terhadap penyimpangan
tingkah laku berikutnya, persoalan labeling kedua adalah bagaimana labeling mempengaruhi seseorang yang
terkena label atau cap. Persoalan ini memperlakukan labeling sebagai variable yang independent atau variable yang
bebas/mempengaruhi. Dalam kaitan ini, ada dua proses bagimana labeling mempengaruhi seseorang yang
terkena label/cap untuk melakukan penyimpangan tingkah lakunya.
Pertama, cap/label tersebut menarik
perhatian pengamat dan mengakibatkan pengamat selalu memperhatikannya dan
kemudian seterusnya cap/label tersebut melekat pada diri orang itu.
Kedua, label atau cap tersebut sudah
diadopsi oleh seseorang dan membawa pengaruh pada dirinya sehingga ia mengakui
dengan sendirinya sebagaimana cap/label itu diberikan padanya oleh si pengamat.
(Atmasasmita Romli, 1992 ; 39)
Pengamat menurut teori labeling merupakan kelompok-kelompok
yang bersifat dominan atau kelompok berkuasa dimana merupakan kelompok yang
merumuskan suatu bentuk penyimpangan atau kejahatan. Berbagai agen kontrol sosial mencermati cap yang digunakan
seperti polisi dan lembaga pengadilan dalam menyebut dan mengindefikasi
pelaku-pelaku penyimpangan melahirkan persepsi yang ada di dalam benak para
agen kontrol sosial terhadap suatu tindak penyimpangan dan si pelaku penyimpang
yang kemudian di identikan sehingga melekat pada diri pelaku.
Dua
konsep penting dalam teori labeling adalah, primary
deviance dan secondary deviance. Primary
deviance ditujukan kepada perbuatan penyimpangan tingkah laku awal,
penyimpangan primer muncul dalam konteks sosial, budaya dan yang sangat
bervariasi dan hanya mempunyai efek samping bagi struktur fisik individu. Sedangkan
secondary deviance adalah berkaitan
dengan reorganisasi psikologis dari pengalaman seseorang sebagai akibat dari
penangkapan, penangkapan dan pengambilan keputusan oleh sistem peradilan pidana
yang di bentuk berdasarkan perspektif kehendak bebas yang memeperkenalkan
penilaian dan penolakan terhadap mereka yang di pandang sebagai penjahat atau
pelaku penyimpangan. Labeling
merupakan suatu proses yang akan melahirkan identifikasi dengan citra
penyimpang dan sub-kultur diluar norma atau budaya yang berlaku pada masyarakat
tertentu.
Perspektif labeling mengetengahkan pendekatan interaksionisme dengan berkonsentrasi pada konsekuensi interaksi
antara penyimpang dengan agen kontrol sosial. Di perkirakan bahwa pelaksanaan
kontrol sosial menyebabkan penyimpangan, sebab pelaksanaan kontrol sosial
tersebut mendorong orang masuk ke dalam peran penyimpang. Di tutupnya peran
konvensional bagi seseorang dengan pemberian stigma dan label menyebabkan orang
tersebut dapat menjadi penyimpang sekunder, khususnya dalam mempertahankan diri
dari pelabelan. Untuk masuk kembali kedalam peran sosial konvensional yang
tidak menyimpang adalah berbahaya dan individu merasa teralienasi. Pemberian
sanksi dan label yang dimaksudkan untuk mengkontrol penyimpangan malah
menghasilkan sebaliknya. (Yesmir Anwar, Adang, 2010 : 111)
Proses pembentukan penjahat atau orang
yang melakukan penyimpangan dimulai dengan proses pemberian cap,
mengidentifikasi, memisahkan, mendeskripsikan, menekankan, dan melahirkan
kesadaran dan kesadaran diri. Proses ini merangsang, menyarankan, menekankan,
dan mengundang ciri-ciri yang dikeluhkan sehingga di terima oleh pelaku
penyimpangan dan menjadi tolak ukur tindakan penyimpangan berikutnya.
Berkaitan dengan efek labeling terhadap penyimpangan tingkah
laku berikutnya, oleh karena salah satu asumsi dasar teori labeling menyatakan bahwa labeling
merupakan suatu proses yang akan melahirkan identifikasi dengan citra sebagai
penjahat. Label atau cap yang sudah ada akan di adopsi oleh si penerima label
atau cap dan mempengaruhi dirinya sehingga ia mengakui dengan sendirinya
sebagaimana yang di berikan oleh pengamat, hal ini dapat memperbesar ke
cendrungan penyimpangan tingkah laku, untuk itu di butuhkan reorganisai
psikologis demi mencegah penyimpangan prilaku bagi angota komunitas yang baru
yang memaknai punk hanya sebatas fashion, gaya hidup, maupun musik, perlu ada
upaya pencitraan kembali, agar perlahan dapat merubah stigma negatif masyarakat
terhadap punk . karena pelabelan negatif komunitas punk sebenarnya tidak serta
merta menyamaratakan segenap anggota aparatur yang ada dengan labeling yang dimaksud.
Reorganisasi psikologis ini tergantung dari
seberapa besar usaha dari pelaku
penyimpangan memaknai cap/label yang melekat padi diri mereka, apakah akan
terus di adopsi atau merubah cap/label tersebut kepada perbaikan-perbaikan
kondisi psikologis untuk ke luar dari cap/label tersebut
1.7. Alur Pikir
|
|
Alur pikir di atas menjelaskan awal
mula, definisi serta sejarah berkembangnya komunitas punk. Punk merupakan komunitas yang lahir di London,
Ingris sebagai bentuk resistensi terhadap sistem monarki yang menindas. Punk
mengkampanyekan sikap-sikap resistensi mereka melalui lirik-lirik lagu yang
keras, frontal dan protes sosial politik serta cara berpakaian yang tidak
lazim. Dalam hal ini yang menjadi fokus penelitian yang ingin peneliti lakukan adalah komunitas
punk yang ada di Pangkalpinang di mana komunitas punk di kota Pangkalpinang
bukan merupakan hal yang baru, karena
keberadaan mereka sudah cukup lama di kota Pangkalpinang. Lewat globalisasi di
adopsi oleh para remaja di kota Pangkalpinang dirasa cendrung berbeda karna merupakan budaya asing yang memiliki
gaya hidup yang tidak lazim dengan budaya masyarakat timur. Ketidak laziman komunitas punk
dapat terlihat dari cara berpakaian, model rambut, pola interaksi, idiologi
yang dianut oleh setiap anggotanya. Selain itu perbedaan yang terjadi adalah
pola interaksi setiap anggotanya yang cenderung kaku dan tertutup, sebagai
gambaran prilaku dan reaksi penolakan
terhadap situasi dan kondisi yang tidak sejalan dengan idiologi yang mereka
pahami. Selain itu ekspresi yang ditampilkan oleh komunitas ini cenderung
ekstrim, hal ini dapat terlihat pada berbagai event dan kegiatan
dilakukan seperti konser musik independen, recording
album, produksi kaos yang mengangkat tema sosial dengan ilustrasi yang frontal.
Peneliti dalam hal ini menjelaskan
bagaimana pola pencitraan yang dilakukan komunitas punk di kota Pangkalpinang
serta dampak pencitraan yang komunitas punk lakukan, di awali dengan
identifikasi pola pencitraan yang dilakukan komunitas punk di kota
Pangkalpinang dengan melakukan observasi dan menentukan poin-poin pola
pencitraan. Poin-poin pola pencitraan yang telah dirumuskan setelah tahap
observasi kemudian akan di analisis dengan melihat dampak apa saja yang akan di
hasilkan terhadap keberadaan dan citra komunitas punk di masyarakat kota
Pangkalpinang. Disamping itu peneliti akan menjaring persepsi masyarakat
terkait keberadaan komunitas punk dimana persepsi masyarakat disini merupakan
tolak ukur pandangan masyarakat tentang komunitas punk, proses penjaringan
pendapat masyarakat terhadap keberadaan dan aktifitas komunitas punk ini
merupakan salah satu tahapan dalam proses labeling
yang merupakan teori yang akan digunakan untuk menganalisis masalah dalam
penelitian ini. Dalam prosesnya, pola pencitraan yang dilakukan sering kali
menimbulkan berbagai reaksi negatif dari masyarakat, karena dalam melakukan
pola pencitraan diri sangatlah sulit untuk mendapat respon positif masyarakat, dikarenakan citra komunitas punk
yang dari awal telah di opresi sebagai komunitas yang menyimpang. Hal tersebut
diopresikan oleh masyarakat dan lingkungan sosial. Sama halnya komunitas punk
yang ada di kota Pangkalpinang, padahal beberapa kegiatan-kegiatan yang di
lakukan komunitas punk yang mengarah ke pada kegiatan positif sering di lakukan
khususnya komunitas punk di kota-kota besar yang telah lama hadir sebagai sub
budaya di masyarakat dan memiliki pola fikir yang lebih terbuka dan berkembang
serta sebagian besar telah mendapatkan respon yang positif dari masyarakat dan mulai
di terima sebagai bagian dari dinamika yang ada di masyarakat. Lantas bagai
manakah dengan komunitas punk yang ada di kota Pangkalpinang, adakah pola
pencitraan yang dilakukan untuk merubah stigma negatif masyarakat. Maka dengan
ini peneliti ingin menganilis dan mengaitkannya dengan beberapa teori yang di
anggap relevan dengan permasalahan yang akan di kaji.
Teori yang akan di gunakan dalam
penelitian ini yang di anggap relevan adalah teori labeling. Dimana dalam teori labeling
menjelaskan pendekatan tentang mengapa dan bagaimana seseorang mendapatkan cap atau
pelabelaan serta efek dari pelabelan tersebut terhadap penyimpangan tingkah
laku berikutnya, kaitannya dengan komunitas punk adalah bagaimana dan mengapa
komunits punk mendapat cap negatif dari masyarakat, jika dilihat dan serta
dikaitkan dengan teori labeling, dari
awal kemunculannya punk yang identik dengan pola hidup yang diluar konteks
masyarakat pada umumnya khususnya masyarakat timur serta penampilan yang
berbeda dan cendrung ekstrim menarik perhatian pengamat dan mengakibatkan
pengamat selalu memperhatikanya, kemudian seterusnya cap/label tersebut melekat
pada diri orang itu dalam hal ini komunitas punk. Kemudian label atau cap
tersebut sudah diadopsi dan membawa
pengaruh pada dirinya sehingga ia mengakui dengan sendirinya sebagaimana
cap/label itu diberikan padanya oleh si pengamat, komunitas punk yang telah
mendapatkan cap/label dari masyarakat maupun agen kontrol sosial dalam hal ini
seperti polisi dan lembaga pengadilan dalam mendefinisikan pelaku-pelaku
penyimpangan yang melahirkan persepsi di kepolisian maupun pejabat pengadilan
yang pernah menangani komunitas punk
akhirnya membentuk stereotype
negatif pada komunitas punk dan mereka mengakuinya. Untuk mengetahui bagaimana
persepsi masyarakat terhadap komunitas punk dan apakah identifikasi pola
pencitraan yang di lakukan melalui proses observasi serta analisis dampak pola
pencitraan yang di lakukan relevan dengan teori dan kenyataan di lapangan
selama penelitian dan proses pengumpulan data maka peneliti kan menggunakan
pendekatan kualitatif yang berkaitan dengan penyajian data secara kualitas
bukan angka dan lebih menekankan pada eksplorasi data, serta menggunakan jenis
penelitian deskriptif analisis yang digunakan untuk pengukuran secara cermat
terhadapa suatu fenomena sosial dimana keakuratan data diperoleh dengan
melakukan wawancara kepada pihak terkait, dan melakukan observasi.
Dengan demikian setelah melalui proses
pengumpulan data dan analisa data maka dapat diketahui poin-poin apa saja yang
sebelumnya telah di identifikasi dan di analisis akan terlihat data-data yang
berhubungan dengan kondisi riil di lapangan sehingga dapat disimpulkan pola
pencitraan yang dilakukan komunitas punk serta dampaknya terhadap komunitas
mereka.
BAB
II
METODE PENELITIAN
Dalam suatu penelitian, metode penelitian merupakan suatu instrument penelitian yang sangat penting dalam menentukan cara penelitian
yang juga sebagai petunjuk pelaksanaan dalam menemukan suatu kebenaran pada
objek penelitian. Dalam pengertiannya, metode adalah suatu suatu cara, jalan,
petunjuk pelaksanaan atau petunjuk teknis, sehingga memiliki sifat yang praktis.
(Kaelan, 2005 : 7)
Maka dengan demikian dalam suatu proses penelitian cara-cara praktis,
sistematis, bahkan teknis haruslah dimiliki untuk menunjang sistematika dan
kerasionalitasan data. Sehingga terdapat beberapa pendekatan dan jenis
penelitian yang sering di gunakan untuk mengedintifikasi beberapa hal serta
mengolah data dengan jelas dan valid. Adapun pendekatan dan jenis penelitian
yang akan dilakukan pada penelitian kali ini dapat di lihat sebagai berikut :
2.1. Pendekatan dan jenis peneletian
Metode
penelitian merupakan langka-langkah yang sistematis untuk menemukan jawaban
dari penelitian, selain itu metode penelitian merupakan cara atau petunjuk
teknis yang memiliki sifat yang praktis untuk menjawab sebuah fenomena
penelitian.
Dalam metode
penelitian, terdapat berbagai macam pendekatan yang di pergunakan oleh setiap
peneliti dalam penelitian di antaranya adalah pendekatan kualitatif. Guna
memudahkan peneliti dalam menjawab “Gambaran Pola Pencitraan Komunitas Punk di
Masyarakat Kota Pangkalpinang”, maka pendekatan yang peneliti pergunakan adalah
pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif adalah pendekatan yang tidak
menekankan pada perhitungan dan presentase angka atau mengukur obyek dengan
suatu perhitungan angka-angka atau statistik sehingga tidak terpaku pada
jumlah, dan perhitungan-perhitungan karena lebih menekankan segi kualitas
secara alamiah seperti pengertian konsep nilai serta ciri-ciri obyek yang
melekat obyek penelitian lainnya.
Dalam Ibrahim (2009:41), dijelaskan
bahwa Metode kualitatif pada umumnya
terdapat 2 jenis penelitian, yaitu penelitian kualitatif dan penelitian
kuantitatif. Penelitian kualitatif lebih berkaitan dengan penyajian data secara
kualitas, bukan angka-angka, dan biasanya lebih pada eksplorasi data, bukan
pengujian variabel. Penelitian kualitatif lebih berhubungan dengan proses yang
penuh dengan value (nilai), tidak
memiliki ukuran patokan sejak awal. Menurut Sukamadinata dalam Ibrahim
(2009:44) penelitian kualitatif adalah suatu penelitan yang ditujukan untuk
mendeskripsikan dan menganalisis fenomena, peristiwa, aktivitas sosial, sikap,
kepercayaan, persepsi, pemikiran orang secara individual maupun kelompok.
Metode kualitatif ini di anggap relevan digunakan dalam melakukan penelitian
ini.
Sedangkan jenis penelitan merupakan
suatu hal yang sangat penting. Digunakan untuk memperoleh urutan-urutan dalam
penelitian, sebagai instrument peneliti memperoleh dan mengolah data yang
disesuaikan dengan jenis penelitian yang akan dilakukan, dan dalam penelitian
ini, jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif analisis.
Penelitian deskriptif analisis merupakan
jenis penelitian yang digunakan untuk pengukuran yang cermat terhadap suatu
fenomena social. Dimana peneliti memperoleh kekakuratan data dengan melakukan
wawancara kepada pihak yang yang terkait, melakukan opservasi dilokasi tempat
penelitian sebagai gambaran bagi peneliti akan kondisi daerah maupun kondisi
komunitas yang akan diteliti terkait dengan ini yakni komunitas punk di kota
Pangkalpinang agar dapat menghimpun fakta dan mengembangkan konsep namun tidak
melakukan pengujian hipotesa.
2.2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini berlokasi di kota
Pangkalpinang yang merupakan ibukota provinsi kepulauan Bangka Belitung, focus
penelitian pun yakni komunitas punk dikota Pangkalpinang dan masyarakat
Pangkalpinang itu sendiri.
2.3. Sumber data
Sumber data yang digunakan yakni data
primer dan data sekunder, data primer adalah data yang diperoleh dari sumber
pertama langsung dilapangan melalui wawancara mendalam kepada informan baik
dari masyarakat kota Pangkalpinang maupun anggota komunitas punk, serta melalui
observasi secara teliti dan seksama tehadap kondisi-kondisi yang sesungguhnya
dilapangan.
Sedangkan data sekunder merupakan data
yang diperoleh melalui kajian pustaka, buku-buku, maupun dokumen-dokumen yang
berkaitan erat dengan objek penelitian.
Menurut Sangadji dan Sopiah (2010:44)
“data primer merupakan data yang di peroleh langsung dari orang pertama atau
nara sumber utama yang mengalami langsung kejadian tersebut. Dalam prosesnya,
sistem random dari beberapa nara sumber yang di pilih kerap di gunakan di dalam
data primer”. Untuk mendukung validitas data yang di dapat, peneliti akan
menghimpun data dari para anggota komunitas punk dan masyarakat Pangkalpinang
serta informasi-informasi mengenai beberapa lokasi yang berkaiatan dengan aktivitas
komunitas punk.
Sedangkan “data sekunder merupakan data
yang di peroleh dari organisasi atau perorangan melalui pihak lain yang
mengetahui permasalahan, data sekunder bisa di dapatkan melalui sebuah artikel,
buku-buku kuliah, dan melalui internet. Umumnya data sekunder merupakan suatu
data berupa bukti, catatan, atau laporan, historis yang tersusun dalam arsip
yang di publikasikan maupun tidak di publikasikan”. Untuk mendukung kelengkapan
data, peneliti akan mengumpulkan data sekunder terkait dengan penelitian ini
mulai dari artikel-artikel yang berkaitan baik di buku maupun di internet serta
pihak-pihak yang yang di anggap memiliki informasi tentang penelitian ini.
2.4.
Teknik
Pengumpulan Data
Dalam memperoleh data terkait penelitian
yang akan dilakukan maka teknik
pengumpulan data merupakan hal yang sangat penting untuk memperoleh data yang
akurat, detail, valid, maka metode pengumpulan data yang digunakan adalah
sebagai berikut :
2.4.1. Observasi
Observasi atau pengamatan merupakan
suatu aktivitas untuk koleksi data, dengan cara mengamati dan mencatat mengenai
kondisi-kondisi, proses-proses dan prilaku-prilaku objek penelitian. Berkaitan
dengan metode observasi ini sangat perlu memperhatikan ruang (lokasi) dan
waktu. Oleh karena itu, segala bentuk pencatatannya melampirkan ruang dan
waktusebagai salah satu tolak ukur validitas data yang dikoleksi. (Surya Sutan,
2006 : 54)
2.4.2. Wawancara
Wawancara merupakan suatu metode dalam
koleksi data dengan cara memberikan pertanyaan-pertanyaan mengenai hal-hal yang
diperlukakan sebagai data penelitian. Hasil dari koleksi data dengan cara ini
adalah jawaban-jawaban. Pada umumnya koleksi data dengan cara ini sengan
dipengaruhi oleh kondisi dan latar belakang seseorang. Dengan demikian
pembagian kelompok-kelompok masyarakat harus diperhatikan dan pencatatan
mengenai mengenai hal ini menjadi landasn validitas yang kuat dalam penelitian,
(Surya Sutan, 2006 : 54). Peneliti akan melakukan wawancara langsung dengan
responden yang di anggap kompeten dan dapat memberikan data akurat yang di
butuhkan selama penelitian. Di dalam teknik wawancara sendiri terdapat beberapa
jenis teknik yaitu :
a. Wawancara terstruktur, merupakan
wawancara dimana pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan sumber data telah
disiapkan, seperti menggunakan pedoman wawancara. Dengan demikian penelitian
telah mengetahui data dan menentukan fokus serta perumusan masalahnya.
b. Wawancara semi terstruktur, merupakan
wawancara yang sudah cukup mendalam karena terdapat penggabungan antara
wawancara yang berpedoman pada pertanyaan yang sudah disiapkan dan pertanyaan
yang lebih luas dan mendalam dengan mengabaikan pedoman yang sudah ada. (Afifuddin
dan Beni, 2009:133)
2.4.3. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan pembuatan dan
penyimpanan bukti-bukti (gambar, tulisan, suara dll) terhadap segala hal baik
objek atau juga peristiwa yang terjadi dalam penelitian. (Surya Sutan, 2006 :
55)
Hasil-hasil dokumentasi terkait
kegiatan-kegiatan maupun data-data yang di peroleh dilapangan selama penelitian
akan di tampilkan pada lembar lampiran sebagai bukti dan data pendukung yang
memperkuat data selama proses pengumpulan data.
2.5. Teknik Analisa Data
Pada keseluruhan proses penelitian,
analisis data memegang peranan yang sangat penting. Peneliti akan dihadapkan
pada banyak data selama proses penelitian. Setelah proses pengumpulan data,
perlu dilakukan proses pengurutan data, pemilihan, dan pengorganisasian data
akan lebih focus dan dapat disesuaikan berdasarkan kategori ataupun tema-tema
tertentu secara teratur.
Berikut tahapan-tahapan dalam teknis
analisis data yang digunakan dalam penelitian ini :
1. Reduksi data adalah proses
pemilihan, pemusatan, dan transformasi data kasar yang muncul dilapangan yang
bersumber dari catatan-catatan tertulis selama proses pengumpulan data. Reduksi data merupakan alat
analisis, oleh karena itu data terlebih dahulu dirangkum, difokuskan, dan
ditentukan tema agar dapat memberikan kode untuk kategori-kategori data yang
didapat. Reduksi data dapat menyaring dan membuang data-data yang tidak
dibutuhkan, juga dapat menajamkan dan mengarahkan suatu data sehingga data yang
telah direduksi dapat memberikan gambaran yang lebih tajam tentang hasil
observasi yang dilakukan dilapangan sehingga data dapat diverifikasi.
Data yang peneliti
dapat melalui proses wawancara dengan informan selama penelitian berlangsung
baik melalui hasil wawancara terstruktur maupun semi tersruktur serta catatan
yang peneliti kumpulkan selama mengikuti kegiatan komunitas punk di kumpulkan
dan dirangkum, kemudian semua data hasil pengumpulan data di lapangan di himpun
untuk menentukan data-data yang sesuai dengan poin-poin yang telah di rumuskan
dalam identifikasi pola pencitraan dan analisis dampak melalui observasi yang
telah dilakukan terlebih dahulu sehingga di dapat gambaran yang lebih tajam
serta data yang kuat dan relevan terkait masalah yang di teliti.
2. Penyajian
data adalah penarikan kesimpulan dari sekumpulan informasi yang tersusun, informasi
yang telah tersusun juga dapat menentukan pengambilan suatu tindakan terhadap
data yang telah disajikan. Membuat penyajian data juga merupakan suatu langkah analisis data,
data dibuat dalam bentuk table, bagan, matrik, dan grafik untuk selanjutnya di
diskusikan dan kemudian memberikan penafsiran dan interpretasi dari penemuan
penelitian.
Data dan informasi
yang sudah terkumpul kemudian di analisis berdasarkan dengan poin-poin yang
telah terarah dan telah tersusun untuk selanjutnya menafsirkan dan
menginterpretasikan temuan-temuan dilapangan. Hasil tidak lanjut dari data yang
telah di analisis melalui diskusi dengan dosen pembimbing memberikan tafsiran
terhadap data yang telah tersusun sehingga data yang telah di dapat memberikan
gambaran yang jelas dan relevan mengenai pola pencitraan yang di lakukan
komunitas punk di Pangkalpinang dan dampaknya terhadap komunitas punk.
3. Menarik kesimpulan dan
verifikasi merupakan pemahaman atas informasi kemudian mencari makna dari catatan mengenai keteraturan,
pola-pola, penjelasan, konfigurasi-konfigurasi, alur sebab akibat serta
proposisi. Untuk itu, dalam penelitian kualitatif kesimpulan-kesimpulan yang
diambil dengan longgar, tetap terbuka, skeptis sifatnya meskipun kesimpulan
sudah disediakan, mula-mula belum jelas, dan kemudian meningkat menjadi lebih
rinci serta mengakar dengan kokoh. Hal tersebut, sebagai sesuatu yang
jalin-menjalin pada saat sebelum, selama, dan sesudah pengumpulan data dalam
bentuk yang sejajar untuk membangun wawasan umum. Dalam kesimpulan penelitian
kualitatif dilakukan sejak dimulainya proses kontak dengan unit analisis, lalu
bersamaan dengan proses tersebut berlangsung kegiatan verifikasi yang kemudian
menarik pokok pikiran ataupun memberi solusi dan tindakan yang perlu
dilanjutkan setelah memperoleh hasil penelitian, sehingga dalam verifikasi
dipikirkan kembali selama menulis ataupun suatu tinjauan ulang pada catatan lapangan
yang begitu seksama dan bertukar pikiran dengan teman sejawat untuk membangun
kesepakatan intersubyektif.
Setelah dilakukan reduksi data dan
penyajian data, peneliti menarik kesimpulan terhadap masalah yang di teliti
yang dilakukan secara bertahap mulai dari tahapan observasi, penentuan
poin-poin pola pencitraan dan analisa sementara dampak yang akan dihasilkan.
Dilanjutkan dengan pemilihan dan pemusatan data-data yang relevan antara
poin-poin yang telah ditentukan dengan kondisi yang sebenarnya dilapangan
sehingga data dapat diverifikasi, kemudian dilakukan analisis setelah semua
data yang dibutuhkan terarah dan poin penting yang menjadi fokus penelitian
terlihat dengan jelas, terperinci, mengakar dan kokoh. Kemudian dilakukan
verifikasi terhadap data halus yang telah terarah dan telah dianalisis sehingga
didapatkan pokok-pokok pikiran dan solusi serta tindakan yang akan dilakukan
setelah hasil penelitian didapatkan.
BAB III GAMBARAN
UMUM OBJEK PENELITIAN
3.1.
Sejarah Komunitas
Punk Di Pangkalpinang
3.1.1.
Sejarah Kemunculan
Seiring dengan perkembangan zaman yang
telah memasuki era globalisasi dan modernitas, berbagai kebudayaan dengan
mudahnya masuk kedalam sebuah negara lewat informatika tentunya yang merupakan
alat dan hasil dari modernisasi tersebut. Lewat alat- alat yang semakin canggih
diciptakan khususnya jejaring social, situs internet, hingga majalah digital,
informasi apa pun dan dari manapun akan sangat mudah diterima oleh seluruh
penduduk di seluruh belahan dunia, bahkan hingga ke pelosok-pelosok desa yang
sudah mendapatkan akses internet baik lewat jaringan internet berlangganan
maupun koneksi telepon selular.
Melalui gelobalisasi dan modernisasi
pula batasan wilayah dan kebudayaan seolah tidak ada artinya lagi, proses asimilasi
semakin mudah terjadi di suatu wilayah. Asimilasi sendiri merupakan pembauran
dua kebudayaan yang disertai dengan hilangnya ciri khas kebudayaan asli sehingga
membentuk kebudayaan baru. Suatu asimilasi ditandai oleh usaha-usaha mengurangi
perbedaan antara orang atau kelompok.
Untuk mengurangi perbedaan itu, asimilasi meliputi usaha-usaha mempererat
kesatuan,
tindakan, sikap, dan perasaan dengan
memperhatikan kepentingan serta tujuan
bersama. Hasil dari proses asimilasi yaitu
semakin tipisnya batas perbedaan antar individu dalam suatu kelompok, atau bisa juga batas-batas
antar kelompok. Selanjutnya, individu
melakukan identifikasi diri dengan kepentingan bersama. Artinya, menyesuaikan
kemauannya dengan kemauan kelompok.
Sehingga
dengan demikian terciptalah suatu kebudayaan baru atau sub culture yang terbentuk atas pertemuan dua kebudayaan dan membentuk
kebudayaan baru seperti komunitas Punk. Pangkalpinang sebagai ibukota provinsi
Bangka Belitung pun tak luput dari dampak globalisasi dan modernitas, sehingga
tak heran jika komunitas punk yang menjadi fokus kajian peneliti pun hadir dan
seolah menjadi budaya tandingan di masyarakat Bangka Belitung. Sejarah mulai
hadirnya Punk di Bangka Belitung khususnya Pangkalpinang bermula pada tahun
2000 dimana seorang pemuda asal Bandung bernama Budi yang memang merupakan
seorang anak Punk (Punker) datang ke Pangklapinang untuk merantau mencari
pekerjaan.
Budi
yang datang ke Pangkalpinang dengan dandanan khas seorang punker kemudian
menarik perhatian beberapa pemuda Pangkalpinang, pada saat itu hanya 5 orang saja
yang tertarik “nge-punk”, dan tidak membentuk suatu komunitas. Ke lima orang
tersebut yakni Azam, Adib, Ari, dan Yaya di tambah Budi, karena mereka tampil
secara bergerombol dengan dandanan yang cukup mencolok ternyata menimbulkan
rasa penasaran di masyarakat Pangkalpinang khususnya para pemuda yang memang
tertarik dengan suatu hal baru. Mereka semakin menarik perhatian tatkala
mengikuti festival band yang tergolong cukup besar di kota Sungailiat,
komunitas Black Metal (aliran music
metal) yang pada saat itu sedang di gandrungi dan merebak di kalangan pemuda
penyuka musik dengan beat yang tinggi ini dengan cepat bergabung dan berubah
haluan meninggalkan Black Metal dan
mulai menjadi seorang Punker.
Memang
karena pada saat itu Punk sedang di gandrungi dan menjadi pembicaraan di komunitas musik di Indonesia,
maka beberapa pemuda anggota komunitas Black
Metal kota Sungailiat yang sudah tahu dengan aliran Punk karena beberapa
anggotanya ada yang sering keluar Bangka yakni ke kota-kota besar telah
mengenal punk baik dari mulut kemulut, kaset musik maupun melalui majalah
berinisiatif untuk membentuk komunitas punk. Baru pada tahun 2001 Punk di
Pangkalpinang mulai merebak setelah ke lima punggawa punk Pangkalpinang ini
sering tampil di publik dan mengikuti festival band yang di selenggarakan oleh
PT Timah Tbk yang merupakan festival band terbesar se Bangka Belitung sehingga
aksi panggung, lirik lagu, serta musik yang tergolong baru dan tidak lazim yang
mereka tampilkan menarik perhatian masyarakat maupun komunitas musik Bangka
Belitung yang hadir pada acara tersebut.
3.1.2.
Dinamika Komunitas
Punk di Pangkalpinang
Setelah
seringnya tampil di muka umum serta mengikuti beberapa acara musik baik parade
maupun festival band khusus nya festival band yang di selenggarakan PT Timah
Tbk pada tahun 2001, baru lah beberapa pemuda Pangkalpinang tertarik dan mulai
bergabung dengan punk. Sedikit demi sedikit jumlah anggota punk bertambah,
jumlah ini semakin betambah ketika mereka memiliki basecamp (tempat berkumpul) khusus yang menjadi tempat mereka
nongkrong dan berkumpul yakni di Komplek Perumahan Timah Pasir Garam, Kelurahan
Ampui, Kecamatan Pangkal Balam, Pangkalpinang sehingga keberadaan mereka mudah
di cari dan memudahkan orang lain untuk menemukan mereka ketika ingin bergabung
menjadi anggota.
Para
anggota yang awalnya hanya anak-anak sekitar komplek mulai berkembang dan
merambah seluruh wilayah Pangkalpinang ketika beberapa anggota mereka mulai
mengajak beberapa pemuda dari daerah lain di Pangkalpinang hingga jumlah mereka
semakin bertambah banyak. Awalnya para anggota baru ini hanya sekedar di ajak
nongkrong dan belum begitu memahami apa dan bagaimana punk serta gaya dan cirri
khas seorang punker, mereka bergabung hanya karena rasa ketertarikan mereka
dengan komunitas baru ini. Barulah pada tahun 2002 jumlah anggota punk semakin
banyak setelah para anggota yang baru bergabung satu persatu mengajak
teman-teman dan kenalan mereka untuk bergabung kedalam punk, kebanyak dari
anggota baru ini merupakan ABG (Anak Baru Gede) atau remaja se umuran anak-anak
Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas yang tertarik melihat punk
yang sering muncul dengan dandanan yang unik dan bergelombol dalam jumlah yang
banyak. Kebiasaan-kebiasaan punk pun dinilai menjadi salah satu faktor
banyaknya remaja Pangkalpinang yang tertarik untuk bergabung.
Kebiasaan-kebiasaan
ini dapat terlihat ketika mereka sedang berkumpul dan tampil dalam sebuah
pertunjukan musik, apabila pertunjukan musik dilakukan di Pangkalpinang maka
komunitas punk di Sungailiat akan datang dan bergabung untuk tampil dan
mendukung anggota lain yang akan tampil begitu juga sebaliknya, mereka memiliki
gerakan khusus semacam tarian yang di sebut “POGO”
yang apabila anggota mereka mulai naik panggung dan tampil memaikan musik,
anggota lainnya akan berbondong-bondong menuju depan panggung untuk
beramai-ramai bergoyang mengikuti hentakan musik yang di mainkan. Gerakan ini
sepintas jika di lihat masyarakat awam merupakan gerakan yang identik dengan
kekerasan karena memang saat melakukan POGO
gerakan yang di tampilkan seperti gerakan orang yang sedang melakukan tawuran,
dimana mereka saling tendang, sikut, dorong, saling tabrak dan saling
mengangkat angota mereka beramai-ramai dan di lempar-lempar keatas.
Namun
justru gerakan khas mereka ini lah yang menjadi salah satu faktor pemikat dari
komunitas punk karena tidak ada perkelahian diantara mereka ketika melakukan POGO, justru kegembiraan yang seolah
tampak pada diri para anggota punk. Selain itu kebiasaan lain yang juga cukup
menarik adalah seringnya beberapa anggota punk yang makan bersama-sama dan
tidur dalam satu basecamp sehingga
mewujudkan rasa kebersamaan dan kekeluargaan. Penyebaran punk di Pangkalpinang
juga semakin meluas dengan bertambahnya tempat nongkrong mereka yang bisa di
katakan merupakan tempat-tempat strategis karena merupakan pusat keramaian dan
sering di kunjungi oleh masyarakat Pangkalpinang, diantaranya adalah Komplek
Perumahan Timah Bukit Baru (Portal), Taman Sari, dan Basement Ramayana. Punk
mulai solid menjadi sebuah komunitas setelah mereka secara tidak langsung
memiliki seorang pemimpin atau yang di tuakan di dalam kelompok dimana orang
tersebut merupakan orang yang paling mengerti segala hal tentang punk, yakni
Budi. Mereka juga mulai membuat kartu anggota agar dapat menggorganisir para
anggotanya, hal ini bermula ketika para anggota komunitas punk yang ingin masuk
ke dalam Milenium club untuk menyaksikan teman mereka tampil bermusik di larang
oleh anggota kepolisian yang mengamankan acara dan para anggota komunitas punk
ini di minta untuk menunjukan kartu anggota punk jika ingin masuk, sehingga
setelah acara tersebut mereka mulai mendata para anggota dan mebuat kartu
anggota yang kemudian di bagikan kepada para anggotanya, serta secara tidak
langsung membuat beberapa peraturan khusus anggota kelompok yang disepakati dan
di aplikasikan bersama, seperti dilarang memainkan lagu dari band mayor label,
memakai atribut seorang punker acara musik
dan lainnya.
Setelah
berkembang cukup pesat, punk mulai menemukan titik jenuhnya, sehingga punk
sempat fakum selama 5 tahun terhitung dari tahun 2004 sampai 2009, hal yang
menyebabkan punk di Pangkalpinang sempat fakum diantaranya adalah karena
terdapat beberapa punggawa-punggawa punk yang menjadi panutan dan di tuakan di
dalam komunitas telah berkeluarga sehingga sebagian ada yang meninggalkan
punk, Budi yang merupakan tokoh pembawa
punk ke Bangka Belitung kembali ke kota asalnya Bandung, ada yang melanjutkan
pendidikan keluar kota, dan ada yang di sibukan oleh pekerjaannya. Sehingga
anggota lainnya tercerai berai seperti ayam kehilangan induknya, selama masa
itu tidak ada anggota yang melakukan aktifitas seperti sebelumnya, berkumpul,
dan mengikuti acara-acara musik sehingga punk tidak lagi muncul di permukaan
dan lambat laun mulai menghilang.
Setelah
cukup lama fakum, punk mulai kembali muncul setelah booming film “Punk In Love”
yang merupakan film karya sutradara Upi, menceritakan tentang perjalanan
sekelompok anak punk asal Malang yang melakukan perjalanan ke Jakarta untuk
mengejar cintanya. Film ini mengangkat semua sisi dan gaya hidup punk, juga di
bintangi aktor yang menjadi idola para remaja, sehingga dengan cepat punk
kembali menarik perhatian para remaja Pangkalpinang dan mulai banyak yang
menjadi seorang punker karna terobsesi oleh film tersebut. Namun kali ini
segerombolan anak punk baru ini bukan bagian dari komunitas punk angkatan
pertama yang sempat fakum, melainkan segerombolan anak baru yang tidak memahami
seluk beluk punk dan sejarahnya khususnya di Pangkalpinang, sehingga mereka
tidak mengetahui siapa saja punggawa-punggawa punk sebelum mereka. Di samping
itu di gelarnya konser musik gigs yang merupakan konser musik khusus aliran
musik underground yang bertema “Distorsi Akhir Tahun” pada Desember 2009 di
gedung Pantiwangka juga menjadi faktor pendukung kembali bergejolaknya punk di
Pangkalpinang. Dimana para punggawa-punggawa punk yang telah lama fakum
tersebut mulai membentuk kembali grup band untuk ikut berpartisipasi dalam
acara, di situ lah mereka kembali bertemu dengan para anggota-anggota komunitas
punk generasi awal dan juga para anak-anak punk baru yang mulai naik ke
permukaan. Mereka kemudian bergabung dan membentuk kembali komunitas punk yang
sampai saat ini masih keberadaanya masih eksis.
3.1.3.
Pemahaman Tentang Konsep dan Ideologi Punk
Berkembangnya
punk di Pangkalpinang secara otomatis juga mempengaruhi nilai kuantitas para
anggotanya, namun tidak dengan kualitas para anggotanya sebagai seorang punker.
Dari sekian banyak anggota komunitas punk di Pangkalpinang, hanya sebagian saja
yang paham tentang konsep dan ideologi punk secara utuh dan mendalam. Banyak dari
mereka yang hanya menjadikan punk sebagai fashion semata, sebagai tempat untuk
mencari perlindungan, dan mencari eksistensi diri agar di kenal orang banyak.
Banyak dari anggota komunitas punk yang tidak mengerti tentang musik, tidak
memiliki grup band, dan kadang sering memainkan lagu dari band mayor label yang
sangat bertentangan dengan punk. Baru lah beberapa tahun setelah berkembangnya
punk di Pangkalpinang tepatnya antara tahun 2003 para anggota komunitas punk
mulai memahami konsep dan ideologi punk lebih mendalam, mereka mulai memahami
bahwa punk merupakan komunitas yang hadir dari kelas pekerja yang tertindas dan
lewat musik menyuarakan aspirasi serta protes mereka terhadapa sistem sosial
politik secara frontal dan terkadang memprovokasi secara terang-terangan para
pendengarnya.
Mereka
mulai paham bahwa punk merupakan penganut ideologi kebebasan, anti kemapanan,
dan mandiri serta kategori-kategori musik punk baik dari band, cord, beat,
ketukan drum, hingga sound yang di pakai mulai mereka pahami. Pemahaman ini
muncul dan mulai mereka terima khususnya melalui cover album/kaset band punk
baik local maupun internasional yang di dalamnya terdapat kalimat-kalimat,
lirik dan ucapan-ucapan yang sangat tajam dan kritis tentang kehidupan sosial
dan politik, juga melalui gambar-gambar di kaos, emblem (tempelan bergambar
dari kain) yang menampilkan gambar yang juga sangat frontal. Disamping itu
komunitas baru yang muncul setelah 5 tahun punk fakum juga awalnya tidak
mengerti sama sekali tentang punk, hanya tertarik dengan dandanan dan keunikan
komunitas ini yang di lihat melalui film. Baru lah setelah mereka bertemu dan
bergabung dengan angota komunitas punk generasi pertama mereka mulai mendapat
masukan dari para seniornya tersebut tentang apa dan bagaimana punk secara
keseluruhan.
3.1.4.
Jumlah Anggota
Dari
awal kemunculannya hingga sekarang memang cukup banyak remaja Pangkalpinang
yang tertarik dan bergabung menjadi anggota komunitas punk, sehingga tak heran
jika jumlah anggota mereka terus meningkat pesat. Pada awal kemunculannya,
hampir seratusan lebih orang anggota komunitas punk hingga akhirnya fakum
selama 5 tahun dan mulai kembali muncul ke permukaan di tahun 2009, jumlah
tersebut kembali meningkat pasca fakumnya komunitas punk dan mulai kembali
terbentuknya komunitas. awalnya memang jumlah mereka maningkat cukup tajam,
sekali lagi sekitar seratusan orang bergabung menjadi anggota aktif komunitas
punk, namun jumlah ini kian menyusut ketika sebagian dari mereka ada yang mulai
membuka usaha dan bekerja sehingga terhitung sebagai anggota yang tidak aktif.
Jumlah anggota aktif ini ketika peniliti konfirmasi terhitung sebanyak 60 orang
per September 2012. (sumber : wawancara saudara Bilo)
3.1.5.
Wilayah Penyebaran
Komunitas
punk di Pangkalpinang memiliki beberapa tempat berkumpul yang menjadi wilayah
penyebaran komunitas punk sejak awal kemunculan hingga sekarang. Secara umum di
awal kemunculannya, punk di Bangka Belitung tersebar di kota dan kabupaten kota
yakni Pangkalpinang, Sungailiat, dan Toboali. Namun saat ini komunitas punk
hanya tersebar di Pangkalpinang dan Sungailiat saja, untuk lebih spesifiknya,
khusus untuk kota Pangkalpinang berikut akan di jabarkan wilayah-wilayah
penyebaran komunitas punk mulai dari awal berdiri hingga sekarang :
a. Tahun
2000-2004 :
- Komplek
Perumahan Timah Pasir Garam, Pangkal Balam (Basecamp)
- Komplek
Perumahan Timah Bukit Baru (Portal)
- Taman
Sari Pangkalpinang
- Halaman
depan Kantor PT Timah Tbk
- Basement
Ramayana Pangkalpinang
b. Tahun
2009-2012
- Alun-Alun
Taman Merdeka
- Kelurahan
Bukit Baru Pangkalpinang (Basecamp)
- Komplek
Perumahan Timah Bukit Baru (Portal)
- Kelurahan
Lontong Pancur Kecamatan Pangkalbalam
BAB
IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1.
Identifikasi Pola Pencitraan Komunitas Punk
Pembahasan dan analisa yang akan
dijabarkan dalam bab ini meliputi awal mula sejarah punk, deskripsi, serta
ideologi yang di anut oleh komunitas punk. Kemudian dilanjutkan dengan
pemaparan mengenai proses labelling komunitas punk di masyarakat, khususnya
masyarakat Pangkalpinang terkait dengan teori yang digunakan peneliti dari
salah satu tokoh sosiologi yakni Erving Goffman. Diakhiri pembahasan dan
analisa mengenai dampak dari pe-labelan pada komunitas punk sehingga
menghasilkan pola pencitraan oleh komunitas punk yang berdampak terhadap
komunitas punk di masyarakat Pangkalpinang. Data yang diperoleh peneliti
melalui data primer berdasarkan wawancara yang dilakukan peneliti dengan
sejumlah informan.
Suatu kelompok sosial cenderung untuk
tidak menjadi kelompok yang statis, tetapi selalu berkembang serta mengalami
perubahan-perubahan, baik dalam aktivitas maupun bentuknya. Kelompok dapat
melaksanakan alat-alat perlengkapan untuk dapat melaksanakan fungsi-fungsinya
yang baru dalam rangka perubahan-perubahan yang dialaminya, atau bahkan sebaliknya
dapat mempersempit ruang lingkupnya. Seperti hal nya yang di alami oleh
komunitas punk di Pangkalpinang, sebagaimana hakikatnya sebagai suatu kelompok
sosial, tentulah mereka selalu berkembang dan mengalami perubahan-perubahan,
terutama dalam aktivitasnya. Seolah tidak ingin cap/label negatif yang
terstigma di dalam mindset masyarakat terus melekat pada tubuh komunitas
mereka, berbagai hal untuk mencitrakan diri sebagai komunitas yang positif pun di lakoni.
Dalam mengidentifikasi pola pencitraan
yang dilakukan komunitas punk di Pangkalpinang, peneliti terlebih dahulu
melakukan observasi terkait dengan fokus penelitian. Sehingga dari hasil
observasi tersebut di dapatlah beberapa catatan-catatan awal yang menjadi
penentu poin-poin pola pencitraan yang dilakukan komunitas Punk di
Pangkalpinang baik pola awal maupun pola baru, apa saja hal-hal atau kegiatan
yang dianggap sebagai pola pencitraan yang dilakukan komunitas punk. Observasi
dilakukan sebelum proses pengumpulan data di laksanakan, peneliti mengikuti
serta mengamati kegiatan-kegiatan yang dilakukan komunitas punk di
Pangkalpinang dalam tenggang waktu tertentu mulai dari Juli-Juni 2012 bertempat
di kota Pangkalpinang. Diantara poin-poin yang di dapat dari hasil observasi
adalah Recording album, Produksi dan Penjualan Aksesoris, Bengkel, Art Deco,
dan Airbrush, Mengamen, Demonstrasi, Terlibat dalam HUT Republik Indonesia.
4.1.1. Persepsi
masyarakat
Manusia mempunyai naluri untuk
senantiasa berhubungan dengan sesamanya, hubungan yang berkesinambungan menghasilkan pola pergaulan yang dinamakan
pola interaksi sosial. Pergaulan tersebut mengahasilkan pandangan-pandangan
atau persepsi mengenai kebaikan dan keburukan, pandangan-pandangan tersebut
merupakan nilai-nilai manusia yang kemudian berpengaruh terhadap cara dan pola
berpikirnya.
Persepsi dalam penjelasannya merupakan
sebuah proses saat individu mengatur dan menginterpretasikan kesan-kesan
sensoris mereka guna memberikan arti bagi lingkungan mereka. Perilaku individu
seringkali di dasarkan pada persepsi mereka tentang kenyataan, bukan pada
kenyataan itu sendiri. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi bisa terletak
dalam diri pembentuk persepsi, dalam diri objek atau target yang di artikan,
atau dalam konteks situasi di mana persepsi tersebut di buat.
Pandangan atau persepsi masyarakat
Pangkalpinang terhadap komunitas punk yang dalam hal ini merupakan fokus yang
peneliti teliti tentu tak lepas dari hubungan atau pola interaksi antara
masyarakat dengan komunitas punk, dari pergaulan-pergaulan antara masyarakat
dengan komunitas punk yang mungkin cendrung kaku menghasilkan persepsi negatif
yang muncul akibat cara pandang masyarakat yang hanya melihat komunitas punk
hanya dari satu sudut pandang, dari prilaku-prilaku dan penampilan yang di
dapat dari kesan sensoris yang di tangkap oleh masyarakat dalam hal ini
premanisme. Persepsi dalam kaitannya dengan fokus penelitian merupakan awal
dari proses pelabelan masyarakat terhadap komunitas punk dari cara masyarakat
memandang prilaku dan gaya hidup yang di tunjukan komunitas punk seperti yang
di ungkapkan dalam teori labeling yang menekankan pada label yang diberikan
pengamat diperoleh karena selalu memperhatikan pelaku penyimpangan yang
dianggap berbeda dan keluar dari norma masyarakat pada umumnya. Hal ini dapat di selaraskan dengan hasil
wawancara yang peneliti lakukan di lapangan dengan sejumlah masyarakat
Pangkalpinang yakni :
“Ku pernah ningok
anak-anak punk di alun-alun, menurut pandanganku kaben deorang tu, kesan e
kayak pengangguran dan sampah masyarakat. Men tanggappanku tentang deorang tu,
deorang tu harus biase bai lah dak perlu berlebih-lebihan dan bikin onar”. (M.
Maulana,26 September 2012).
“Ku ni pernah nengok anak punk di
pancur, deorang kayak tu, mungkin karena kondisi perekonomian yang minim, jadi
banyak yang bikin kelompok sendiri yang senasib untuk mengekspresikannya.
Deorang tu ade positif dan negatif e, tapi banyakan negatif e sih. Karena
sering ribut dan mabuk-mabukan”. (Budi Irawan, 26 September 2012).
“Komunitas punk ni biase e sering ku
lihat di bukit baru (portal), deorang tu menakutkan dan dak jelas, trus sering
bikin onar juga kayak e”. (Novalia, 28 September 2012).
“Menurutku komunitas punk ni komunitas
yang negatif terlau banyak yang anarkis e, penampilan ge aneh. Kebanyakan komunitas
punk ni banyak ku lihat di bubar (portal)”. (Novriadi, 28 September 2012)
Pernyataan
serupa juga diungkapkan oleh salah satu perintis komunitas punk di
Pangkalpinang, yang semakin memperkuat persepsi masyarakat terhadap komunitas
punk yakni:
“Zaman
dulu, waktu pertama kali punk muncul di Pangkalpinang orang-orang banyak yang
suka karena dulu dianggap unik. Ade lah yang nganggep negatif mungkin orang
nengok dandanan kami, tapi sekarang ni paling nuwe la dipandang negatif kek
masyarakat. Karena banyak yang terpengaruh minuman dan alkohol, yang jelas
sebenar e komunitas punk ni merupakan komunitas musik. Namun, tahun belakangan
ni, banyak yang dakde positif e, karena tadi e, banyak yang gawe e cuma
nongkrong dan minum”. (Bilo, 12 September 2012)
Berdasarkan hasil wawancara di atas,
peneliti melihat bahwa masyarakat cenderung memiliki persepsi yang negatif
terhadap komunitas punk, dikarenakan masyarakat memandang komunitas punk hanya
dari satu sisi yakni perilaku dan penampilan sehari-hari komunitas punk yang
cenderung mengarah pada tindakan yang
negatif. Hal ini juga didukung dengan kakunya hubungan masyarakat dengan
komunitas punk sehingga masyarakat tidak melihat komunitas punk secara holistik sehingga masyarakat
dengan mudah menjudge serta mebuat label negatif pada komunitas punk.
Untuk menjelaskan relevansi dari teori
Labeling yang digunakan terhadap fokus kajian dari apa yang menjadi kajian
peneliti dalam penelitian maka perlu menganalis dua macam pendekatan teori
labeling, yaitu :
Persoalan tentang bagaimana dan mengapa
seseorang memperoleh cap atau label. Persoalan labeling ini, memperlakukan
labeling sebagai dependent variable atau variable tidak bebas dan keberadaannya
memerlukan penjelasan. Labeling dalam arti ini adalah sebagai akibat dari
reaksi masyarakat. (Atmasamita Romli, 1992 : 38). Dari perspektif Howard S.
Becker dalam Yesmir Anwar, kajian terhadap teori labeling menekankan pada dua
aspek, yaitu pertama; menjelaskan tentang mengapa dan bagaimana orang-orang
tertentu di beri cap atau label dan kedua; pengaruh atau efek dari pelabelan
sebagi suatu konsekuensi penyimpangan tingkah laku lanjutan.
Dua konsep penting dalam teori labeling
adalah, primary deviance dan secondary deviance.
Primary deviance ditujukan kepada perbuatan penyimpangan tingkah laku awal,
sedangkan secondary deviance adalah berkaitan dengan reorganisasi psikologis
dari pengalaman seseorang sebagi akibat dari penangkapan.
Penjelasan dari kedua pendekatan
tersebut adalah , pertama; cap/label tersebut menarik perhatian pengamat dan
mengakibatkan pengamat selalu memperhatikanya dan kemudian seterusnya cap/label
tersebut melekat pada diri orang itu. (Atmasasmita Romli, 1992 ; 39)
Masyarakat yang terus menerus
memperhatikan komunitas punk memberi pelabelan negatif kepada komunitas punk
berdasarkan pengamatan yang dilakukan masyarakat secara terus menerus.
Simbol-simbol yang di tunjukankan komunitas punk, gaya berpakaian dan gaya
hidup yang nyeleneh dianggap masyarakat berbeda dari konteks masyarakat pada
umumnya. Masyarakat akhirnya menganggap bahwa komunitas punk merupakan
komunitas yang anarkis dan menakutkan sehingga cap atau label tersebut melekat
pada diri komunitas punk dilihat sebagai primary deviance.
Kedua, label atau cap tersebut sudah diadopsi
oleh seseorang dan membawa pengaruh pada dirinya sehingga ia mengakui dengan
sendirinya sebagaimana cap/label itu diberikan padanya oleh si pengamat.
(Atmasasmita Romli, 1992 ; 39)
Efek labeling terhadap penyimpangan
tingkah laku berikutnya, persoalan labeling kedua adalah bagaimana labeling
mempengaruhi seseorang yang terkena label atau cap. Persoalan ini memperlakukan
labeling sebagai variable yang independent atau variable yang
bebas/mempengaruhi.
Efek dari label tersebut memberikan
suatu konsekuensi terhadap penyimpangan tingkah laku sesuai dengan reaksi dari
masyarakat terhadap suatu prilaku, maka menimbulkan suatu prilaku jahat.
Pelaksanaan kontrol sosial menyebabkan penyimpangan, sebab pelaksanaan kontrol
sosial tersebut mendorong orang masuk ke dalam peran penyimpangan. Ditutupnya
peran konvensional bagi seseorang dengan pemberian stigma dan label menyebabkan
orang tersebut dapat menjadi penyimpang sekunder, khususnya dalam
mempertahankan diri dari pemberian label. Untuk masuk kembali ke dalam peran
sosial konvensional yang tidak menyimpang adalah berbahaya dan menjadikan
penyimpang merasa teralienasi. Pemberian sanksi dan label di maksud untuk
mengkontrol penyimpangan malah menghasilkan sebaliknya. (Yesmil Anwar
Adang,2010:111).
Dengan demikian proses secondary
deviance terjadi karena cap/label dari masyarakat yang mengangap komunitas punk
merupakan komunitas yang berada di diluar sistem sosial yang mapan di anggap
menyimpang, sehingga reaksi masyarakat terhadap prilaku yang di tunjukan oleh
komunitas punk di lihat menyebabkan komunitas punk berperan atau berkelakuan
seperti apa yang di capkan oleh
masyarakat kepada mereka cap mempengaruhi diri sehingga mengakui dengan
sendirinya label yang di berikan oleh si pengamat. Kemudian proses awal
labeling terjadi setelah terjadinya tindak penangkapan, label akan lebih kuat
melekat pada pelaku penyimpangan, interaksi antara penyimpang dan agen kontrol
sosial seperti lembaga kepolisian dan peradilan dapat menimbulkan suatu prilaku
jahat sebagai bentuk penyimpangan lanjutan setelah proses hukum di berlakukan.
Proses ini dapat di lihat dari hasil
wawancara dengan salah satu perintis punk di Pangkalpinang sebagai berikut :
“Awal muncul tu kan masyarakat agik ingin
negilet kami ne, karena di anggap unik. Tapi pas agak berkembang, begitu
anggota ade yang pulang dari luar daerah, mulai tau kalo punk tu dianggap
masyarakat pemabuk, bukan punk kalo dak minum. Sude tu memang ade yang dari
awal minum-minum sebelum gabung ngajak kawan-kawan yang laen, nongkrong dak tau
waktu, kadang malem, magrib. Pernah sampe di garuk (di tangkap) polisi tengah
nongkrong sambil minum-minum. Dari situ lah orang mulai nganggep kami ni jiat,
padahal dulu biase-biase bai, cuma ngumpul, maen music. Sude tu makin lame,
makin nuwe budak-budak ni, macem kek dak takut mati agik, ilmu ap ntah yang di
bawak e dari penjara tu, yang gati minum-minum tu ade yang maling, ade yang
bekelai, terlibat kasus pengeroyokan, mungkin k tau berita e, pernah masuk
Koran, ade yang ketangkep kasus narkoba, makai kek ngedar, karena pengaruh
alkhol tadi e, make sekarang ni mending gawe yang positif-positif bai, bikin
acara, yang dapet duit pokok e, dak seger di tingok orang, orang g la muak kalo
e ngeliat kami ne, ikak g la muak kalo e”. (Bilo)
Komunitas punk yang awal
kemunculanya dianggap unik oleh masyarakat mulai mendapatkan cap/label setelah
masyarakat terus menerus mengamati penampilan unik komunitas punk tersebut dan mendapati prilaku yang di
anggap menyimpang oleh masyarakat. Anggota komunitas punk yang memang dari awal
sebelum bergabung memiliki perilaku yang menyimpang kemudian dengan leluasa
melakukan prilaku menyimpang seperti yang di persepsikan masyarakat, yakni
pemabuk, dan preman. Terlebih setelah penangkapan
oleh aparat kepolisian dan menjalani prose hukum. Dapat peneliti katakana pada
fase ini cap/label jelas sangat mempengaruhi psikologis para anggota yang
terlibat tindakan penyimpangan, terlebih setelah melalui proses hukum, sehingga
semakin kuat cap/label yang sebelumnya di dapat dan kemudian melekat. Jelas
cap/label yang di berikan oleh agen kontrol sosial yakni residivis, kriminal
membuat komunitas punk merasa teralienasi dan untuk masuk kembali kedalam
bagian masyarakat sangat berat, karena
telah di kategorikan sebagai kelompok kriminal yang kemudian berpengaruh pada
tindak penyimpangan sekunder.
Namun dengan seiring berkembangnya
komunitas punk di Pangkalpinang, tentulah sebagai kelompok sosial mereka selalu
berkembang dan mengalami perubahan-perubahan, terlebih dengan adanya cap/label
negatif yang diopresikan oleh masyarakat terhadap mereka seolah menjadi sebuah
motivasi bagi komunitas punk untuk mengikis cap/label negatif tersebut dengan
membentuk pola pencitraan di masyarakat Pangkalpinang. Hal ini perlu mendapat
perhatian serius sebagai akibat dari labeling kelompok menyimpang atau kelompok
kriminal, oleh karena itu salah satu asumsi dasar teori labeling menyatakan
bahwa labeling merupakan suatu proses yang akan melahirkan identifikasi dengan
citra sebagai penjahat. Hal ini dapat memperbesar kecendrungan penyimpangan
tingkah laku, untuk itu di butuhkan reorganisasi psikologis oleh karena sekali
cap/label itu sudah dilekatkan akan sulit akan sulit untuk melepas cap/label
yang di maksud dan kemudian akan mengidentifikasi dirinya sebagai label
tersebut. Demi mencegah prilaku-prilaku bagi angota komunitas selanjutnya, maka
upaya pencitraan kembali dalam arti kearah yang lebih positif dilakukan oleh
komunitas punk. Hal ini akan di jabarkan peneliti pada pembahasan mengenai pola pencitraan komunitas punk di masyarakat
Pangkalpinang.
Secara umum pola merupakan bentuk dan
model yang dapat di pakai untuk menghasilkan suatu bagian dari sesuatu,
khususnya jika sesuatu yang di timbulkan cukup mempunyai suatu jenis untuk pola
dasar yang dapat di tunjukan atau terlihat, yang mana sesuatu tersebut
dikatakan memamerkan pola. Pola ini biasanya di pakai sebagai acuan atau dasar
melaksanakan sesuatu yang dapat menguntungkan manusia. (http://id.wikipedia.org).
Istilah “pencitraan” pastilah sering
sekali kita dengar dalam kehidupan sehari-hari, terutama istilah “politik
pencitraan” yang sering diperbincangkan oleh media masa baik media cetak maupun
media elektronik. Namun pada kenyataannya terdapat unsur-unsur pencitraan serta
hal-hal yang membedakan antara pencitraan dan bukan pencitraan. Apakah
tindakan-tindakan, perkataan-perkataan yang dilakukan tokoh-tokoh elit politik
serta pejabat teras pemerintahan yang sering kita saksikan merupakan
pencitraan? Masyarakat biasanya memiliki definisi dan pandangan yang berbeda tentang
pencitraan.
Namun menurut Hariyanto Imadha, pengamat
prilaku dalam tulisannya di situs http://psikologi2009.wordpress.com, menjelaskan apa pengertian dan definisi dari
pencitraan, apa saja yang menjadi unsur-unsur pendukung pencitraan.
Terdapat beberapa pengertian mengenai
pencitraan diantaranya yakni: Pencitraan adalah gambaran yang dimiliki orang
banyak mengenai pribadi maupun nonpribadi, penggambaran tentang suatu tokoh
atau seseorang dalam situasi dan kondisi tertentu dan persepsi banyak orang
tentang ucapan, tindakan dan perilaku seseorang pemimpin.
Dengan demikian dapat dibuat sebuah
definisi pencitraan yaitu sebuah gambaran atau persepsi seseorang atau banyak
orang terhadap pribadi maupun nonpribadi berkaitan dengan tampilan atau
perilaku pribadi maupun nonpribadi dalam kondisi tertentu. Sedangkan
unsur-unsurnya yaitu adanya subjek pencitraan, objek pencitraan dan tujuan
pencitraan. Subjek pencitraan: pribadi atau nonpribadi. Objek pencitraan:
peristiwa atau kondisi/situasi. Tujuan pencitraan: Memberi gambaran/persepsi
yang baik terhadap subjek pencitraan.
Sedangkan perbedaan pencitraan dan bukan
pencitraan yakni, pencitraan ialah apabila perilakunya (yang baik)
dipublikasikan, baik sengaja maupun tidak sengaja dan bukan pencitraan apabila
perilakunya (yang baik) tidak dipublikasikan, baik sengaja maupun tidak
sengaja. Pada dasarnya terdapat dua macam pencitraan, pencitraan yang disengaja
seperti berbicara di hadapan banyak wartawan atau khalayak. Dan pencitraan yang
tidak disengaja seperti tanpa sepengetahuan pelaku, perilakunya di
publikasikan. Pencitraan berbentuk peristiwa-peristiwa nyata di mana selalu
terpublikasi dan di iringi dengan perilaku dan tindak lanjut yang kongkrit akan
lebih berhasil dan berdampak positif di masyarakat.
Untuk
menganalisis pola pencitraan komunitas punk di masyarakat, peneliti mengkaitkan
dengan beberapa aspek yang di dapat selama proses penelitian dilapangan dengan
apa yang dilakukan oleh komunitas punk dalam membentuk pola pencitraan terhadap
masyarakat kota Pangkalpinang. Adapun beberapa aspek pendukung pola pencitraan
yang dilakukan terdapat pola pencitraan lama dan pola pencitraann baru yang
dilakukan komunitas punk yakni sebagai berikut:
4.1.2. Pola pencitraan awal
Sebagai tolak ukur dalam
mengidentifikasi pola pencitraan komunitas punk, maka peneliti akan
mengkomparasikannya dengan pola pencitraan awal berdasarkan data yang didapat
dari hasil wawancara dengan saudara Bilo, dengan merangkumnya secara umum
kedalam beberapa poin, agar dapat di lihat perbandingan antara pola awal dan
pola baru, dan seperti apa dampak yang dihasilkan.
a.
Mengamen
Mengamen adalah suatu kegiatan bermusik,
bernyanyi dan sebagainya untuk mencari uang. Pengamen adalah penari, penyanyi,
atau pemain musik yang tidak bertempat tinggal tetap, berpindah-pindah dan
mengadakan pertunjukan ditempat umum. Kegiatan ini sejak lama telah dilakukan
oleh komunitas punk sebagai bagian dari pola pencitraan yang mereka tonjolkan,
ini awalnya bertujuan agar masyarakat melihat bahwa komunitas punk merupakan
komunitas yang mandiri, dengan mencari penghasilan melalui mengamen, dimana
lagu-lagu yang mereka nyanyikan merupakan lagu hasil karya yang mereka ciptakan
sendiri. Disamping sebagai sumber pemasukan, mereka umumnya ingin membuktikan
bahwa ideologi anti kemapanan yang mereka pahami benar-benar diterapkan dengan
mencari pemasukan melalui cara yang berbeda pada umumnya, diluar sistem yang
umumnya dikerjakan masyarakat. Maksudnya mereka dapat menghasilkan pendapatan
dengan berbagai cara dan pekerjaan seperti kerja serabutan dan mengamen tanpa
harus mengikuti sistem kerja masyarakat pada umumnya yang memiliki standart jam
kerja dan gambaran kerja.
Namun usaha yang mereka lakukan ini
tidak menghasilakn respon positif dari masyarakat, sebaliknya masyarakat justru
melihat kegiatan mengamen yang dilakukan sebagai suatu kegiatan yang dapat
merusak citra kota Pangkalpinang, karena pengamen cendrung di identikan dengan
gambaran ketidak sejahteraan suatu masyarakat perkotaan, tidak mapan, dan
identik dengan gelandangan dan anak-anak jalanan.
b.
Demonstrasi
Demonstrasi merupakan suatu pernyataan
protes yang dikemukakan secara masal, para demonstran (pengunjuk rasa)
berbondong-bondong menyampaikan sikap menentang suatu pihak, seseorang atau
suatu kebijakan sebgai sebuah upaya penekanan secara politik oleh kepentingan
kelompok. Sebagai komunitas yang muncul dengan konsep awal bentuk reaksi
masyarakat yang kondisi perekonomiannya lemah dan pengangguran di pinggiran
kota-kota Inggris, terutama kelompok anak muda, terhadap kondisi keterpurukan
ekonomi dengan bentuk sikap resistensi terhadap sistem monarki. Sikap yang
diwujudkan dalam bentuk musik yang berisi lirik-lirik perlawanan dan protes
sosial politik serta cara berpakaian yang tidak lazim, membuat komunitas punk
sering terlibat dalam beberapa kegiatan-kegiatan demonstrasi, karena merasa
akar dari ideology mereka bersentuhan dengan kegiatan-kegiatan demonstrasi.
Komunitas punk ingin menunjukan bahwa
mereka memiliki kepedulian terhadap kondisi dan dinamika sosial politik yang
sedang terjadi di masyarakat. Terhitung beberapa kegiatan demonstrasi pernah
diikuti komunitas punk seperti demonstrasi kantor Perusahaan Listrik Negara
Selindung, dan demonstrasi kenaikan Bahan Bakar Minyak. Namun upaya ini juga
justru semakin memperkuat citra sebagai komunitas perusuh dan pembuat onar.
c.
Partisipasi perayaan HUT Republik Indonesia
Perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) Republik
Indonesia merupakan salah satu momen kebangsaan yang di tunggu masyarakat umum,
karena selain sebagai refleksi perjuangan merebut kemerdekaan, perayaan HUT RI
juga kerap diisi dengan berbagai kegiatan mulai dari upacara kemerdekaan hingga
acara-acara yang bertujuan untuk meng-edukasi dan memberikan hiburan kepada
masyarakat. Seperti pesta rakyat, pawai, arak-arakan, hingga karnaval. Dalam
proses pencitraan awal, komunitas punk pun pernah ikut berpartisipasi
memeriahkan HUT RI dengan menjadi peserta karnalval.
Ini dilakukan sebagai bentuk rasa
nasionalisme yang dimiliki oleh komunitas punk, namun demikian tidak banyak
masyarakat yang memperhatikan, karena komunitas punk tidak menampilkan
identitas mereka sebagaimana yang telah banyak dikenal masyarakat khususnya
dari segi penampilan, sehingga mereka lebih cendrung dikenal sebagaimana
peserta karnaval seperti peserta lainnya. Di samping itu respon dari kegiatan
juga kurang positif karena tidak menonjolkan sisi lain yang mengandung nilai
positif, serta kurang jelasnya maksud dan tujuan dari apa yang mereka
tampilkan.
Dari beberapa poin diatas yang merupakan
indikasi pola pencitraan awal komunitas punk, dapat dilihat bahwa
kegiatan-kegiatan tersebut tidak memberikan dampak yang signifikan bagi
kemajuan dan keberadaan komunitaas punk dipangkalpinang. Hal ini dikarenakan
kegiatan-kegiatan yang dilakukan sebagai bentuk pencitraan dimasyarakat tidak
memiliki kesan positif dan daya tarik yang cukup besar bagi masyarakat, serta
masih sangat minim unsur kreatifitas dan produktifitas, terkait apa yang
dihasilkan komunitas punk juga tidak memberikan pengaruh dan kontribusi positif
bagi masyarakat. Hal ini kemudian menjadi acuan komunitas punk untuk
memodifikasi pola pencitraan awal menjadi pola pencitraan baru yang lebih
terorganisir dan memiliki nilai kontribusi baik untuk kepentingan kelompok
maupun masyarakat luas. Dengan melihat aspek pengembangan diri terhadap bakat
dan kemampuan yang dimiliki oleh tiap anggotanya serta membuka diri dan menjalin
hubungan dengan masyarakat luas untuk mendukung pola pencitraan baru yang akan
dilakukan sehingga pola pencitraan baru yang dilakukan komunitas punk menjadi
lebih berkembang, seperti yang akan dijabarkan sebagai berikut :
4.1.3. Pola Pencitraan Baru
a.
Recording Album
Recording adalah proses merekam suatu
suara, dalam prakteknya merekam suara dilakukan secara terarah oleh penata
musik, contohnya seperti ketika akan merekam sebuah suara dari gitar listrik
maka output dari gitar/effect akan di masukkan ke input sound card untuk dapat
disimpan dan di padukan menjadi suatu musik, begitu juga untuk instrument
lainnya. Dalam recording, terdapat beberapa hal yang juga mendukung proses
pembuatan sebuah musik, yakni mixing dan mastering.
Mixing adalah hal yang paling
berpengaruh dalam proses pembuatan sebuah musik, mixing adalah tahap lanjutan
dari proses recording tersebut, mixing juga merupakan tahap koreksi, membuang,
mengelola dan menambahkan efek, hingga memilih sound yg diinginkan, semua
proses penyuguhan konsep musik secara lebih jelas ada ditahap ini. Jadi untuk
menghasilkan suatu musik yang sempurna dan memiliki komposisi suara instrument
yang seimbang mixing haruslah dilakukan dengan sangat teliti.
Sedangkan Mastering merupakan tahapan
akhir dalam pembuatan sebuah lagu/musik, mastering adalah suatu proses
menyamakan gain atau besarnyaa volume sesuai dengan standard broadcast
internasional, jadi ada perlakuan khusus dan ada indikator "level"
khusus, bukan secara kasar membesarkan volume
secara sembarangan, ada ketentuannya agar music tidak pecah atau
mengalami distorsi jika diputar di radio, televisi dan media pemutar suara
lain. Ini bertujuan agar bagaimana lagu/musik tetap terdengar stabil ketika di
putar disemua media. Tahap mastering juga mengakibatkan sound menjadi lebih
detail terdengar, lebih halus, dan megah. Pada tahap ini tidak ada lagi tahap
penambahan atau editing, hasil dari mastering ini, sudah layak untuk diputar di
media.
Album sendiri merupakan buku yang berisi
kumpulan foto (potret), perangko dan sebagainya, atau juga bisa berarti
kumpulan lagu dalam sebuah rekaman kaset atau piringan hitam. Sesuai dengan
konteks penelitian ini, maka pengertian album yang dipakai yaitu, kumpulan lagu
atau musik yang memiliki susunan/urutan yang konsisten dalam sebuah rekaman
kaset atau piringan hitam.
Namun seiring perkembangan jaman,
bentuk/format sebuah rekaman tidak lagi hanya berupa kaset dan piringan hitam,
tapi sekarang sebuah rekaman ada juga yang berupa data digital dalam bentuk
cakram optik dengan format CD (Compact Disc) dan DVD (Digital Versatile Disc)
yang dapat memuat lagu dalam jumlah yang cukup banyak.
Berkaitan dengan pola pencitraan yang
dilakukan komunitas punk, aspek yang di jelaskan berikut telah dilakoni oleh
komunitas punk beberapa tahun setelah terbentuknya komunitas punk di
Pangkalpinang untuk menciptakan stimulus pencitraan yang positif tentang
komunitas punk di Pangkalpinang. Di mulai dari generasi terdahulu mereka yang
hanya menggunakan media berupa kaset tape hingga yang sekarang menjadi
kebanggan komunitas punk dalam bentuk kaset CD yang di sebarkan luaskan secara
independent oleh mereka kepada masyarakat Pangkalpinang khususnya kalangan
remaja, yang di awalai dari sesama
anggota komunitas hingga menyebar ke kalangan masyarakat dengan cara
underground. Seolah ingin menunjukan bahwa akar punk adalah music, maka
recording album ini menjadi salah satu alat pencitraan komunitas punk di
masyarakat Pangkalpinang. Karena selain dapat menunjukan bahwa komunitas punk
merupakan komunitas yang produktif, juga di anggap sebagai salah satu media
untuk menyuarakan aspirasi yang mereka miliki sehingga kondisi social yang
sedang berkembang saat ini yang menurut pemahaman mereka dianggap tidak sejalan
akan dengan segera mereka kritisi melalui media yang memang merupakan titik
dasar pergerakan punk yakni music/lagu yang di dalamnya terdapat
teriakan-teriakan protes lantang yang terkadang menjurus pada provokasi
terang-terangan pendengarnya lewat lirik lagu yang disampaikan. Hal ini juga
dapat di lihat dari pernyataan salah satu personel band di komunitas punk di
Pangkalpinang yakni:
“Kegiatan yang sering saya dan teman-teman lakukan
adalah bikin lagu, kemudian recording lagu-lagu yang telah kami bikin secara
berkala. Lagu-lagu yang kami bikin kebanyakan tentang pandangan-pandangan kami
terhadap situasi yang sedang berkembang di masyarakat saat ini, mulai dari
kehidupan sosialnya, politik, dan budaya. Penyebarannya kami lakukan dari
jejaring-jejaring social di internet, dari orang ke orang, semua kami lakukan
sendiri. Meski demikian lagu yang kami bikin cukup mendapat perhatian di
masyarakat, apa lagi anak muda yang menyukai lagu-lagu keras, cukup banyak yang
menyimpan lagu kami. Padahal awalnya hanya dari sesama anggota komunitas,
kemudian sampai ke anak muda di Pangkalpinang. Kami juga pernah di undang
talkshow di salah satu radio swasta di Pangkalpinang untuk membahas masalah
lagu kami ini, setelah itu lagu kami juga sering mereka putar. Kami juga pernah
di undang ke acara-acara music di seputaran pulau Sumatra”. (Edi, vokalis 11
September 2012)
Berdasarkan hasil wawancara di atas
dapat di lihat bahwa pola pencitraan yang di lakukan melalui recording album
cukup berhasil di terapkan komunitas punk di masyarakat kota Pangkalpinang,
terbukti bahwa pencitraan yang komunitas punk lakukan ini sukses karena dapat
dilihat karya-karya yang mereka hasilkan cukup mendapat perhatian masyarakat.
Dengan di undangnya mereka untuk talkshow di radio menandakan bahwa media masa
dalam bentuk media elektronik yakni radio tertarik dengan karya yang di buat
oleh komunitas punk, dengan demikian melalui karya yang mereka hasilkan ini
diharapkan dapat memberikan persepsi positif
pada masyarakat Pangkalpinang tentang komunitas punk, karena melalui
talkshow yang antara komunitas punk dengan pihak radio, secara tidak langsung
komunitas punk juga dapat melakukan pencitraan lanjutan yang lebih melalui
pernyataan-pernyataan yang dilontarkan oleh tiap-tiap anggota komunitas pada
sesi tanya jawab berlangsung. Hal ini dapat di lihat dari kutipan hasil tanya
jawab pada talkshow komunitas punk dengan pihak radio dalam acara Rock in Jess
pada tanggal 14 September 2012 pukul 23.00 Wib sebagai berikut :
“Kami ingin masyarakat tahu bahwa punk merupakan jati
diri, semangat karena punk tidak membedakan senior dan junior, tidak ada wakil
atau pun ketua. Punk merupakan komunitas yang arah pergerakannya adalah tentang
social, melawan system yang tidak sesuai menurut kemanusiaan, karena seperti
yang kita ketahui system kita saat ini banyak yang mencekam dan korup, oleh
karena itu kami akan terus melawan dan mengkritik pemerintahan yang korup, kami
hadir untuk mencoba mengkrtik system yang menyimpang lewat lagu. Banyak
kegiatan yang kami lakukan, salah satunya bikin lagu dan rekaman. Kami beharap
untuk semua masyarakat jangan pernah menganggap anak punk bajingan atau sampah
masyarakat, kita semua sama. Kami bukan teroris, jadi jangan hanya melihat kami
dari sisi satu sisi saja, walau pun penampilan kami seram, tapi hati kami ini pink”. (Flow, vokalis 2)
Terlihat dari pernyataan salah satu
anggota komuntas punk pada kutipan
talkshow antara komunitas punk dengan pihak radio bahwa jelas komunitas punk
mencoba untuk mencitrakan diri mereka sebaik mungkin melalui album yang mereka
produksi, dimana mereka mengatakan jika lagu-lagu yang mereka buat tak lain
adalah bertujuan untuk mengkeritik sistem sosial politik yang mereka anggap
menyimpang. Disamping itu, pernyataan-pernyataan yang di lontarkan oleh salah
satu anggota komunitas punk bahwa komunitas punk juga merupakan komunitas yang
tidak melulu menjurus kepada kegiatan negatif, tapi juga merupakan komunitas
yang produktif dan dapat menghasilkan hal-hal yang positif sepertian penjelasan tentang pengertian
pencitraan seperti yang telah di jelaskan sebelumnya yakni persepsi banyak
orang tentang ucapan, tindakan dan perilaku seseorang. Sehingga jika di teliti
lebih dalam dari pernyataan yang di ungkapkan salah satu anggota komunitas
punk, mereka berusaha untuk menggiring persepsi masyarakat dalam hal ini
pendengar radio melalui ucapan-ucapan mereka, dan penjelasan-penjelasan mereka
tentang tindakan dan prilaku positif yang mereka lakukan agar dapat di ketahui
lebih jauh oleh masyarakat.
Berdasarkan pengamatan peneliti pada
saat acara berlangsung, ketertarikan masyarakat terhadap komunitas punk juga
terlihat selama acara berlangsung, banyak dari pendengar yang tertarik untuk
berinteraksi dengan mereka pada saat talksow baik via telepon maupun pesan
singkat (sms), juga mulai di putarnya lagu-lagu mereka di radio tempat mereka
talkshow merupakan indikasi jika pola pencitraan yang mereka lakukan
berhasil.
b.
Produksi dan
Penjualan Aksesoris
Aksesoris merupakan produk yang dibuat
sebagai pelengkap pakaian agar terlihat lebih menarik. Banyak sekali jenis aksesoris fashion
yang sangat bagus seperti tas tangan, topi, ikat pinggang, jam tangan, kaos,
jaket, kacamata, pin dan perhiasan seperti kalung, gelang, cincin, dan
anting-anting.
Dalam
dunia busana, aksesori (atau aksesoris) adalah benda-benda yang dikenakan
seseorang untuk menambah keindahan bagi si pemakai. Bentuk aksesori bermacam-macam
dan banyak di antaranya terkait dengan peran gender pemakainya. Untuk
menghasilkan suatu produk khususnya aksesoris, tentu memerlukan proses produksi
sehingga menghasilkan suatu produk. Produksi
merupakan salah satu kegiatan yang berhubungan erat dengan kegiatan ekonomi.
Melalui proses produksi bisa dihasilkan berbagai macam barang yang dibutuhkan
oleh manusia. Tingkat produksi juga dijadikan sebagai patokan penilaian atas
tingkat kesejahteraan suatu negara. Jadi tidak heran bila setiap negara
berlomba - lomba meningkatkan hasil produksi secara global untuk meningkatkan
pendapatan perkapitanya. Secara umum Produksi merupakan upaya atau kegiatan
untuk menambah nilai pada suatu barang. Arah kegiatan ditujukan kepada
upaya-upaya pengaturan yang sifatnya dapat menambah atau menciptakan kegunaan
dari suatu barang atau mungkin jasa.
Dalam dunia
perdagangan, faktor kunci yang sangat menentukan dalam mendukung aktifitas
usaha, adalah penjualan. Faktor inilah yang menjadi kunci sekaligus indikator
apakah sebuah usaha perdagangan dapat
dikatakan mengalami kemajuan atau sebaliknya, mengalami kemunduran. Bahkan bila
dikaitkan dengan proses produksi dalam suatu perusahaan, hampir bisa dipastikan
tanpa adanya penjualan atau pemasaran dari produk yang dihasilkan, perusahaan
tersebut akan mengalami kerugian .
Penjualan sendiri merupakan suatu
kegiatan yang terpadu untuk mengembangkan rencana-rencana strategis yang
diarahkan pada usaha pemuasan kebutuhan dan keinginan pembeli, guna mendapatkan
penjualan yang menghasilkan laba. Di dalam komunitas punk sendiri, aksesoris
merupakan hal yang tidak dapat di pisahkan dari komunitas punk, aksesoris dalam
punk merupakan salah satu barang untuk mendukung ciri atau identitas komunitas
punk, contohnya seperti baju, emblem, gelang, kalung, gesper, jaket dan stiker.
Mereka memproduksi dan menjual aksesoris sendiri dengan modal yang terbatas
bertujuan untuk memperkenalkan dan memasarkan simbol-simbol punk yang
terdapat pada aksesoris yang di hasilkan
kepada masyarakat luas. Tahapan-tahapan mulai dari produksi hingga penjualan di
lakukan oleh komunitas punk secara mandiri tanpa campur tangan pihak lain,
mulai dari penentuan desain atau tema, variasi produk, hingga penentuan bahan
yang merupakan bagian dari proses produksi. Di samping itu proses pemasaran
juga di lakukan sendiri dengan cara-cara dan media-media yang memungkinkan
untuk proses promosi dan penjualan, realitas ini di dukung berdasarkan hasil
wawancara di lapangan sebagai berikut :
“Kami
memproduksi berbagai aksesoris, kebanyakan tapi kaos, jaket, gelang, sticker
kek emblem. Selain sebagai sumber pendapatan, juga supaya masyarakat ne lebih
kenal ape bai produk-produk khas punk yang belum di ketahui kek masyarakat.
Memang jumlah e dak terlalu banyak, kami produksi g dk nentu, tapi pelan-pelan
lah, sege modal g kecil. Kami biase ngejual e dari mulut ke mulut, di order di
facebook, kadang g buka lapak lah di Alun-alun tiap malem minggu, atau dak kalo
ade acara tengah ramai. Lumayan lah untung e, tapi banyek e yang beli ne
budak-budak dirik lah (komunitas punk), men masyarakat agak kurang, kalo yang
hobi-hobi kek music keras bai beli,tu ge dak banyak”. (Prima, 3 Oktober 2012)
Berdasarkan hasil wawancara di atas,
dapat di analisis jika usaha yang dilakukan belum maksimal karena produk
aksesoris yang di hasilkan oleh komunitas punk hanya dibeli oleh sedikit orang,
terbatas pada anggota komunitas saja, hanya sebagian dari masyarakat yang
tertarik dengan produk aksesoris yang mereka hasilkan, ini disebabkan karena
produk aksesoris yang di hasilkan komunitas punk bukan merupakan produk masal
yang dapat di terima dan di pakai oleh semua kalangan di masyarakat, hanya
kalangan tertentu saja yang khususnya masyarkat yang memiliki hobi yang
berhubungan. Namun demikian usaha untuk mencitrakan diri sebagai komunitas yang
produktif sudah dapat di lihat dari aspek ini, ini menandakan jika komunitas
punk merupakan komunitas yang memiliki skill dan kreatifitas untuk mengasilkan
suatu barang yang memiliki nilai jual.
c.
Konser Musik
Konser
berasal dari bahasa Italia : concerto
dan Latin : concertare yang
artinya berjuang,berlomba dengan orang lain Konser adalah suatu pertunjukan langsung, biasanya musik, di depan penonton. Musik dapat dimainkan oleh musikus tunggal, kadang disebut resital, atau suatu ensembel
musik,
seperti orkestra, paduan
suara,
atau grup musik. Konser dapat diadakan di berbagai jenis
lokasi, termasuk pub, klub malam, rumah, lumbung, aula konser khusus, gedung serbaguna, dan bahkan stadion olahraga. Konser
yang diadakan di suatu tempat yang sangat besar kadang disebut konser
arena. Di manapun dilangsungkan, musisi biasanya tampil di atas suatu panggung. Sebelum meluasnya musik rekaman, konser
merupakan satu-satunya kesempatan bagi seseorang untuk mendengarkan penampilan
seorang musisi.
Untuk
menonton suatu konser biasanya dikenakan biaya, walaupun banyak juga yang
gratis. Acara konser memberikan keuntungan bagi musisi, pemilik tempat, dan
pihak lain yang terlibat dalam suatu konser,
atau pada beberapa kasus untuk konser amal. Tur
konser adalah suatu rangkaian konser oleh seorang
atau beberapa musisi yang dilakukan di beberapa kota atau lokasi. Kegiatan
konser semacam ini juga sering kali di gelar oleh komunitas punk dan seolah
menjadi bagian dari pola pencitraan yang tidak terpisahkan antar satu dengan
yang lainnya, dimana konser music ini kerap di jadikan sebagai tempat untuk
mendukung proses promosi pada komunitas punk, mulai dari album atau lagu-lagu
yang baru di lounching atau pun produk-produk yang mereka produksi. Kegiatan
konser musik ini juga sering memberikan keuntungan bagi komunitas punk karena
untuk dapat menyaksikan acara yang diselenggarakan, haruslah membayar tiket
masuk dengan harga tertentu disamping itu band yang ingin berpartisipasi
sebagai pendukung acara juga di kenakan biaya registrasi. Pada acara
konser-konser music yang di gelar oleh komunitas punk juga kerap menampilkan
band-band beraliran punk yang cukup memiliki banyak fans baik dari kalangan
komunitas maupun masyarakat luas. Mereka juga terkadang menggelar konser dengan
band pengisi acara yang di dominasi oleh band-band punk, tujuannya adalah untuk
mengangkat musik punk dan memberikan tempat bagi musisi-musisi punk untuk
menunjukan karya mereka kepada masyarakat umum, karena sering para musisi-musisi punk mendapatkan
diskriminasi terkait dengan kebebasan mereka untuk berekspresi pada
kegiatan-kegiatan yang bersentuhan langsung dengan masyarakat umum, seperti
hasil wawancara berikut ini :
“Kami gati mendapatkan diskriminasi dari
masyarakat terkait kek pilihan kami untuk tampil dan bermusik dengan punk.
Sering missal ade acara-acara music yang di selenggarakan instansi pemerintahan
dak memperbolehkan kami tampil, padahal acara e pesta rakyat, kayak HUT
Pangkalpinag, atau Babel Expo kemaren. Padahal kan pesta rakyat, acara e untuk
rakyat, kami ne kan bagian dari rakyat lah, jangan mentang-mentang penampilan
kami kayak ne di anggap dk punye kreatifitas, men cem tu same la kek
menghalangi kebebasan orang nek ber ekspresi. Make e sekrang ne along bikin
acara sendiri lah, dirik-dirik lah maen e, aturan dirik lah, biar orang tau
kami ne g pacak bikin acara, acara kami g dk kalah meriah e, aman, dak kayak
acara-acara dangdut, senggol dikit bacok, ribut”. (Katana Nusa A.K.A Badro, 17
September 2012 )
Pernyataan yang sama juga di sampaikan
pada talkshow tanggal 14 September 2012 yakni :
“Kepada pemerintah dan pihak kepolisian, kami
berharap agar semua jangan pernah menganggap anak punk bajingan dan sampah,
kita sama. Kami juga bisa mengadakan acara-acara yang positif, dari pada
nongkrong gak karuan, lebih baik buat acara, ramai, bisa ngumpul, biar ada
nilai positifnya, kita ingin mencoba membangun komunitas, kita ingin di kasih
izin walaupun acaranya seram. Berilah kami kebebasan untuk berekspresi, tidak
perlu di jaga polisi, supaya teman-teman bisa puas pogo, dan kami jamin tidak
aka nada yang berkelahi, pasti aman sepperti acara-acara kami sebelumnya, kami tidak akan anarkis. Karena kami punya
style sendiri, jadi perlu ada kemudahan dalam perizinan, biar tidak di anggap
pembangkang, padahal kami taat pemerintah.boleh lah di lihat, di buktikan
acara-acara yang sebelumnya kami selenggarakan, tidak pernah anarkis,
berkelahi, padahal penontonnya campur, bukan Cuma anak-anak punk saja, banyak
juga masyarakat dan komunitas lainnya. Kami juga pernah beberapa kali maen di
Palembang, melakukan tur konser”. (flow, vokalis)
“Ne kelak tanggal 14 Oktober ne kami maen agik di
Palembang, gabung kek konser tur turttel JR dari Bandung, nah malem ne (tanggal
12 Oktober kami di undang talkshow agaik di radio, ngebahas masalah tur ne
lah”. (flow, 12 Oktober 2012)
Pendapat dari beberapa informan di atas
sangat jelas jika komunitas punk menginginkan agar masyarakat mulai melihat
mereka dari sudut pandang yang berbeda,
dalam hal ini pada kegiatan konser musik yang dengan gamblang menggambarkan
betapa mereka ingin dengan konser musik yang diselenggarakan, masyarakat dapat
melihat hal-hal positif yang mereka lakukan. Dan dari pernyataan bahwa banyak masyarakat
umum yang ikut menonton meski pun harus membayar sejumlah uang untuk tiket
masuk menggambarkan jika acara yang
mereka lakukan menarik perhatian masyarakat, mampu berbaurnya masyarakat umum
dengan komunitas punk yang sama-sama ikut menonton konser yang di selenggarakan
seolah mencitrakan jika komunitas punk bukan lah komunitas yang anarkis, acara
yang di selenggarakan tidak lah seram dan “chaos”
seperti gambaran banyak masyarakat. Pernyataan tersebut seolah menyiratkan jika
komunitas punk membutuhkan suatu dukungan untuk menyalurkan bakat dan ekspresi
mereka serta menegaskan jika mereka juga mampu menghandle suatu kegiatan
positif tanpa harus khawatir acara yang di buat akan menimbulkan kekacauan,
karena mereka berpendapat dapat menjaga keamanan dan ketertiban selama acara
berlangsung.
Dukungan
juga banyak di berikan masyarakat khususnya pecinta musik rock pada saat band
bentukan kpmunitas punk akan melakukan tur konser ke Palembang melalui
ucapan-ucapan baik melalui sms, telepon interaktif maupun melalui facebook
seperti yang berhasil di kutip sebagai berikut :
“Semangat
terus Gilo Babi, raih lah cita-cita mu. Kami akan selalu mendoakan yang terbaik
untuk kalian. Semoga selamat sampai tujuan, dilancarkan di jalannyamoga sukses,
Gilo Babi is the best lah”. (Dicki)
“Semoga
sukses berjuan di negeri seberang, mohon doanya buat semua kepada band punk
asal Pangkalpinang kita tercinta ini”. (Ina Hanisa)
Dukungan di atas dapat dilihat sebagai
penerimaan masyarakat terhadap karya-karya berupa lagu/musik yang di ciptakan
oleh komunitas punk, masyarakat khususnya pecinta music rock mengapresiasi
karya yang mereka hasilkan.
d.
Bengkel, Art
Deco, dan Airbrush
Pengertian bengkel secara umum merupakan
tempat (bangunan atau ruangan) untuk perawatan dan pemeliharaan, perbaikan,
modifikasi alat dan mesin (alsin), tempat pembuatan bagian mesin dan perakitan
mesin.
Art Deco adalah sebuah
gaya yang popular pada tahun 1920 hingga 1939, banyak digunakan pada desain
arsitektur , desain industri, desain interior, lukisan, seni grafis dan film.
Nama Art Deco berasal dari pameran yang berjudul Paris exposition des Art
Decoratifs et industries pada tahun 1925 di Perancis. Art Deco, dalam
pengertian tertentu adalah gabungan dari berbagai gaya dan gerakan pada awal
abad ke-20. Art Deco sangat terkenal dengan mobil, kapal Laut dan pesawat
terbang yang dianggap sebagai simbol modernitas. Popularitas Art Deco memuncak
pada 1920-an, Art Deco murni bersifat dekoratif. Pada masa itu, gaya ini
dianggap anggun, fungsional, dan ultra modern. Saat ini pun Art Deco masih
tetap di gunakan khususnya pada modifikasi seni lukis pada badan pesawat,
mobil, kapal laut, dan sepeda motor.
Airbrush merupakan teknik seni gambar
yang menggunakan tekanan udara untuk menyemprotkan cat atau pewarna pada bidang
kerja. Setidaknya ada dua jenis airbrush, Pertama yaitu Airbruh Single
Action, berfungsi untuk mewarnai bukan untuk melukis detail-detail besar,
biasanya hanya dipakai untuk mewarnai atau mempercepat pewarnaan padatahap awal
melukis.
Airbrush dualaction (paintbrush) dengan
alat ini kita bisa mengatur besar/kecilnya cat yang keluar dari airbrush,
karena airbrush dual action memiliki ukuran yang berbeda pada nozzle dan
jarumnya. Beberapa anggota komunitas punk juga memiliki usaha bengkel perbaikan
dan perawatan khususnya untuk kendaraan sepeda motor, beberapa seni modifikasi
seperti yang di jabarkan di atas juga di kerjakan oleh mereka. Usaha bengkel
mereka bernama Studio Art, dan beralamat di kelurahan Opas Indah (belakan
Kantor Pengadilan Negeri Pangkalpinang), ini juga dilihat sebagai salah satu
aspek pola pencitraan komunitas punk, karena berdasarkan data yang di peroleh
di lapangan menunjukan jika penerimaan masyarakat terhadap usaha bengkel yang
di miliki oleh komunitas punk cukup baik. Hal ini juga di dukung dengan
pernyataan salah satu pemilik bengkel dalam wawancara berikut ini :
“Bengkel ne buka e sejak tahun 2009
kemaren, kami menerima pengerjaan Art Deco, Airbrush, kek reparasi mesin. Awal
e kami buka selain hobi kan, hobi otomotif, hobi seni, usaha bengkel ne
menghasilkan uang juga, biar pacak nunjukin bakat ke masyarakat, biar dak
timbul fitnah jok. Awal e Cuma dari mulut-ke mulut lah orang tau e, mulai dari
kawan-kawan di komunitas, sampe sekarang di kenal orang banyak, malah perna
jasa kami di pakai kek PT Koba Tin. Men dari pernyataan pelanggan ne banyak
yang puas lah kek hasil pengerjaan kami, ne bukti e pacak k liet la sendiri,
banyak kayak ne kerjaan, kadang la tegayel. Dulu awal e sebulum e kan kami
nge-punk ne dianggep sebelah mata, di anggep negatif lah, tapi sekarang yang
dari ugal-ugalan dengan bengkel ne sampai di liet orang sisi positif e. dari karya
kami ne masyarakat mulai nerima lah, sampai sekarang mulai di kenal orang, ape
agik warga sekitar opas, rate-rate pelanggan di sini, sampai kek masyarakat
luas, ntah dari mane-mane ntah g kadang kesini lah merik gawe e”. (Akbar AKA Papank, 28 September 2012 )
Jika di cermati dari pernyataan informan
di atas, maka dapat di katakana jika usaha-usaha komunitas punk mendapat respon
yang cukup positif dari masyarakat. Dengan maksud untuk menunjukan bakat yang
mereka miliki untuk kemudian di ketahui oleh masyarakat luas sehingga perlahan
masyarakat mulai tertarik dan percaya dengan kualitas pekerjaan yang di miliki
komunitas punk membuat status mereka sebagai komunitas punk yang di cap negatif
tidak lagi di permaslahkan masyarakat. Kemudian dari pernyataan “biar dek
timbul fitnah” (supaya tidak menimbulkan fitnah) menggambarkan adanya usaha
untuk memperbaiki citra komunitas punk, khususnya yang berada di lingkungan Opas
Indah agar tidak di anggap komunitas yang hanya memberikan kesan negatif di
masyarakat, sehingga mereka berusaha untuk memberikan citra yang baik kepada
masyarakat melalui kegiatan yang positif dan memberikan kontribusi bagi
masyarakat. Terbukti, dari persepsi awal masyarakat yang menganggap sebelah
mata dan ugal-ugalan lambat laun mulai berubah menjadi penerimaan, bahkan usaha
bengkel yang mereka geluti mulai di kenal masyarakat luas dan banyak masyarakat
yang mempercayakan pengerjaan perbaikan sepeda motor kepada mereka.
4.2.
Dampak Pencitraan Terhadap Keberadaan Komunitas Punk
Untuk mengetahui dampak apa saja yang di
hasilkan dari pola pencitraan yang dilakukan komunitas punk, peneliti melakukan
analisis terhadap poin-poin hasil observasi. Analisis dilakukan setelah hasil
observasi dan pengumpulan data cukup untuk menggambarkan pola pencitraan yang
dilakukan komunitas punk. Gambaran-gambaran awal yang di dapat selama proses
pengamatan berlangsung memberikan arahan serta gambaran pengambilan tindakan
terhadap proses pengumpulan data yang selanjutnya akan dilakukan. Hasil
observasi diatas juga di komparasikan dengan data yang di dapatkan dilapangan
sehingga dapat terlihat dengan jelas dampak apa saja yang dihasilkan dari pola
pencitraan komunitas punk.
Dengan adanya pola pencitraan yang
terbentuk dari beberapa aspek pada komunitas punk mengahasilkan beberapa respon
positif dari masyarakat terkait dengan aspek-aspek pola pencitraan yang di
lakukan. Indikasinya adalah dari beberapa aspek
seperti yang telah di jabarkan sebelumnya, terlihat bagaimana
usaha-usaha yang di lakukan komunitas punk mulai dari pola awal hingga
terbentuknya pola baru sebagai bentuk modifikasi dan perbaikan pola pencitraan
yang lambat laun mulai menarik perhatian masyarakat kemudian mulai merubah cara
pandang masyarakat terhadap komunitas punk dan berimplikasi pada penerimaan
terhadap eksistensi komunitas punk. Dari beberapa data yang di himpun, peneliti
akan menjabarkan dampak yang di hasilkan dari pencitraan yang di lakukan oleh
komunitas punk di masyarakat Pangkalpinang sebagai berikut :
4.2.1.
Merubah Pandangan Mayarakat Terhadap Komunitas Punk
Di lihat dari beberapa aspek pola
pencitraan yang telah di jabarkan sebelumnya, pola pencitraan yang di lakukan
komunitas punk berdampak pada mulai berubahnya pandangan masyarakat terhadap
komunitas punk. Dengan aktivitas-aktivitas dan kegiatan-kegiatan positif yang
di lakukan oleh komunitas punk, perlahan mulai mengikis anggapan bahwa
komunitas punk merupakan komunitas yang negatif seperti yang selama ini hanya
terlihat dari visualisasi masyarakat pada umumnya saja. Seringnya komunitas
punk tampil dengan berbagai kegiatan positif di tengah-tengah masyarakat seolah
menampik anggapan miring masyarakat terhadap komunitas punk, dari rangkuman
data yang di dapat selama di lapangan dimana pada beberapa aspek mendapatkan
penerimaan yang baik dari masyarakat seperti banyaknya masyarakat yang datang
menyaksikan konser musik yang di selenggarakan serta mau berbaurnya masyarakat
pada saat acara berlangsung menunjukan bahwa masyarakat merasa jika acara yang
di selenggarakan komunitas punk merupakan acara yang aman, jauh dari kesan
anarkis seperti yang di khawatirkan masyarakat, seperti hasil wawancara berikut
ini :
“Kreatif dengan ade e acara-acara musik
yang di selenggarakan dorang, sering terlibat dalam kegiatan sosial lah dorang
tu. Men masalah penampilan wajarlah name e ge anak punk, yang penting ade
kontribusi e untuk masyarakat.” (M Maulana)
Bahkan ketua Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD) Bangka Belitung H. Ismiryadi yang sengaja di undang menyempatkan
diri untuk hadir pada pelaksanaan kegiatan konser amal Distorsi Akhir Tahun
yang di selenggarakan pada tanggal 30 Desember 2012, bukan hanya datang
memberikan dukungan, H, Ismiryadi pun memberikan bantuan dana untuk membantu
keperluan penyelanggaraan acara. Dukungan H. Ismiryadi ini dapat di lihat dari
kata sambutan yang di sampaikan pada Minggu 30 Desember 2012, pukul 20.30 yakni
:
“Saya pribadi menyambut baik
kegiatan yang di selenggarakan ini, komunitas ini harus terus di pertahankan
dan dikordinir dengan benar. Karena
bisa dijadikan salah satu potensi pengembangan bakat pemuda. Harus di sediakan
ruang untuk mengembangkan diri kearah yang lebih positif, karena
ini termasuk kelompok yang unik yang bisa menjadi daya tarik daerah. Saya juga
mengucapkan maaf atas perlakuan yang mungkin kurang
menyenangkan di masa lalu, semoga hubungan baik ini tetap terjaga, dan saya
pribadi juga mengajak 3 band untuk ikut meramaikan acara tahun baru yang saya
selenggarakan besok”.
(H.
Ismiryadi)
Dari
pernyataan H. Ismiryadi diatas dapat dilihat jika penerimaan terhadap komunitas
punk perlahan sudah mulai membaik, himbauan agar komunitas punk di kordinir dengan
baik memberikan gambaran bahwa beliau ingin komunitas punk tetap menjadi bagian
masyarakat yang tentunya memiliki kegiatan positif. Bahkan beliau menginginkan
di berikannya ruang untuk kemunitas punk mengembangkan diri, secara langsung
beliau pun mengajak beberapa band untuk ikut meramaikan kegiatan yang ia
selenggarakan sebagai bentuk dukungan dan penerimaannya. Ini tentu memberikan
angin segar terhadap keberadaan komunitas punk dimana seorang wakil rakyat yang
menjadi publik figur cukup membuka diri dan menerima keberadaan komunitas punk,
bisa jadi tindakan beliau ini akan memberikan pemahaman yang lebih positif
kepada masyarakat terhadap komunitas punk.
Di samping itu lagu-lagu yang mereka
ciptakan juga cukup menarik perhatian masyarakat khususnya pecinta musik keras,
dengan di putarnya lagu mereka di radio setelah mereka di undang talksow, ini
juga menunjukan bahwa karya mereka cukup di terima dan layak untuk di
pertimbangkan kualitasnya. Ini dapat dilihat dari foto-foto hasil dokumentasi
beberapa kegiatan komunitas punk di halaman lampiran.
4.2.2.
Penerimaan Terhadap Eksistensi Komunitas Punk
Melihat
dampak dari pola pencitraan yang dilakukan komunitas punk, tentu berpengaruh
pada eksistensi mereka yang di akui dengan di terimanya karya-karya yang mereka
hasilkan baik dari seni musik berupa recoding album, maupun seni lukis yang di
tuangkan dalam Art Deco dan Airbrush.
Jika di telaah lebih jauh, masyarakat mulai mengakui hasil karya yang di
hasilkan oleh komunitas punk sebagai suatu hal yang positif dan memberikan
kontribusi bagi masyarakat, usaha bengkel yang di geluti terbukti mendapat
respon positif dalam bentuk kepercayaan masyarakat untuk menyerahkan pengerjaan
perbaikan dan modifikasi sepeda motor mereka kepada komunitas punk.
Masyarakat
yang semula melihat komunitas punk sebagai pembawa pengaruh negatif ternyata
memiliki potensi yang sangat bagus untuk di kembangkan, sehingga
dukungan-dukungan pun mulai di berikan kepada komunitas punk yang mencitrakan
diri sebagai komunitas yang positif dan produktif seperti terlihat dari hasil
wawancara berikut ini :
“Misal ngeliet dari segi kegiatan yang
di bikin bagus, harus di sediakan temapat kek dikasih modal dorang tu, bagi
yang punye usaha, di bikin acara untuk nyalurin bakat dorang, lebih di
perhatikan, di buat forum atau lembaga untuk ngebekali dorang dengan skill”.
(Sulasta)
“Bagus
gawe dorang, ku kek kawan-kawan ku ge gati lah mucak motor di bengkel dorang.
Rapi gawe e, sude gambar e bagus, ade seni lah, dak sangat mahal sude tu. Bagus
lah pokok e”. (Manggala)
Ini mengindikasikan jika keberadaan
komunitas punk mulai dilihat sebagai komunitas yang memiliki nilai positif dan
memiliki kontribusi bagi masyarakat. Dimana kemampuan yang dimiliki oleh
komunitas punk di terima dan di akui masyarakat sebagai suatu hal yang positif
dan bernilai guna.
4.2.3.
Dukungan Media Masa
Media
masa mulai tertarik dengan aktivitas yang di lakukan komunitas punk dan mulai
memahami arah pergerakan komunitas punk, media mulai menyadari bahwa akar dari
komunitas punk merupakan musik dan setiap karya yang di hasilkan perlu di
dukung agar dapat memotivasi kepada hal yang lebih positif guna mendukung
perkembangan suatu daerah. Media juga mulai menjadikannya sebagi komoditi
berita bagi durasi siaran yang akan memberikan sarana interaksi dan jembatan
bagi komunitas punk untuk melakukan pola pencitraan kepada masyarakat dalam hal
ini pendengar radio. Hal ini dapat di pahami ketika mereka di undang dan di
publikasikan lewat siaran radio, di berikannya kesempatan komunitas punk untuk
mendeskripsikan komunitas mereka kepada khalayak umum dan mempromosikan hasil
karya mereka tentu memberikan dampak yang positif bagi komunitas terkait citra
mereka di masyarakat.
Untuk
mendukung penguatan dampak yang diperoleh dari pola pencitraan komunitas punk
seperti yang di jabarkan di atas, peneliti juga akan melengkapi dengan beberapa
hasil wawancara dengan warga Pangkalpinang sebagai berikut :
“Selame dak anarkis dak masalah,
ku anggep positif, karena komunitas anak muda juga kan. Kalo masalah penampilan,
privasi masing-masing lah, dorang ge punye hak. Dorang tu segernya sebener e,
ramah, kalo kite ramah dorang pasti ramah lah, kalo ketemu di Alun-alun tu anak
abang ingin kek dorang tu. Nah kalo yang punye bakat, punye usaha harus e di
dukung lah, di kasih lapangan pekerjaan, sesuai kemampuan, missal e ade tu yang
bermusik, di bantu bikin demo album,yang punye usaha di kasih modal, dorang
macem tu sejauh yang abang tau Cuma penampilan bai, dorang ge bekerja walau
serabutan, trus dorang g produktif”. (Rian Christian)
“Biase
bai lah dorang tu, dak mengganggu dak. Harus e dorang tu di bina, dikasih
pelatihan, di berikan ruang untuk berprestasi. Ngeliet dorang berkarya bagus
tu, supaya ade kegiatan”. (Diko Putra)
Dorang
tu kreatif nya, pacak nyari duit sendiri, mandiri lah boleh di bilang, dorang
jualan, bikin acara music bagus tu, ku dukung men yang kayak tu. Sebener e
dorang tu yang negatif e yang harus di berantas, yang positif e di kembangin,
di kasih pembinaan, jadi berubah kearah yang positif”. (Ibnu Firdaus)
`”posiitif
be dorang tu, ade jaringan e di luar, men kate ku dorang tu harus bergerak,
bersosialisasi khusus e pada hal yang positif. Pada dasar e menurut pemahaman
ku punk tu didirikan positif, pesan-pesan yang di sampaikan bagus, Cuma ade
oknum-oknum yang bikin jelek name punk. Kalau lebih terarah lagi pasti bagus,
kalo anarkis harus di kordinir”. (Muhamad Arman)
Melihat
pendapat dari beberapa informan di atas semakin menambah penguatan terhadap
dampak dari pola pencitraan yang dilakukan oleh komunitas punk. Terlepas dari
apakah mereka punk atau bukan, masyarakat mulai memahami keberadaan mereka
sebagai bagian dari masyarakat, pilihan yang mereka pilih sebagai seorang anak
punk sudah seharusnya di hormati oleh setiap bagian dari element masyarakat
sebagai bentuk penghormatan terhadap hak asasi manusia. Guna memperkuat
indikasi dampak pola pencitraan yang dilakukan komunitas punk, beberapa foto
hasil dokumentasi akan di sertakan di halaman lampiran.
BAB
V
PENUTUP
Penutup yang akan dijabarkan dalam
bab ini meliputi kesimpulan, saran serta implikasi teoretis yang akan dibahas
peneliti. Adapun indikator tersebut akan
dijabarkan peneliti berdasarkan hasil penelitian dan rumusan masalah yang dikaji
yakni sebagai berikut :
5.1.
Kesimpulan
Berdasarkan
hasil penelitian di lapangan yang telah di jabarkan sebelumnya, peneliti
menyimpulkan berdasarkan apa yang menjadi fokus kajian penelitian dalam rumusan
masalah yakni :
1.
Berdasarkan
hasil penelitian terkait dengan analisis pola pencitraan komunitas punk di
masyarakat Pangkalpinang, adalah merupakan tindakan yang di lakukan dengan
aktivitas dan kegiatan-kegiatan positif yang dapat memberikan stimulus kepada
masyarakat guna mendapatkan respon positif
dan merubah pandangan masyarakat seperti yang menjadi harapan komunitas
punk dan berimplikasi terhadap
keberadaan komunitas punk di Pangkalpinang. Beberapa aspek yang di lakukan
komunitas punk mulai dari pola pencitraan awal yakni Mengamen, Demonstrasi,
dan Partisipasi Perayaan HUT Indonesia
yang mulanya kurang mendapatkan respon baik dari masyarakat hingga ke pola
pencitraa baru sebagai bentuk modifikasi dari pola pencitraan awal seperti yang
telah di jabarkan pada bab sebelumnya yakni dengan cara Recording Album, Produksi dan Penjualan Aksesoris, Konser Musik,
serta Bengkel, Art Deco, dan Airbrush di lihat cukup berhasil karena
dari pola pencitraan yang di lakukan
membuat masyarakat mulai memahami maksud dan tujuan dari keberadaan komunitas
punk serta perlahan merubah pandangan masyarakat dalam mempersepsikan komunitas
punk secara menyeluruh dari berbagai sisi dan aspek kehidupan yang komunitas
punk lakukan.
2.
Dampak
dari pola pencitraan yang di lakukan oleh komunitas punk menghadirkan respon
yang baik dari masyarakat dan perubahan cara
pandang masyarakat terhadap komunitas punk. Masyarakat mulai melihat punk
secara menyeluruh, dari berbagai sisi, tidak lagi melihat punk hanya dari satu
sisi saja sehingga anggapan-anggapan negatif masyarkat terhadap komunitas punk
mulai bergeser dan hubungan masyarakat dengan komunitas punk yang semula kaku
mulai mencair. Salah satu respon baik yang di berikan masyarakat terhadap
komunitas punk adalah dengan banyaknya masyarakat umum yang ikut mengahadiri
konser yang di selenggarakan komunitas punk sehingga masyarakat dan komunitas
punk berinteraksi secara langsung. Karya-karya yang di hasilkan komunitas punk
mulai di terima masyarakat, baik karya berupa recording
album hingga bengkel, art deco dan
air brush. Disisi lain
dukungan media elektronik yakni radio membuat komunitas punk semakin dikenal masyarakat karena
mmereka dapat mempromosikan komunitas mereka melalui radio tersebut.
Terlebih di berikannya ruang untuk
berkreasi oleh ketua DPRD Bangka Belitung tentu memberi angin segar kepada
komunitas punk karena akan membuat masyarakat semakin melihat sisi lain dari
komunitas punk karena tentu pengaruh yang dimiliki oleh ketua DPRD provinsi
Bangka Belitung secara tidak langsung akan di ikuti masyarakat luas.
5.2.
Implikasi Teori
Dalam menganalisis Pola Pencitraan Komunitas Punk di Pangkalpinang peneliti akan menjabarkan relevansi antara teori
Labeling yang digunakan terhadap fokus kajian dari apa yang menjadi kajian
peneliti dalam penelitian. Adapun penjabaran yang
akan dibahas mulai dari proses labeling, bagaimana alur pelabelan pada
komunitas punk baik dimulai dari primary
deviance dan secondary deviance hingga upaya-upaya yang di lakukan untuk
memperbaiki cap/label negatif.
Untuk menjelaskan relevansi dari teori
Labeling yang digunakan terhadap fokus kajian dari apa yang menjadi kajian
peneliti dalam penelitian maka perlu menganalis dua macam pendekatan teori
labeling, yaitu :
Persoalan tentang bagaimana dan mengapa
seseorang memperoleh cap atau label. Persoalan labeling ini, memperlakukan
labeling sebagai dependent variable atau variable tidak bebas dan keberadaannya
memerlukan penjelasan. Labeling dalam arti ini adalah sebagai akibat dari
reaksi masyarakat. Dari perspektif Howard S. Becker dalam Yesmir Anwar, kajian
terhadap teori labeling menekankan pada dua aspek, yaitu pertama; menjelaskan tentang
mengapa dan bagai mana orang-orang tertentu di beri cap atau label dan kedua;
pengaruh atau efek dari pelabelan sebagi suatu konsekuensi penyimpangan tingkah
laku lanjutan.
Penjelasan dari kedua pendekatan
tersebut adalah, pertama, cap/label tersebut menarik perhatian pengamat dan
mengakibatkan pengamat selalu memperhatikanya dan kemudian seterusnya cap/label
tersebut melekat pada diri orang itu.
Kedua, label atau cap tersebut sudah
diadopsi oleh seseorang dan membawa pengaruh pada dirinya sehingga ia mengakui
dengan sendirinya sebagaimana cap/label itu diberikan padanya oleh si pengamat.
(Atmasasmita Romli, 1992 ; 39)
Evek labeling terhadap penyimpangan
tingkah laku berikutnya, persoalan labeling kedua adalah bagaimana labeling
mempengaruhi seseorang yang terkena label atau cap. Persoalan ini memperlakukan
labeling sebagai variable yang independent atau variable yang
bebas/mempengaruhi. Dalam kaitan ini, ada dua konsep penting bagimana labeling
mempengaruhi seseorang yang terkena label/cap untuk melakukan penyimpangan
tingkah lakunya.
Dua konsep penting dalam teori labeling
adalah, primary deviance dan secondary deviance. Primary deviance ditujukan
kepada perbuatan penyimpangan tingkah laku awal, sedangkan secondary deviance
adalah berkaitan dengan reorganisasi psikologis dari pengalaman seseorang
sebagi akibat dari penangkapan.
Komunitas punk dengan penampilannya yang
berbeda dengan konteks masyarakat pada umumnya jelas sekali menarik perhatian
masyarakat, penampilan yang menurut masyarakat di anggap urakan karena
menggunakan simbol-simbol yang berbeda
dan mengarah pada citra premanisme yakni rambut mowhawk, celana rombeng
di tambal dengan emblem, mengenakan gelang, kalung dan percing jelas
menggambarkan citra seorang preman atau pelaku kriminal yang telah terkontruksi
di dalam mindset masyarakat, juga dari prilaku yang di anggap nyeleneh menarik
perhatian masyarakat terus menerus dan kemudian memberikan cap/label negatif
kepada komunitas punk yang di lihat sebagai primary deviance.
Kemudian efek dari label tersebut
memberikan suatu konsekuensi terhadap penyimpangan tingkah laku sesuai dengan
reaksi dari masyarakat terhadap suatu prilaku, maka menimbulkan suatu prilaku
jahat. Pelaksanaan kontrol sosial menyebabkan penyimpangan, sebab pelaksanaan kontrol
sosial tersebut mendorong orang masuk ke dalam peran penyimpangan. Ditutupnya
peran konvensional bagi seseorang dengan pemberian stigma dan label menyebabkan
orang tersebut dapat menjadi penyimpang sekunder, khususnya dalam
mempertahankan diri dari pemberian label. Untuk masuk kembali ke dalam peran
sosial konvensional yang tidak menyimpang adalah berbahaya dan menjadikan
penyimpang merasa teralienasi. Pemberian sanksi dan label di maksud untuk
mengkontrol penyimpangan malah menghasilkan sebaliknya.
Dengan demikian proses secondary
deviance terjadi karena cap/label dari masyarakat yang mengangap komunitas punk
merupakan komunitas yang berada di diluar sistem sosial yang mapan di anggap
menyimpang, sehingga reaksi masyarakat terhadap prilaku yang di tunjukan oleh
komunitas punk di lihat menyebabkan komunitas punk berperan atau berkelakuan
seperti apa yang di capkan oleh
masyarakat kepada mereka cap mempengaruhi diri sehingga mengakui dengan
sendirinya label yang di berikan oleh si pengamat. Kemudian proses awal
labeling terjadi setelah terjadinya tindak penangkapan, label akan lebih kuat
melekat pada pelaku penyimpangan, interaksi antara penyimpang dan agen kontrol
sosial seperti lembaga kepolisian dan peradilan dapat menimbulkan suatu prilaku
jahat sebagai bentuk penyimpangan lanjutan setelah proses hukum di berlakukan.
Komunitas punk yang awal kemunculanya
dianggap unik oleh masyarakat mulai mendapatkan cap/label setelah masyarakat
terus menerus mengamati penampilan unik komunitas punk tersebut dan mendapati
prilaku yang di anggap menyimpang oleh masyarakat. Anggota komunitas punk yang
memang dari awal sebelum bergabung memiliki perilaku yang menyimpang kemudian
dengan leluasa melakukan prilaku menyimpang seperti yang di persepsikan
masyarakat, yakni pemabuk, dan preman. Terlebih setelah penangkapan oleh aparat
kepolisian dan menjalani prose hukum. Dapat peneliti katakana pada fase ini
cap/label jelas sangat mempengaruhi psikologis para anggota yang terlibat
tindakan penyimpangan, terlebih setelah melalui proses hukum, sehingga semakin
kuat cap/label yang sebelumnya di dapat dan kemudian melekat. Jelas cap/label
yang di berikan oleh agen kontrol sosial yakni residivis, kriminal membuat
komunitas punk merasa teralienasi dan untuk masuk kembali kedalam bagian
masyarakat sangat berat, karena telah di
kategorikan sebagai kelompok kriminal yang kemudian berpengaruh pada tindak
penyimpangan sekunder.
Hal ini perlu mendapat perhatian serius
sebagai akibat dari labeling kelompok menyimpang atau kelompok kriminal, oleh
karena itu salah satu asumsi dasar teori labeling menyatakan bahwa labeling
merupakan suatu proses yang akan melahirkan identifikasi dengan citra sebagai
penjahat. Hal ini dapat memperbesar kecendrungan penyimpangan tingkah laku,
untuk itu di butuhkan reorganisasi psikologis oleh karena sekali cap/label itu
sudah dilekatkan akan sulit akan sulit untuk melepas cap/label yang di maksud
dan kemudian akan mengidentifikasi dirinya sebagai label tersebut. Demi
mencegah prilaku-prilaku bagi angota komunitas selanjutnya, maka upaya
pencitraan kembali dalam arti kearah yang lebih positif perlu mendapat
perhatian serius kita semua. Bahkan peneliti percaya pelabelan sebagai kelompok
yang menyimpang sebenarnya tidak serta merta menyamaratakan segenap anggota kelompok
yang ada dengan labeling yang dimaksud.
Reorganisasi psikologis ini tergantung
dari seberapa besar usaha dari komunitas
punk memaknai cap/label yang melekat pada diri mereka, apakah akan terus di
adopsi atau merubah cap/label tersebut kepada perbaikan-perbaikan kondisi
psikologis untuk ke luar dari cap/label tersebut. Upaya pencitraan diri kembali
yang dilakukan komunitas punk untuk me-reorganisasi psikologis disini dilihat
sebagai pola pencitraan komunitas punk dengan berupaya melakukan kegiatan dan
aktivitas-aktivitas positif, indikator pola pencitraan yang dilakukan yakni recording
album, konser musik, bengkel, art deco, dan airbrush serta produksi dan
penjualan aksesoris membuat perlakuan
dan pandangan masyarakat terhadap komunitas perlahan mulai membaik. Kegiatan
yang hanya semula hanya ditujukan untuk anggota komunitas juga lambat laun
mulai menarik perhatian masyarakat umum, sehingga dampak dari pola pencitraan
yang dilakukan komunitas punk dapat dilihat melalui beberapa indikator yakni
merubah pandangan masyarakat terhadap komunitas punk, penerimaan terhadap eksis
tensi komunitas punk, serta dukungan media masa.
5.3.
Saran
Berdasarkan proses penelitian yang dilakuan terkait
analisis pola pencitraan komunitas punk maka dapat dilihat bahwa terdapat beberapa pola
pencitraan yang dilakukan komunitas punk di Pangkalpinang yang dilakukan untuk
merubah stigma negatif masyarakat terhadap komunitas punk.
1. Pada pencitraan yang saat
ini telah berkembang dalam komunitas punk harus lebih di kembangkan lagi
sehingga keberadaan komunitas punk semakin di terima/diakui dengan respon
positif, komunitas punk juga harus lebih membuka diri kepada masyarakat luas
dengan ikut berpartisipasi pada kegiatan-kegiatan sosial dan kemasyarakatan
agar proses interaksi antara masyarakat dengan komunitas punk perlahan akan
membaik sehingga masyarakat tidak memandang komunitas punk hanya dari satu sisi
saja dan menyamaratakan kegiatan dan aktivitas komunitas punk sebagai suatu hal
yang negatif.
2. Melihat dari dampak yang
menghasilkan respon positif di masyarakat, peneliti menyarankan agar komunitas
punk di terima secara utuh di tengah masyarakat dengan menjalin hubungan sosial
yang baik, di berikannya ruang untuk komunitas punk mengambangkan diri tentu
akan meningkatkan kreatifitas yang dimiliki komunitas punk sehingga dapat
mengarahkan komunitas punk pada kegiatan dan aktivitas-aktivitas yang positif
dan produktif.
3. Peran pemerintah dan LSM sangatlah
dibutuhkan untuk mengkordinir dan mengarahkan bakat serta talenta yang dimiliki oleh
komunitas punk, perlunya memberikan pelatihan kepada anggota komunitas punk
serta pembekalan skil dan keterampilan akan membuat bakat dan potensi komunitas
punk semakin terasah dengan baik. Bantuan modal untuk pengembangan usaha yang
dimiliki komunitas punk juga akan membuat usaha yang dimiliki komunitas punk
akan berkelanjutan sehingga memberikan sumber pendapatan tetap yang sudah tentu
akan merubah orientasi berfikir komunitas punk kearah yang lebih maju dan mandiri.
Hal ini juga tentu memerlukan peran dan sikap proaktif dari komunitas punk
sebagai pihak yang sedang berusaha memperbaiki citra dengan membuka relasi
dengan agen-agen kontrol sosial, baik pemerintah, LSM, hingga lembaga
kemasyarakatan, pengembangan bakat dan kemampuan diri lainnya untuk meminta
dukungan dalam hal perbaikan diri dan peningkatan produktifatas guna memberikan
kontribusi kepada masuarakat.
4. Manajemen kerohanian juga harus di
tanamkan kepada setiap anggota komunitas punk, tentu dengan perbaikan akhlak dan
program-program pembinaan religi akan membuat komunitas punk mengerti akan
batasan-batasan dan norma-norma agama yang berlaku di masyarakat sehingga
diharapkan dapat memberikan efek pada perubahan sikap para anggota komunitas
punk. Peran lembaga keagamaan yang berkordinasi dengan lembaga pemerintahan
terkait sangatlah dibutuhkan dalam menentukan perbaikan generasi-generasi
harapan bangsa.
DAFTAR PUSTAKA
Buku-buku
:
Afifudin
dan BeniAhmad Saebani. 2009. “Metode
Penelitian Kualitatif”, Pustaka Setia, Bandung.
Atmasasmita,
Romli. 1992. “Teori dan Kapita Selekta”, PT Eresco, Bandung.
Bustami
Rahman & Ibrahim. 2009. “Menyusun
Proposal Penelitian”, UBB Pers, Pangkalpinang.
Dr.
Kaelan, M.S. 2005. “Metode Penelitian
Kualitatif Bidan Filsafat”, Paradigma, Yogyakarta.
Idrus,
Muhammad. 2009. “Metode Penelitian Ilmu
Sosial, Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif”, Erlangga, Yogyakarta.
M.
Dahlan Al Barry. 2001. “Kamus Ilmiah
Populer”, Arkola, Surabaya.
M.S,
Wagiyo. 2004. “Teori Sosiologi Modern”,
Universitas Terbuka, Jakarta.
Nazar,
Nasrulah. 2008. “Teori- teori Sosiologi”,
Widya Padjajaran, Bandung.
Sangadji
dan Sopiah. 2010. “Metode Penelitian,
Pendekatan Praktis Dalam Penelitian”. Yogyakarta, CV Andi Offset.
Soekanto,
Soerjono. 2007. “Sosiologi Suatu
Pengantar”, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Surya,
Sutan. 2006. “Panduan Menulis Skripsi,
Tesis, Disertasi dan Karya ilmiah”, Pustaka Pena, Jogja.
Yesmir
Anwar, Adang. 2010. “Kriminologi”,PT
Refika Aditama, Bandung.
Situs
Internet :
http://www.facebook.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar