Senin, 16 Februari 2015

GAMBARAN POLA PENCITRAAN KOMUNITAS PUNK DI MASYARAKAT KOTA PANGKALPINANG


GAMBARAN POLA PENCITRAAN KOMUNITAS PUNK DI MASYARAKAT KOTA PANGKALPINANG
SKRIPSI
Untuk memenuhi sebagian persyaratan
Mencapai derajat sarjana Strata-1
Jurusan Sosiologi

Dosen Pembimbing I : Dra. Aimie Sulaiman, M.A.
Dosen Pembimbing II : Drs. Amir Dedoe, M.SI.


   Oleh
   Yuda Saputra
  NIM.  4020811020


JURUSAN SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS BANGKA BELITUNG
BANGKA
2013


PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Saya yang betanda tangan di bawah ini:
Nama                                       : Yuda Saputra
Nomor Induk Mahasiswa       : 4020811020
Jurusan                                    : Sosiologi

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis menjadi acuan dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Jika apa yang saya sampaikan ini tidak benar, saya bersedia menerima sanksi akademik sesuai dengan ketentuan yang telah ditentukan.


                                                                            Pangkalpinang. 04 Juni 2013
                                                                         Yang menyatakan

                                                                            Yuda Saputra




MOTTO
Sabar, adalah kekuatan yang melebihi cakrwala
Tak berbatas hingga tak ada bilangan yang mampu menghitungnya
Hanya satu hal yang mampu mengukur batas kesabaran, BERPUTUS ASA
Karena sabar pada orang lain adalah kasih sayang
Sabar pada diri sendiri adalah harapan
Sabar pada orang yang kita cintai adalah ibadah
Sabar pada Allah adalah TAKWA, BERSABARLAH

“Dan sungguh akan kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan berikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar,”
(QS Al-Baqarah : 155)
“.. Bilakah datangnya pertolongan Allah?” ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.” (QS Al-Baqarah : 241)

Sabar dan iman bagaikan kepala pada jasad, oleh karenanya tidak beriman seseorang yang tidak memiliki kesabaran. Beginilah cara ku berjihad, berjihad dengan selemah-lemahnya iman, sekerdil-kerdilnya hati. Berjihad melawan musuh terbesar dalam hidup, “diri sendiri”. Dengan senjata iman dan benteng kesabaran.
Jalan ini selapang dadamu, seketika menyempit saat kau berputus asa…




PERSEMBAHAN
Persembahan karya skripsi ini kutujukan sebagai wujud rasa syukur dan terimakasihku kepada:
Allah SWT Tuhan empunya surga dan baginda Nabi Muhammad SAW manusia terbaik di muka bumi yg telah mengajarkan hikmah dan menunjukan jalan menuju jannah. Berkat ridho serta pertolongan yang diberikan –Nya lah karya ini dapat diselesaikan dengan baik.
Kedua orang tuaku tercinta dan terkasih, ayahanda Junaidi dan emakku Ida Yati yang dengan darah dan keringatnya menghantarkanku hingga berdiri tegak seperti saat ini, selalu menjadi penyanggah dikala lemah, menjadi penopang dikala jatuh. Sabar dan ikhlas mendidik, mendoakan, dan mengorbankan seluruh jiwa, daya dan upaya untukku yang terkadang justru membalas dengan  rasa kecewa kedalam hati kalian.
Keluarga besarku tersayang, adikku Dinda Ardasa yang sering menjadi cermin dalamku bersikap, Gede, Pak wo, Wak Eman, Bik Yani, Bik Yos, wak Ibang, wak Gadis yang telah mendahului kami berpulang, dan seluruh keluarga besar di Jambi, Wak Jaka dan istri, yuk Septi, dek Santa yang dengan kasih merawat dan mendukungku.
Eka Yuliana yang sempat singgah dihati dan memberikan warna dan pelajaran didalam hidupku, yang sempat menjadi pemacu semangat. Semoga sehat dan bahagia selalu dimana pun berada.
Keluarga ilegalku, TIN Skateboarding Famili, terimakasih selalu mendampingi dalam segala kondisi dan keadaan. Jamaah usaha dakwah yang telah mengembalikanku kepada Allah, memperkenalkanku cara memperoleh kenikmatan iman yang hakiki, dan mengajarkanku bagaimana mengenal Allah SWT, Rasulullah SAW, Shabat Radhiyallahu ‘anhum, Tabi’In dan Tabi’ut Tabi’in serta nikmatnya mengorbankan harta, jiwa, dan, waktu untuk kejayaan Islam. Semoga Allah istiqomahkan kita, Aamiin Allahumma Aamiin
Seluruh saudara dan saudariku rekan-rekan FISIP jurusan Sosiologi angkatan 2008 yang berjuang bersama dengan kekompakan, keceriaan, dan kebersamaan yang takkan terlupakan.
Untuk almamaterku tercinta ,UBB . . .

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb
            Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-Nya skripsi yang berjudul “Gambaran Pola Pencitraan Komunitas Punk di Masyarakat Kota Pangkalpinang” ini dapat diselesaikan dengan baik dan mencapai hasil yang maksimal. Karya ini dibuat guna memenuhi salah satu persyaratab mencapai derajat sarjana strata 1 Jurusan Sosiologi FISIP Universitas Bangka Belitung.
            Penulisan skripsi ini bermula dari fenomena maraknya komunitas-komunitas anak muda yang bermunculan di Kota Pangkalpinang salah satunya adalah komunitas Punk yang menjadi objek penelitin kali ini. bagaimana proses Labeling pada komunitas Punk terjadi yang menghasilkan citra negatif bagi komunitas Punk di masyarakat Kota Pangkalpinang, kemudian melalui tahapan-tahapan proses labeling muncul lah reorganisasi psikologis yang bertujuan untuk merubah stigma negatif masyarakat terhadap komunitas Punk. Reorganisasi psikologis yang dilakukan komunitas Punk tercermin dalam pola pencitraan yang dilakukan, upaya pencitraan kembali dilakukan sebagai upaya perbaikan kearah yang lebih positif melalui pola pencitraan yang dilakukan oleh komunitas untuk merubah stigma negatif masyarakat lewat aktivitas positif yang bersentuhan langsung dengan masyarakat dan memiliki nilai kontribusi dimasyarakat.
            Penulisan karya ini tentu masih memiliki banyak kekurangan, maka dari itu, penulis sangat mengharapkan kritikan dan saran yang konstruktif dari pembaca demi perkembangan dan kemajuan karya-karya lainnya dimasa yang akan datang. Pada kesempatan kali ini penulis juga hendak mengucapkan terimakasih kepada berbagai pihak yang telah berjasa dalam penyelesaian skripsi ini:
1.      Prof. Dr. Bustami Rahman, M.Sc. selaku rektor Universitas Bangka Belitung yang mengajarkan kami banyak hal di bidang pengayaan akademik.
2.      Dra. Aimie Sulaiman, M.A. Selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Bangka Belitung sekaligus pembimbing 1 skripsi, atas bimbingannya yang sangat membangun terhadap substansi skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan harapan yang terealisasikan dengan baik, serta kesabaran dan kasih sayangnya dalam membimbing.
3.      Drs. Amir Dedoe, M.A. selaku Wakil Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik sekaligus pembimbing 2 atas tuntunan, bantuan, serta motivasinya dalam pengerjaan skripsi ini sehingga memperoleh hasil yang maksimal bagi penulis.
4.      Sarpin, S,sos MPA. selaku Ketua Jurusan Sosiologi atas nasehat dan dukungannya, atas perhatian dan kasih sayangnya kepada penulis.
5.      Iskandar Zulkarnain, S.IP, M.A. selaku Sekertaris Jurusan Sosiologi dan Pembimbing akademik merangkap dewan penguji atas petunjuk dan pengarahannya.
6.      Seluruh dosen Jurusan Sosiologi FISIP, Bapak Ibrahim, S.Fil, M.Si., Ibu Fitri. R. Harahap, S.Sos, Ibu Citra. A. Indra,S.Sos, Ibu Jamilah, S,Sos,.M.A., Bapak Adnan A.HI,M.A/ atas ilmu-ilmu  yang telah di berikan yang telah sangat bermanfaat bagi penulis.
7.      Kedua orang tua penulis ayah dan ema atas didikan dan kasih sayangnya kepada penulis.
8.      Anak-anak komunitas punk yang telah berperan akif dalam memberikan informasi sehingga rampungnya karya skripsi ini.
9.      Rekan-rekan penulis di jurusan sosiologi FISIP UBB angkatan 2008 atas kebersamaan dan persahabatan yang ndah dimasa kuliah.
Demikianlah kata pengantar ini penulis sampaikan yang mengharapkan agar skripsi ini dapat memberi manfaat bagi seluruh pembaca terutama dalam memberikan pemahaman mengenai proses-proses lebeling dan pola pencitraan dimasyarakat.

                                                                           Pangkalpinang, 04 juni 2013


                                                                                             Penulis
                                                                                                                                                                                              

ABSTRAK
Yuda Saputra. Gambaran Pola Pencitraan Komunitas Punk di Masyarakat Kota Pangkalpinang (di bimbing oleh Aimie Sulaiman dan Amir Dedoe).
                       Penelitian ini mendeskripsikan tentang proses Labeling pada komunitas Punk yang menghasilkan citra negatif bagi komunitas Punk di masyarakat Kota Pangkalpinang, melalui tahapan-tahapan proses labeling muncul lah reorganisasi psikologis yang bertujuan untuk merubah stigma negatif masyarakat terhadap komunitas Punk. Reorganisasi psikologis yang dilakukan dalam upaya merubah citra komunitas Punk di masyarakat Pangkalpinang di lakukan dengan berbagai upaya yang tercermin dari pola pencitraan komunitas Punk. Teori yang digunakan dalam mengkaji fenomena sosial penelitian ini adalah Labeling yang menjelaskan dua macam pendekatan teori Labeling, yaitu bagaimana dan mengapa seseorang memperoleh cap atau label dan efek labeling terhadap penyimpangan tingkah laku berikutnya. Serta dua konsep penting dalam teori ini yakni primary deviance yang ditujukan pada perbuatan penyimpangan tingkah laku awal dan secondary deviance yang berkaitan dengan reorganisasi psikologis dari pengalaman akibat penangkapan dan proses hukum. Jenis dan pendekatan penelitian ini adalah penelitian kualitatif dan menggunakan pendekatan fenomenologi serta menggunakan metode pengumpulan data berupa observasi, wawancara terstruktur dan semi terstruktur dan dokumentasi.
          Berdasarkan hasil penelitian di lapangan, proses Labeling awal terjadi dari pengamatan dan penilaian masyarakat berdasarkan visualisasi yang di tampilkan oleh komunitas Punk, baik dari segi penampilan maupun prilaku anggota komunitas Punk yang berada diluar sistem sosial yang mapan. Sehingga muncul lah persepsi negatif terhadap komunitas Punk yang di lihat sebagai Primary Deviance, kemudian melekat dan di adopsi oleh komunitas Punk, membawa pengaruh serta pengakuan dengan sendirinya atas label yang disematkan, merupakan Secondary deviance. Simbol-simbol yang ditunjukan komunitas Punk dianggap berbeda dari konteks masyarakat pada umumnya membuat masyarakat terus-menerus memperhatikan komunitas Punk, sehingga menghasilkan label negatif dan melekat pada komunitas Punk.  Efek dari pelabelan tersebut membawa konsekuensi terhadap penyimpangan tingkah laku sesuai reaksi masyarakat. Pelaksanaan kontrol sosial menyebabkan penyimpangan karena mendorong komunitas Punk masuk ke dalam peran penyimpangan, menyebabkan komunitas Punk menjadi penyimpang sekunder yang teralienasi. Upaya reorganisasi psikoligis kemudian dilakukan oleh komunitas Punk untuk mencegah prilaku menyimpang lanjutan yang semakin jauh, maka upaya pencitraan kembali dilakukan sebagai upaya perbaikan kearah yang lebih positif melalui pola pencitraan yang dilakukan oleh komunitas Punk kearah yang lebih positif untuk merubah stigma negatif masyarakat lewat aktivitas positif yang bersentuhan langsung dengan masyarakat dan memiliki nilai kontribusi dimasyarakat.
Kata kunci: Komunitas Punk, Penyimpangan, Pencitraan

DAFTAR ISI
                                                                                                            Halaman
       HALAMAN JUDUL............................................................................
       HALAMAN PENGESAHAN.............................................................
       PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI........................................... i
       MOTTO................................................................................................. ii
       PERSEMBAHAN................................................................................ iii
       KATA PENGANTAR......................................................................... iv
       ABSTRAK............................................................................................ vi
       DAFTAR ISI......................................................................................... vii
       DAFTAR GAMBAR........................................................................... xi
       DAFTAR LAMPIRAN....................................................................... xii
       BAB I PENDAHULUAN.................................................................... 1
1.1. Latar Belakang.................................................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah............................................................................. 9
1.3.Tujuan Penelitian............................................................................... 9
1.4. Manfaat Penelitian............................................................................ 10
   1.4.1 Teoretis.............................................................................................. 10
   1.4.2 Praktis................................................................................................ 10
       1.5. Tinjauan Pustaka.............................................................................. 11
       1.6. Kerangka Teoretis............................................................................ 13
 1.7. Alur Pikir........................................................................................ 18
BAB II METODE PENELITIAN...................................................... 23
2.1. Pendekatan dan Jenis Penelitian...................................................... 23
2.2. lokasi Penelitian............................................................................... 25
2.3. Sumber data..................................................................................... 25
2.4. Teknik Pengumpulan Data............................................................... 27
   2.4.1 Observasi................................................................................ 27
   2.4.2 Teknik Wawancara................................................................. 27
   2.4.3 Dokumentasi.......................................................................... 28
2.5. Teknis Analisis Data........................................................................ 29
   2.5.1 Reduksi Data......................................................................... 29
   2.5.2 Penyajian Data....................................................................... 30
   2.5.3 Kesimpulan dan Verifikasi..................................................... 31

BAB III GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN................. 33
3.1. Sejarah Komunitas Punk di Pangkalpinang..................................... 33
3.1.1. Sejarah Kemunculan.............................................................. 33
3.1.2. Dinamika Komunitas Punk di Pangkalpinang....................... 36
3.1.3 Pemahaman Tentang Konsep dan Ideologi Punk................... 41
3.1.4. Jumlah Anggota..................................................................... 42
     3.1.5.Wilayah Penyebaran............................................................... 43
BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISA....................................... 45
4.1. Pola Pencitraan Komunitas Punk..................................................... 45
   4.1.1. Persepsi Masyarakat.............................................................. 46
   4.1.2. Pola Pencitraan Awal............................................................ 56
   4.1.3. Pola Pencitraan Baru............................................................. 61
4.3. Dampak Pencitraan Terhadap Keberadaan Komunitas Punk.......... 77
      4.2.1 Merubah Pandangan Masyarakat Terhadap Komunitas Punk. 78
      4.2.2. Penerimaan Terhadap Eksitensi Komunitas Punk.................. 80
      4.2.3. Dukungan Media Masa........................................................... 81

BAB V PENUTUP............................................................................... 84
5.1. Kesimpulan...................................................................................... 84
5.2. Implikasi Teori................................................................................. 86
5.3. Saran................................................................................................ 91
Daftar Pustaka........................................................................................ 94
LAMPIRAN
DAFTAR GAMBAR
         Kerangka Berpikir.............................................................................. 18

 
DAFTAR LAMPIRAN
1.        Surat Izin Penelitian dari Pihak Prodi Sosiologi Fisip UBB
2.        Dokumentasi aktivitas komunitas Punk dan penelitian
3.        Reasearch question
4.        Curriculum Vitae


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Manusia memiliki naluri untuk senantiasa berhubungan dengan sesamanya, oleh sebab itu manusia cendrung melakukan interaksi dengan sesama, baik dalam jumlah kecil maupun dalam jumlah yang lebih besar. Merupakan suatu hukum alam dimana manusia tidak dapat hidup sendiri dan memerlukan manusia lain untuk saling berhubungan dan memenuhi kebutuhan satu sama lain. Didalam hubungannya, manusia banyak berhubungan dengan kelompok-kelompok sosial, baik kelompok kecil seperti kelompok keluarga, ataupun kelompok-kelompok besar seperti masyarakat-masyarakat desa, masyarakat kota, bangsa dan lain-lain. 
Hampir semua manusia pada awalnya merupakan anggota kelompok sosial yang dinamakan keluarga, setiap anggota mempunyai pengalaman masing-masing dalam hubungannya dengan kelompok-kelompok sosial lainnya diluar rumah. Bila mereka berkumpul terjadilah tukar-menukar pengalaman di antara anggota keluarga, dan pada saat-saat demikian bukan hanya pertukaran pengalaman semata yang terjadi, tetapi para anggota keluarga tersebut mungkin telah mengalami perubahan-perubahan walaupun sama sekali tidak disadari. Demikian pula halnya dengan masyarakat yang terdiri dari kelompok-kelompok besar yang saling berhubungan satu sama lain, bahkan antar kelompok masyarakat suatu Desa, Kota hingga Negara seperti yang telah di jelaskan sebelumnya, tentu bukan hal yang mustahil akan menyebabkan perubahan-perubahan di dalam masyarakat. Dalam individu yang sudah kompleks, individu biasanya menjadi anggota kelompok sosial tertentu sekaligus, misalnya atas dasar seks, ras, dan sebagainya. Akan tetapi dalam hal lainnya seperti di bidang pekerjaan, rekreasi dan sebagainya, keanggotaan bersifat sukarela. Kelompok sosial ,merupakan tempat dimana individu mengidentifikasikan dirinya sebagai in-groupnya, sikap-sikap in-group  pada umumnya didasarkan pada faktor simpati dan selalu mempunyai perasaan dekat dengan anggota-anggota kelompok. Sikap out-group selalu ditandai dengan suatu kelainan yang berwujud antagonisme atau antipati, perasaan in-group dan out-group atau perasaan dalam serta luar kelompok dapat merupakan dasar suatu sikap yang dinamakan etnosentrisme (sikap yang menilai unsur kebudayaan lain dengan mempergunakan ukuran-ukuran kebudayaan sendiri).
Kelompok-kelompok sosial yang terbentuk atas dasar kebudayaan-kebudayaan lain di suatu daerah sering kali terbentuk karena adanya tujuan untuk menonjolkan dan mempertahankan sifat-sifat dan eksistensi suatu kalangan tertentu di dalam masyarakat, kelompok-kelompok sosial ini terkadang memiliki kebiasaan dan norma-norma kelompok yang berbenturan dengan norma masyarakat suatu daerah. Sehingga terkadang sering menyebabkan pergesekan sosial di dalam proses interaksinya dengan masyarakat, namun dengan derasnya arus modernisasi dan perpindahan data serta informasi yang sangat cepat sebagai ciri dari globalisasi yang sangat berpengaruh terhadap pertukaran nilai dan budaya yang dianut oleh suatu bangsa, membuat kelompok-kelompok sosial ini tidak hanya berada di satu wilayah tertentu, namun menyebar luas dan diadopsi suatu masyarakat di suatu wilayah yang memiliki simpati dan kesamaan pandangan dengan suatu kelompok sosial. Hal ini dikarnakan semakin cepatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta inovasi-inovasi baru pengelolaan informasi dan data. Selain itu pola hubungan dan peningkatan keterkaitan serta ketergantungan antar bangsa dan interaksi manusia diseluruh dunia melalui perdagangan, investasi, perjalanan, budaya populer membuat batas-batas suatu negara menjadi sangat sempit merupakan bagian yang utuh dari realitas globalisasi.
Selain itu adapula yang memandang globalisasi sebagai suatu proses sosial, atau proses sejarah, serta proses alamiah yang akan membawa seluruh bangsa dan negara di dunia makin terikat satu sama lain, mewujudkan satu tatanan kehidupan baru dengan menyingkirkan batas-batas geografis, ekonomi dan budaya masyarakat. Tatanan kehidupan yang baru bukan merupakan pengabaian dari hakikat kehidupan sosial yang sudah lama terbangun, namun merupakan suatu ekspresi dari nilai-nilai yang tercipta dari kelompok sosial atau komunitas tertentu yang telah tersentuh oleh arus globalisasi. Komunitas sendiri merupakan kelompok organisme (orang dan sebagainya) yang hidup dan saling berinteraksi di wilayah tertentu, salah satunya komunitas punk.
 Komunitas Punk lebih terkenal dari hal fashion yang dikenakan dan tingkah laku yang mereka perlihatkan. Anti kemapanan, anti sosial, penganut paham kebebasan kaum perusuh dan kriminal dari kelas rendah, pemabuk berat sering dicirikan sebagai seorang punker yang kemudian melekat dalam punk.
Lewat globalisasi dengan cepat pula ideologi punk hadir di Indonesia, tidak terkecuali di kota Pangkalpinang yang merupakan ibukota provinsi kepulauan Bangka Belitung dimana terdapat masyarakat yang heterogen, datang dari berbagai daerah untuk mencari kehidupan yang lebih baik di Pangkalpinang yang tentunya membawa berbagai kebudayaan, prilaku, ideologi dari daerah asalnya yang membuat kehidupan masyarakatnya semakin kompleks, juga di karenakan bersentuhan dengan globalisasi dan modernitas yang lambat laun semakin mengikis nilai, norma, dan kultur asli masyarakat Bangka Belitung seperti hal nya di kota-kota besar lainnya. Individualisme mulai tumbuh, nilai religius dan kontrol sosial di masyarakat semakin melemah sehingga dengan semakin kompleksnya masyarakat Pangkalpinang, sebagai konsekuensinya menyebabkan munculnya kelompok- kelompok sosial yang terkadang terbentuk berdasarkan kesamaan visi dan misi, hobi, tujuan, ideologi, keyakinan, pemahaman dan tafsir tentang relitas sosial. Di dalam terbentuknya kelompok-kelompok sosial pada masyarakat kota Pangkalpinang ini, ada yang bersifat positif dan ada yang bersifat negatif, ada yang bisa di terima ada pula yang justru di tolak dan di kucilkan, semua tergantung dari citra yang di tampilkan kelompok tersebut di masyarakat dan bagaimana masyarakat menanggapi kehadiran suatu kelompok sosial tersebut.
Selain punk, ada banyak kelompok sosial yang ada di kota Pangkalpinang, beberapa di antaranya merupakan kelompok yang memiliki anggota anak muda yang seolah sedang mencari jati dirinya, diantaranya sebut saja komunitas penyuka kendaraan roda dua atau roda empat merek tertentu, kelompok keagamaan, hingga kelompok yang terbentuk akibat adanya penolakan atas ketidaklaziman seperti kelompok waria, gay, homosexsual, komunitas punk dan lainnya. Dari beberapa kelompok yang ada di kota Pangkalpinang, komunitas punk merupakan kelompok yang tertarik untuk diteliti, dikarenakan di dalam komunitas punk  terdapat pemuda-pemudi kota Pangkalpinang yang bergabung masih dalam usia sekolah namun mengikuti pola hidup komunitas punk seperti komunitas punk pada umumnya, dimana dari segi penampilan terlihat urakan dengan gaya rambut dan busana yang sedikit extreme, banyak dari mereka yang berkeliaran di jalanan kota Pangkalpinang secara bergerombol dan dalam jumlah yang cukup besar lengkap dengan mengenakan atribut-atribut khas seorang punker.
Punk di kota Pangkalpinang sendiri bukan merupakan suatu hal yang baru, karena keberadaan mereka sudah cukup lama di kota Pangkalpinang. Kehadiran komunitas punk di kota Pangkalpinang yang merupakan budaya asing  yang lahir di London dan kemudian lewat globalisasi di adopsi oleh para remaja di kota Pangkalpinang cenderung berbeda karna merupakan budaya asing yang memiliki gaya hidup yang tidak lazim dengan budaya masyarakat timur. Ketidak laziman komunitas punk dapat terlihat dari cara berpakaian, model rambut, pola interaksi, dan idiologi yang dianut oleh setiap anggotanya. Selain itu perbedaan yang terjadi adalah pada pola interaksi setiap anggotanya yang terlihat cenderung kaku dan tertutup, ini mungkin saja sebagai gambaran prilaku dan reaksi penolakan terhadap situasi dan kondisi yang tidak sejalan dengan idiologi yang mereka pahami. Disamping itu dari pengamatan awal yang peneliti tangkap, ekspresi yang ditampilkan oleh komunitas ini cenderung ekstrim, hal ini dapat terlihat pada berbagai event dan kegiatan yang dilakukan seperti konser musik independen, recording album, dan produksi kaos yang mengangkat tema sosial dengan ilustrasi yang frontal.
Dari awal kelahiranya, masyarakat umumnya  mengenal punk  lebih  dari hal fashion yang dikenakan dan tingkah laku yang mereka perlihatkan. Seperti yang sebelumnya telah dijelaskan, anti kemapanan, anti sosial, penganut paham kebebasan kaum perusuh dan kriminal dari kelas rendah, pemabuk berat sering dicirikan sebagai seorang “punker”. Terlebih masyarakat sering melihat beberapa film dan permainan playstation yang menampilkan bahwa punk lebih identik dengan tindak premanisme, penampilan yang urakan dan keberutalan yang  sengaja di tonjolkan sebagai peran antagonis semakin mengkontruksi pandangan negatif masyarakat akan citra komunitas punk. Meski demikian tidak sedikit remaja di Pangkalpinang yang tertarik untuk bergabung kedalam komunitas punk, terlebih di tengah kondisi masyarakat saat ini yang sudah mulai mengerti dan terbiasa dengan teknologi khususnya teknologi informatika sehingga pola pikir serta wawasan masyarakat Pangkalpinang menjadi lebih terbuka akan dunia luar, dan berbagai kebudayaan asing dapat di lihat dengan mudah melalui internet dan situs jejaring sosial. Sehingga dengan mudah masyarakat dapat mencari referensi tentang punk melalui situs-situs internet dan jejaring sosial.  Meski citra yang ditampilkan komunitas punk cenderung terkesan negatif dan urakan, namun demikian jumlah anggota komunitas punk bisa tergolong jumlah yang banyak dibanding dengan beberapa komunitas lain yang ada di kota Pangkalpinang. Di samping itu beberapa aktifitas-aktifitas kerap dilakukan oleh komunitas punk yang bersentuhan langsung dengan masyarakat umum. Seiring dengan perkembangan waktu, komunitas punk seolah mencoba untuk mengikis citra negatif yang melekat pada diri komunitas mereka dengan mencoba melakukan upaya-upaya pencitraan agar image mereka berubah dan dapat diterima di masyarakat.
Di beberapa kota misalnya, banyak komunitas punk yang telah melakukan beberapa tindakan nyata untuk merubah image mereka dengan melakukan beberapa kegiatan yang lebih positif seperti membentuk komunitas yang selain bermusik, juga terlibat aktif dalam gerakaan perlawanan terhadap sistem hegemoni. Mereka juga sering melakukan pengorganisiran dan bekerja sama dengan komunitas yang lain serta melakukan perlawanan lewat graffiti, sablon, emblem, pin, dan rumah komunitas yang selain sebagai 'home base' atau markas juga sebagai media pendidikan dan distro yang di dalamnya terdapat sekumpulan punker yang aktif dan produktif  dalam hal produksi kaos, marchendise (pernak-pernik khas punk), dan aksesoris. Ada juga yang memiliki pola fikir yang lebih maju dan perduli terhadap pendidikan sehingga menjadi dosen di salah satu perguruan tinggi. Bahkan ada yang sampai menjadi bintang tamu pada acara HUT Bhayangkara dengan tampil menghibur para polisi dan penonton yang hadir menyaksikan penampilan mereka. Ini jelas menunjukan bahwa ada upaya- upaya yang dilakukan komunitas punk untuk merubah citra negatif mereka dan di terima di masyarakat.
Lantas bagaimana dengan komunitas punk yang ada di kota Pangkalpinang, apakah ada upaya-upaya atau pola-pola yang mereka lakukan untuk mengikis citra yang selama ini cendrung mengarah ke arah negatif.   Berdasarkan observasi awal yang peneliti lakukan terkait keberadaan komunitas punk di masyarakat kota Pangkalpinang, didapat pandangan awal yang peneliti tangkap tentang komunitas punk dimana masyarakat cendrung menganggap komunitas punk sebagai komunitas yang negatif, pandangan ini muncul dari kesan awal yang masyarakat lihat dari apa yang ditampilkan komunitas punk di masyarakat khususnya dari penampilan para anggotanya yang dianggap urakan, nakal, mengarah pada prilaku kriminal, pengangguran, pemabuk, dan tidak memiliki kegiatan yang mengandung unsur positif sama sekali, ini jelas merupakan suatu bentuk pencitraan yang ditangkap oleh masyarakat dari komunitas punk sebagai bentuk identitas komunitas punk. Namun demikian mereka justru mempertahankan bahkan memperkuat citra negatif atau cap yang di berikan masyarakat dengan tetap mempertahankan penampilan mereka yang tentu akan membentuk citra negatif di masyarakat.
Berdasarkan realitas yang digambarkan diatas dimana keberadaan komunitas punk di kota Pangkalpinang masih menimbulkan persepsi negatif dikalangan masyarakat kota Pangkalpinang sehingga muncul pertanyaan bagaimana pola pencitraan yang dilakukan komunitas punk di masyarakat kota Pangkalpinang dari awal kehadirannya hingga saat ini untuk merubah citra negatif dan dapat di terima masyarakat serta bagaimana masyarakat menyikapi keberadaan komunitas ini. Kondisi inilah yang membuat peneliti tertarik untuk melihat bagaimana pola interaksi didalam komunitas punk di Pangkalpinang, seperti apa pola pencitraan yang dilakukan di masyarakat serta bagaimana persepsi masyarakat dengan keberadaan komunitas punk di kota Pangkalpinang. Bagaimana dampak pencitraan tersebut terhadap keberadaan komunitas punk di kota Pangkalpinang.
1.2. Rumusan Masalah
1.      Bagaimanakah gambaran pola  pencitraan yang dilakukan komunitas punk di kota Pangkalpinang?
2.      Bagaimanakah dampak pencitraan tersebut terhadap keberadaan komunitas punk di masyarakat Pangkalpinang?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian merupakan hal yang ingin diketahui atau dilihat peneliti dari permasalahan yang terjadi atau yang diteliti, adapun tujuan penelitian yang ingin diketahui peneliti dari pola pencitraan komunitas Punk di masyarakat kota Pangkalpinang adalah sebagai berikut :
1.      Mengidentifikasi pola pencitraan yang dilakukan komunitas punk di masyarakat kota Pangkalpinang
2.      Mengetahui dampak pencitraan tersebut terhadap keberadaan komunitas punk di masyarakat Pangkalpinang.
1.4.  Manfaat Penelitian
 1.4.1. Teoretis
·      Peneliti
Dalam penelitian ini dapat untuk menambah ilmu maupun pengalaman empiris bagi peneliti yang notabene sebagai anggota dalam masyarakat dimana dituntut agar sadar dan dapat melihat dinamika didalam masyarakat terkait dengan munculnya komunitas baru yang merupakan sub-budaya asing sebagai bagian dari masyarakat, bagaimana komunitas ini mencitrakan diri di masyarakat Pangkalpinang, apa pengaruhnya bagi kehidupan bermasyarakat dan bagaimana pandangan masyarakat terkait keberadaan komunitas tersebut (punk).
1.4.2. Praktis                                       
·      Akademik
Hasil dari penelitian diharapkan dapat menjadi referensi dan acuan atau rujukan bagi peneliti-peneliti berikutnya yang berkaitan dengan permasalahan komunitas maupun persepsi masyarakat tentang suatu bentuk kebudayaan dan tatanan kehidupan baru diluar konteks kehidupan yang lebih mapan. Selain itu hasil penelitian dapat dijadikan sebagai acuan bagi pemerintah dalam mengatasi dan mengelola suatu perubahan prilaku didalam masyarakat untuk kemudian memberdayakan dan memberikan ruang untuk kelompok minoritas agar dapat berkarya dan hidup ditengah-tengah perbedaan yang ada didalam masyarakat.
1.5.  Tinjauan Pustaka
Tahap tinjauan pustaka merupakan suatu perbandingan antara penelitian sekarang dengan peneliti sebelumnya, dimana terkait dengan objek formal maupun objek material, agar dapat menjadi referensi bagi penelitian saat ini yang sedang dilakukan peneliti. Dalam penelitian ini arah penelitian yaitu pola pencitraan komunitas punk di masyarakat Pangkalpinang, bagaimana komunitas ini mencitrakan diri di masyarakat, apa saja pola-pola dan kegiatan yang dilakukan, bagaimana masyarakat menanggapi keberadaan suatu komunitas yang memiliki perbedaan dengan masyarakat pada umumnya, baik dari penampilan, pola prilaku, serta orientasi hidup. Serta apa dampak yang dihasilkan dari pola pencitraan  terhadap keberadaan komunitas di masyarakat Pangkalpinang.
Penelitian yang hampir sama membahas tentang pencitraan komunitas di masyarakat adalah penelitian tentang “Usaha Kaum Gay Pedesaan Dalam Mengekspesikan Jati Dirinya”. Dimana dalam penelitian ini membahas tentang bagaimana usaha yang dilakukan kaum gay yang berasal dari pedesaan untuk mengekspresikan dirinya sebagai seorang gay. Dimana banyak gay yang berasal dari pedesaan  yakni desa Karanganyar hijrah ke kota Solo tepatnya di kawasan Sri Wedari yang merupakan salah satu kawasan homo seksual di kota Solo, para kaum gay ini lebih nyaman untuk mengekspresikan jati dirinya sebagai seorang gay ditempat baru diluar lingkungan tempat tinggal mereka dengan kondisi masyarakat yang lebih heterogen, lebih terbuka, dan cendrung individualistis sehingga  keberadaan mereka tidak banyak dikenal orang, dan jati diri sebagian narasumber sebagai seorang gay dapat terjaga dan tidak diketahui oleh keluarga mereka di desa karena sebagian dari narasumber dalam penelitian ini mencitrakan diri sebagai seorang pria yang berwibawa, menikah dengan seorang wanita dan menjadi penasihat dilingkungan tempat tinggalnya, ada pula yang mengaku bahwa pasangan homonya merupakan sahabat karibnya, ada yang bertanggung jawab terhadap kebutuhan finansial keluarga dan menjadi tulang punggung keluarga sehingga dari hal- hal tersebut yang mereka lakukan membuat keberadaan dan jati diri mereka seolah tertutupi dan sebagian diterima di lingkungan keluarga dan masyarakat. Penelitian ini diteliti oleh mahasiswa bernama Suyatmi mahasiwa Sosiologi,  Fisip Universitas Sebelas Maret. Penelitian diatas memiliki relevansi antara penelitian yang sedang peneliti kaji, dalam penelitian ini terdapat kesamaan yakni melakukan pola pencitraan untuk merubah mindset masyarakat terhadap komunitas mereka sehingga berimpplikasi pada penerimaan masyarakat.
Selanjutnya penelitian yang hampir sama dengan penelitian yang sedang dikaji yakni dalam buku Kriminologi, penelitian yang berjudul “Persepsi Masyarakat Tentang Polri (Suatu Kajian Kriminologis)”. Dalam penelitian ini membahas tentang kesan atau citra masyarakat terhadap kepolisian yang belum membaik, baik di negara maju maupun negara berkembang. Dimana pihak kepolisian terus berupaya memperbaiki citra baiknya dimasyarakat yang dianggap kurang adil dalam menerapkam hukum ditambah dengan adanya prilaku-prilaku buruk dari oknum kepolisian membuat proses interaksi dan citra kepolisian dimata masyarakat menjadi negatif. Disamping itu, pelanggaran-pelanggaran serta kelalaian angota kepolisian dalam menegakan hukum menghasilkan cap negatif, sehingga terjadi proses labeling atau stigma terhadap Polri yang mempengaruhi kinerja Polri itu sendiri yang kemudian menghasilkan pencitraan-pencitraan untuk merubah citra Polri.
1.6.  Kerangka Teoretis
Dalam suatu penelitian, kerangka teori merupakan landasan berfikir untuk membahas suatu masalah. Perlu disusun kerangkan teori yang memuat pokok-pokok pikiran dalam membahas atau mengkaji permasalahan yang dibahas. Terkait dengan penelitian yang akan dilakukan, teori yang digunakan harus relevan dengan permasalahan yang akan dibahas. Adapun teori yang dianggap relevan mengenai penelitian ini adalah teori Labelling dari  Erving Goffman. Teori labeling, dimana dalam teori ini menyatakan bahwa bagaimana pelabelan didapatkan.
Ada dua macam pendekatan teori labeling, yaitu :
1.      Persoalan tentang bagaimana dan mengapa seseorang memperoleh cap atau label. Persoalan labeling ini, memperlakukan labeling sebagai dependent variable atau variable tidak bebas dan keberadaannya memerlukan penjelasan. Labeling dalam arti ini adalah sebagai akibat dari reaksi masyarakat. (Atmasamita Romli, 1992 : 38)
2.      Efek labeling terhadap penyimpangan tingkah laku berikutnya, persoalan labeling kedua adalah bagaimana labeling mempengaruhi seseorang yang terkena label atau cap. Persoalan ini memperlakukan labeling sebagai variable yang independent atau variable yang bebas/mempengaruhi. Dalam kaitan ini, ada dua proses bagimana labeling mempengaruhi seseorang yang terkena label/cap untuk melakukan penyimpangan tingkah lakunya.
Pertama, cap/label tersebut menarik perhatian pengamat dan mengakibatkan pengamat selalu memperhatikannya dan kemudian seterusnya cap/label tersebut melekat pada diri orang itu.
Kedua, label atau cap tersebut sudah diadopsi oleh seseorang dan membawa pengaruh pada dirinya sehingga ia mengakui dengan sendirinya sebagaimana cap/label itu diberikan padanya oleh si pengamat. (Atmasasmita Romli, 1992 ; 39)
Pengamat menurut teori labeling merupakan kelompok-kelompok yang bersifat dominan atau kelompok berkuasa dimana merupakan kelompok yang merumuskan suatu bentuk penyimpangan atau kejahatan. Berbagai agen  kontrol sosial mencermati cap yang digunakan seperti polisi dan lembaga pengadilan dalam menyebut dan mengindefikasi pelaku-pelaku penyimpangan melahirkan persepsi yang ada di dalam benak para agen kontrol sosial terhadap suatu tindak penyimpangan dan si pelaku penyimpang yang kemudian di identikan sehingga melekat pada diri pelaku.
    Dua konsep penting dalam teori labeling adalah, primary deviance dan secondary deviance. Primary deviance ditujukan kepada perbuatan penyimpangan tingkah laku awal, penyimpangan primer muncul dalam konteks sosial, budaya dan yang sangat bervariasi dan hanya mempunyai efek samping bagi struktur fisik individu. Sedangkan secondary deviance adalah berkaitan dengan reorganisasi psikologis dari pengalaman seseorang sebagai akibat dari penangkapan, penangkapan dan pengambilan keputusan oleh sistem peradilan pidana yang di bentuk berdasarkan perspektif kehendak bebas yang memeperkenalkan penilaian dan penolakan terhadap mereka yang di pandang sebagai penjahat atau pelaku penyimpangan. Labeling merupakan suatu proses yang akan melahirkan identifikasi dengan citra penyimpang dan sub-kultur diluar norma atau budaya yang berlaku pada masyarakat tertentu.
Perspektif labeling mengetengahkan pendekatan interaksionisme dengan berkonsentrasi pada konsekuensi interaksi antara penyimpang dengan agen kontrol sosial. Di perkirakan bahwa pelaksanaan kontrol sosial menyebabkan penyimpangan, sebab pelaksanaan kontrol sosial tersebut mendorong orang masuk ke dalam peran penyimpang. Di tutupnya peran konvensional bagi seseorang dengan pemberian stigma dan label menyebabkan orang tersebut dapat menjadi penyimpang sekunder, khususnya dalam mempertahankan diri dari pelabelan. Untuk masuk kembali kedalam peran sosial konvensional yang tidak menyimpang adalah berbahaya dan individu merasa teralienasi. Pemberian sanksi dan label yang dimaksudkan untuk mengkontrol penyimpangan malah menghasilkan sebaliknya. (Yesmir Anwar, Adang, 2010 : 111)
Proses pembentukan penjahat atau orang yang melakukan penyimpangan dimulai dengan proses pemberian cap, mengidentifikasi, memisahkan, mendeskripsikan, menekankan, dan melahirkan kesadaran dan kesadaran diri. Proses ini merangsang, menyarankan, menekankan, dan mengundang ciri-ciri yang dikeluhkan sehingga di terima oleh pelaku penyimpangan dan menjadi tolak ukur tindakan penyimpangan berikutnya. 
Berkaitan dengan efek labeling terhadap penyimpangan tingkah laku berikutnya, oleh karena salah satu asumsi dasar teori labeling menyatakan bahwa labeling merupakan suatu proses yang akan melahirkan identifikasi dengan citra sebagai penjahat. Label atau cap yang sudah ada akan di adopsi oleh si penerima label atau cap dan mempengaruhi dirinya sehingga ia mengakui dengan sendirinya sebagaimana yang di berikan oleh pengamat, hal ini dapat memperbesar ke cendrungan penyimpangan tingkah laku, untuk itu di butuhkan reorganisai psikologis demi mencegah penyimpangan prilaku bagi angota komunitas yang baru yang memaknai punk hanya sebatas fashion, gaya hidup, maupun musik, perlu ada upaya pencitraan kembali, agar perlahan dapat merubah stigma negatif masyarakat terhadap punk . karena pelabelan negatif komunitas punk sebenarnya tidak serta merta menyamaratakan segenap anggota aparatur yang ada dengan labeling yang dimaksud.
 Reorganisasi psikologis ini tergantung dari seberapa besar  usaha dari pelaku penyimpangan memaknai cap/label yang melekat padi diri mereka, apakah akan terus di adopsi atau merubah cap/label tersebut kepada perbaikan-perbaikan kondisi psikologis untuk ke luar dari cap/label tersebut
1.7.  Alur Pikir
  •                                                  
    Komunitas
    Punk
                 
  •                                          Identifikasi  Pola Pencitraan   KomunitasPunk


  •                                                    Persepsi Masyarakat
  • Teor Labelling   
     Kualitatif ,   Deskriptif,  analisis 
                                               Ø  Pola Pencitraan Komunitas Punk
                                               Ø  Dampak Pencitraan komunitasPunk 

Alur pikir di atas menjelaskan awal mula, definisi serta sejarah berkembangnya komunitas punk.  Punk merupakan komunitas yang lahir di London, Ingris sebagai bentuk resistensi terhadap sistem monarki yang menindas. Punk mengkampanyekan sikap-sikap resistensi mereka melalui lirik-lirik lagu yang keras, frontal dan protes sosial politik serta cara berpakaian yang tidak lazim. Dalam hal ini yang menjadi fokus penelitian  yang ingin peneliti lakukan adalah komunitas punk yang ada di Pangkalpinang di mana komunitas punk di kota Pangkalpinang bukan merupakan  hal yang baru, karena keberadaan mereka sudah cukup lama di kota Pangkalpinang. Lewat globalisasi di adopsi oleh para remaja di kota Pangkalpinang dirasa cendrung berbeda  karna merupakan budaya asing yang memiliki gaya hidup yang tidak lazim dengan budaya masyarakat timur.  Ketidak laziman komunitas punk dapat terlihat dari cara berpakaian, model rambut, pola interaksi, idiologi yang dianut oleh setiap anggotanya. Selain itu perbedaan yang terjadi adalah pola interaksi setiap anggotanya yang cenderung kaku dan tertutup, sebagai gambaran prilaku dan reaksi  penolakan terhadap situasi dan kondisi yang tidak sejalan dengan idiologi yang mereka pahami. Selain itu ekspresi yang ditampilkan oleh komunitas ini cenderung ekstrim, hal ini dapat terlihat pada berbagai event dan kegiatan dilakukan seperti konser musik independen, recording album, produksi kaos yang mengangkat tema sosial dengan ilustrasi yang frontal.
Peneliti dalam hal ini menjelaskan bagaimana pola pencitraan yang dilakukan komunitas punk di kota Pangkalpinang serta dampak pencitraan yang komunitas punk lakukan, di awali dengan identifikasi pola pencitraan yang dilakukan komunitas punk di kota Pangkalpinang dengan melakukan observasi dan menentukan poin-poin pola pencitraan. Poin-poin pola pencitraan yang telah dirumuskan setelah tahap observasi kemudian akan di analisis dengan melihat dampak apa saja yang akan di hasilkan terhadap keberadaan dan citra komunitas punk di masyarakat kota Pangkalpinang. Disamping itu peneliti akan menjaring persepsi masyarakat terkait keberadaan komunitas punk dimana persepsi masyarakat disini merupakan tolak ukur pandangan masyarakat tentang komunitas punk, proses penjaringan pendapat masyarakat terhadap keberadaan dan aktifitas komunitas punk ini merupakan salah satu tahapan dalam proses labeling yang merupakan teori yang akan digunakan untuk menganalisis masalah dalam penelitian ini. Dalam prosesnya, pola pencitraan yang dilakukan sering kali menimbulkan berbagai reaksi negatif dari masyarakat, karena dalam melakukan pola pencitraan diri sangatlah sulit untuk mendapat respon positif  masyarakat, dikarenakan citra komunitas punk yang dari awal telah di opresi sebagai komunitas yang menyimpang. Hal tersebut diopresikan oleh masyarakat dan lingkungan sosial. Sama halnya komunitas punk yang ada di kota Pangkalpinang, padahal beberapa kegiatan-kegiatan yang di lakukan komunitas punk yang mengarah ke pada kegiatan positif sering di lakukan khususnya komunitas punk di kota-kota besar yang telah lama hadir sebagai sub budaya di masyarakat dan memiliki pola fikir yang lebih terbuka dan berkembang serta sebagian besar telah mendapatkan respon yang positif dari masyarakat dan mulai di terima sebagai bagian dari dinamika yang ada di masyarakat. Lantas bagai manakah dengan komunitas punk yang ada di kota Pangkalpinang, adakah pola pencitraan yang dilakukan untuk merubah stigma negatif masyarakat. Maka dengan ini peneliti ingin menganilis dan mengaitkannya dengan beberapa teori yang di anggap relevan dengan permasalahan yang akan di kaji.
Teori yang akan di gunakan dalam penelitian ini yang di anggap relevan adalah teori labeling. Dimana dalam teori labeling menjelaskan pendekatan tentang mengapa dan bagaimana seseorang mendapatkan cap atau pelabelaan serta efek dari pelabelan tersebut terhadap penyimpangan tingkah laku berikutnya, kaitannya dengan komunitas punk adalah bagaimana dan mengapa komunits punk mendapat cap negatif dari masyarakat, jika dilihat dan serta dikaitkan dengan teori labeling, dari awal kemunculannya punk yang identik dengan pola hidup yang diluar konteks masyarakat pada umumnya khususnya masyarakat timur serta penampilan yang berbeda dan cendrung ekstrim menarik perhatian pengamat dan mengakibatkan pengamat selalu memperhatikanya, kemudian seterusnya cap/label tersebut melekat pada diri orang itu dalam hal ini komunitas punk. Kemudian label atau cap tersebut sudah diadopsi  dan membawa pengaruh pada dirinya sehingga ia mengakui dengan sendirinya sebagaimana cap/label itu diberikan padanya oleh si pengamat, komunitas punk yang telah mendapatkan cap/label dari masyarakat maupun agen kontrol sosial dalam hal ini seperti polisi dan lembaga pengadilan dalam mendefinisikan pelaku-pelaku penyimpangan yang melahirkan persepsi di kepolisian maupun pejabat pengadilan yang pernah menangani komunitas punk  akhirnya membentuk stereotype negatif pada komunitas punk dan mereka mengakuinya. Untuk mengetahui bagaimana persepsi masyarakat terhadap komunitas punk dan apakah identifikasi pola pencitraan yang di lakukan melalui proses observasi serta analisis dampak pola pencitraan yang di lakukan relevan dengan teori dan kenyataan di lapangan selama penelitian dan proses pengumpulan data maka peneliti kan menggunakan pendekatan kualitatif yang berkaitan dengan penyajian data secara kualitas bukan angka dan lebih menekankan pada eksplorasi data, serta menggunakan jenis penelitian deskriptif analisis yang digunakan untuk pengukuran secara cermat terhadapa suatu fenomena sosial dimana keakuratan data diperoleh dengan melakukan wawancara kepada pihak terkait, dan melakukan observasi.
Dengan demikian setelah melalui proses pengumpulan data dan analisa data maka dapat diketahui poin-poin apa saja yang sebelumnya telah di identifikasi dan di analisis akan terlihat data-data yang berhubungan dengan kondisi riil di lapangan sehingga dapat disimpulkan pola pencitraan yang dilakukan komunitas punk serta dampaknya terhadap komunitas mereka.

BAB II
METODE PENELITIAN

Dalam suatu penelitian, metode penelitian merupakan suatu instrument penelitian yang sangat penting dalam menentukan cara penelitian yang juga sebagai petunjuk pelaksanaan dalam menemukan suatu kebenaran pada objek penelitian. Dalam pengertiannya, metode adalah suatu suatu cara, jalan, petunjuk pelaksanaan atau petunjuk teknis, sehingga memiliki sifat yang praktis. (Kaelan, 2005 : 7)
Maka dengan demikian dalam suatu proses penelitian cara-cara praktis, sistematis, bahkan teknis haruslah dimiliki untuk menunjang sistematika dan kerasionalitasan data. Sehingga terdapat beberapa pendekatan dan jenis penelitian yang sering di gunakan untuk mengedintifikasi beberapa hal serta mengolah data dengan jelas dan valid. Adapun pendekatan dan jenis penelitian yang akan dilakukan pada penelitian kali ini dapat di lihat sebagai berikut :
2.1. Pendekatan dan jenis peneletian
Metode penelitian merupakan langka-langkah yang sistematis untuk menemukan jawaban dari penelitian, selain itu metode penelitian merupakan cara atau petunjuk teknis yang memiliki sifat yang praktis untuk menjawab sebuah fenomena penelitian.
Dalam metode penelitian, terdapat berbagai macam pendekatan yang di pergunakan oleh setiap peneliti dalam penelitian di antaranya adalah pendekatan kualitatif. Guna memudahkan peneliti dalam menjawab “Gambaran Pola Pencitraan Komunitas Punk di Masyarakat Kota Pangkalpinang”, maka pendekatan yang peneliti pergunakan adalah pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif adalah pendekatan yang tidak menekankan pada perhitungan dan presentase angka atau mengukur obyek dengan suatu perhitungan angka-angka atau statistik sehingga tidak terpaku pada jumlah, dan perhitungan-perhitungan karena lebih menekankan segi kualitas secara alamiah seperti pengertian konsep nilai serta ciri-ciri obyek yang melekat obyek penelitian lainnya.
Dalam Ibrahim (2009:41), dijelaskan bahwa Metode kualitatif  pada umumnya terdapat 2 jenis penelitian, yaitu penelitian kualitatif dan penelitian kuantitatif. Penelitian kualitatif lebih berkaitan dengan penyajian data secara kualitas, bukan angka-angka, dan biasanya lebih pada eksplorasi data, bukan pengujian variabel. Penelitian kualitatif lebih berhubungan dengan proses yang penuh dengan value (nilai), tidak memiliki ukuran patokan sejak awal. Menurut Sukamadinata dalam Ibrahim (2009:44) penelitian kualitatif adalah suatu penelitan yang ditujukan untuk mendeskripsikan dan menganalisis fenomena, peristiwa, aktivitas sosial, sikap, kepercayaan, persepsi, pemikiran orang secara individual maupun kelompok. Metode kualitatif ini di anggap relevan digunakan dalam melakukan penelitian ini.  
Sedangkan jenis penelitan merupakan suatu hal yang sangat penting. Digunakan untuk memperoleh urutan-urutan dalam penelitian, sebagai instrument peneliti memperoleh dan mengolah data yang disesuaikan dengan jenis penelitian yang akan dilakukan, dan dalam penelitian ini, jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif analisis.
Penelitian deskriptif analisis merupakan jenis penelitian yang digunakan untuk pengukuran yang cermat terhadap suatu fenomena social. Dimana peneliti memperoleh kekakuratan data dengan melakukan wawancara kepada pihak yang yang terkait, melakukan opservasi dilokasi tempat penelitian sebagai gambaran bagi peneliti akan kondisi daerah maupun kondisi komunitas yang akan diteliti terkait dengan ini yakni komunitas punk di kota Pangkalpinang agar dapat menghimpun fakta dan mengembangkan konsep namun tidak melakukan pengujian hipotesa.
2.2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini berlokasi di kota Pangkalpinang yang merupakan ibukota provinsi kepulauan Bangka Belitung, focus penelitian pun yakni komunitas punk dikota Pangkalpinang dan masyarakat Pangkalpinang itu sendiri.
2.3.  Sumber data
Sumber data yang digunakan yakni data primer dan data sekunder, data primer adalah data yang diperoleh dari sumber pertama langsung dilapangan melalui wawancara mendalam kepada informan baik dari masyarakat kota Pangkalpinang maupun anggota komunitas punk, serta melalui observasi secara teliti dan seksama tehadap kondisi-kondisi yang sesungguhnya dilapangan.
Sedangkan data sekunder merupakan data yang diperoleh melalui kajian pustaka, buku-buku, maupun dokumen-dokumen yang berkaitan erat dengan objek penelitian.
Menurut Sangadji dan Sopiah (2010:44) “data primer merupakan data yang di peroleh langsung dari orang pertama atau nara sumber utama yang mengalami langsung kejadian tersebut. Dalam prosesnya, sistem random dari beberapa nara sumber yang di pilih kerap di gunakan di dalam data primer”. Untuk mendukung validitas data yang di dapat, peneliti akan menghimpun data dari para anggota komunitas punk dan masyarakat Pangkalpinang serta informasi-informasi mengenai beberapa lokasi yang berkaiatan dengan aktivitas komunitas punk.
Sedangkan “data sekunder merupakan data yang di peroleh dari organisasi atau perorangan melalui pihak lain yang mengetahui permasalahan, data sekunder bisa di dapatkan melalui sebuah artikel, buku-buku kuliah, dan melalui internet. Umumnya data sekunder merupakan suatu data berupa bukti, catatan, atau laporan, historis yang tersusun dalam arsip yang di publikasikan maupun tidak di publikasikan”. Untuk mendukung kelengkapan data, peneliti akan mengumpulkan data sekunder terkait dengan penelitian ini mulai dari artikel-artikel yang berkaitan baik di buku maupun di internet serta pihak-pihak yang yang di anggap memiliki informasi tentang penelitian ini. 
2.4.  Teknik Pengumpulan Data
Dalam memperoleh data terkait penelitian yang akan dilakukan  maka teknik pengumpulan data merupakan hal yang sangat penting untuk memperoleh data yang akurat, detail, valid, maka metode pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai berikut :
2.4.1.      Observasi
Observasi atau pengamatan merupakan suatu aktivitas untuk koleksi data, dengan cara mengamati dan mencatat mengenai kondisi-kondisi, proses-proses dan prilaku-prilaku objek penelitian. Berkaitan dengan metode observasi ini sangat perlu memperhatikan ruang (lokasi) dan waktu. Oleh karena itu, segala bentuk pencatatannya melampirkan ruang dan waktusebagai salah satu tolak ukur validitas data yang dikoleksi. (Surya Sutan, 2006 : 54)
2.4.2.      Wawancara
Wawancara merupakan suatu metode dalam koleksi data dengan cara memberikan pertanyaan-pertanyaan mengenai hal-hal yang diperlukakan sebagai data penelitian. Hasil dari koleksi data dengan cara ini adalah jawaban-jawaban. Pada umumnya koleksi data dengan cara ini sengan dipengaruhi oleh kondisi dan latar belakang seseorang. Dengan demikian pembagian kelompok-kelompok masyarakat harus diperhatikan dan pencatatan mengenai mengenai hal ini menjadi landasn validitas yang kuat dalam penelitian, (Surya Sutan, 2006 : 54). Peneliti akan melakukan wawancara langsung dengan responden yang di anggap kompeten dan dapat memberikan data akurat yang di butuhkan selama penelitian. Di dalam teknik wawancara sendiri terdapat beberapa jenis teknik yaitu :
a.    Wawancara terstruktur, merupakan wawancara dimana pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan sumber data telah disiapkan, seperti menggunakan pedoman wawancara. Dengan demikian penelitian telah mengetahui data dan menentukan fokus serta perumusan masalahnya.
b.    Wawancara semi terstruktur, merupakan wawancara yang sudah cukup mendalam karena terdapat penggabungan antara wawancara yang berpedoman pada pertanyaan yang sudah disiapkan dan pertanyaan yang lebih luas dan mendalam dengan mengabaikan pedoman yang sudah ada. (Afifuddin dan Beni, 2009:133)  
2.4.3.      Dokumentasi
Dokumentasi merupakan pembuatan dan penyimpanan bukti-bukti (gambar, tulisan, suara dll) terhadap segala hal baik objek atau juga peristiwa yang terjadi dalam penelitian. (Surya Sutan, 2006 : 55)
Hasil-hasil dokumentasi terkait kegiatan-kegiatan maupun data-data yang di peroleh dilapangan selama penelitian akan di tampilkan pada lembar lampiran sebagai bukti dan data pendukung yang memperkuat data selama proses pengumpulan data. 
2.5.   Teknik Analisa Data
Pada keseluruhan proses penelitian, analisis data memegang peranan yang sangat penting. Peneliti akan dihadapkan pada banyak data selama proses penelitian. Setelah proses pengumpulan data, perlu dilakukan proses pengurutan data, pemilihan, dan pengorganisasian data akan lebih focus dan dapat disesuaikan berdasarkan kategori ataupun tema-tema tertentu secara teratur.  
Berikut tahapan-tahapan dalam teknis analisis data yang digunakan dalam penelitian ini :
1.      Reduksi data adalah proses pemilihan, pemusatan, dan transformasi data kasar yang muncul dilapangan yang bersumber dari catatan-catatan tertulis selama proses pengumpulan data. Reduksi data merupakan alat analisis, oleh karena itu data terlebih dahulu dirangkum, difokuskan, dan ditentukan tema agar dapat memberikan kode untuk kategori-kategori data yang didapat. Reduksi data dapat menyaring dan membuang data-data yang tidak dibutuhkan, juga dapat menajamkan dan mengarahkan suatu data sehingga data yang telah direduksi dapat memberikan gambaran yang lebih tajam tentang hasil observasi yang dilakukan dilapangan sehingga data dapat diverifikasi.
Data yang peneliti dapat melalui proses wawancara dengan informan selama penelitian berlangsung baik melalui hasil wawancara terstruktur maupun semi tersruktur serta catatan yang peneliti kumpulkan selama mengikuti kegiatan komunitas punk di kumpulkan dan dirangkum, kemudian semua data hasil pengumpulan data di lapangan di himpun untuk menentukan data-data yang sesuai dengan poin-poin yang telah di rumuskan dalam identifikasi pola pencitraan dan analisis dampak melalui observasi yang telah dilakukan terlebih dahulu sehingga di dapat gambaran yang lebih tajam serta data yang kuat dan relevan terkait masalah yang di teliti.
2.      Penyajian data adalah penarikan kesimpulan dari sekumpulan informasi yang tersusun, informasi yang telah tersusun juga dapat menentukan pengambilan suatu tindakan terhadap data yang telah disajikan. Membuat penyajian data  juga merupakan suatu langkah analisis data, data dibuat dalam bentuk table, bagan, matrik, dan grafik untuk selanjutnya di diskusikan dan kemudian memberikan penafsiran dan interpretasi dari penemuan penelitian.  
Data dan informasi yang sudah terkumpul kemudian di analisis berdasarkan dengan poin-poin yang telah terarah dan telah tersusun untuk selanjutnya menafsirkan dan menginterpretasikan temuan-temuan dilapangan. Hasil tidak lanjut dari data yang telah di analisis melalui diskusi dengan dosen pembimbing memberikan tafsiran terhadap data yang telah tersusun sehingga data yang telah di dapat memberikan gambaran yang jelas dan relevan mengenai pola pencitraan yang di lakukan komunitas punk di Pangkalpinang dan dampaknya terhadap komunitas punk.

3.      Menarik kesimpulan dan verifikasi merupakan pemahaman atas informasi kemudian mencari makna dari catatan mengenai keteraturan, pola-pola, penjelasan, konfigurasi-konfigurasi, alur sebab akibat serta proposisi. Untuk itu, dalam penelitian kualitatif kesimpulan-kesimpulan yang diambil dengan longgar, tetap terbuka, skeptis sifatnya meskipun kesimpulan sudah disediakan, mula-mula belum jelas, dan kemudian meningkat menjadi lebih rinci serta mengakar dengan kokoh. Hal tersebut, sebagai sesuatu yang jalin-menjalin pada saat sebelum, selama, dan sesudah pengumpulan data dalam bentuk yang sejajar untuk membangun wawasan umum. Dalam kesimpulan penelitian kualitatif dilakukan sejak dimulainya proses kontak dengan unit analisis, lalu bersamaan dengan proses tersebut berlangsung kegiatan verifikasi yang kemudian menarik pokok pikiran ataupun memberi solusi dan tindakan yang perlu dilanjutkan setelah memperoleh hasil penelitian, sehingga dalam verifikasi dipikirkan kembali selama menulis ataupun suatu tinjauan ulang pada catatan lapangan yang begitu seksama dan bertukar pikiran dengan teman sejawat untuk membangun kesepakatan intersubyektif.
Setelah dilakukan reduksi data dan penyajian data, peneliti menarik kesimpulan terhadap masalah yang di teliti yang dilakukan secara bertahap mulai dari tahapan observasi, penentuan poin-poin pola pencitraan dan analisa sementara dampak yang akan dihasilkan. Dilanjutkan dengan pemilihan dan pemusatan data-data yang relevan antara poin-poin yang telah ditentukan dengan kondisi yang sebenarnya dilapangan sehingga data dapat diverifikasi, kemudian dilakukan analisis setelah semua data yang dibutuhkan terarah dan poin penting yang menjadi fokus penelitian terlihat dengan jelas, terperinci, mengakar dan kokoh. Kemudian dilakukan verifikasi terhadap data halus yang telah terarah dan telah dianalisis sehingga didapatkan pokok-pokok pikiran dan solusi serta tindakan yang akan dilakukan setelah hasil penelitian didapatkan.  

                     BAB III                                                                      GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

3.1.       Sejarah Komunitas Punk Di Pangkalpinang
3.1.1.      Sejarah Kemunculan
Seiring dengan perkembangan zaman yang telah memasuki era globalisasi dan modernitas, berbagai kebudayaan dengan mudahnya masuk kedalam sebuah negara lewat informatika tentunya yang merupakan alat dan hasil dari modernisasi tersebut. Lewat alat- alat yang semakin canggih diciptakan khususnya jejaring social, situs internet, hingga majalah digital, informasi apa pun dan dari manapun akan sangat mudah diterima oleh seluruh penduduk di seluruh belahan dunia, bahkan hingga ke pelosok-pelosok desa yang sudah mendapatkan akses internet baik lewat jaringan internet berlangganan maupun koneksi telepon selular.
Melalui gelobalisasi dan modernisasi pula batasan wilayah dan kebudayaan seolah tidak ada artinya lagi, proses asimilasi semakin mudah terjadi di suatu wilayah. Asimilasi sendiri merupakan pembauran dua kebudayaan yang disertai dengan hilangnya ciri khas kebudayaan asli sehingga membentuk kebudayaan baru. Suatu asimilasi ditandai oleh usaha-usaha mengurangi perbedaan antara orang atau kelompok. Untuk mengurangi perbedaan itu, asimilasi meliputi usaha-usaha mempererat kesatuan, tindakan, sikap, dan perasaan dengan memperhatikan kepentingan serta tujuan bersama. Hasil dari proses asimilasi yaitu semakin tipisnya batas perbedaan antar individu dalam suatu kelompok, atau bisa juga batas-batas antar kelompok. Selanjutnya, individu melakukan identifikasi diri dengan kepentingan bersama. Artinya, menyesuaikan kemauannya dengan kemauan kelompok.
Sehingga dengan demikian terciptalah suatu kebudayaan baru atau sub culture yang terbentuk atas pertemuan dua kebudayaan dan membentuk kebudayaan baru seperti komunitas Punk. Pangkalpinang sebagai ibukota provinsi Bangka Belitung pun tak luput dari dampak globalisasi dan modernitas, sehingga tak heran jika komunitas punk yang menjadi fokus kajian peneliti pun hadir dan seolah menjadi budaya tandingan di masyarakat Bangka Belitung. Sejarah mulai hadirnya Punk di Bangka Belitung khususnya Pangkalpinang bermula pada tahun 2000 dimana seorang pemuda asal Bandung bernama Budi yang memang merupakan seorang anak Punk (Punker) datang ke Pangklapinang untuk merantau mencari pekerjaan.
Budi yang datang ke Pangkalpinang dengan dandanan khas seorang punker kemudian menarik perhatian beberapa pemuda Pangkalpinang, pada saat itu hanya 5 orang saja yang tertarik “nge-punk”, dan tidak membentuk suatu komunitas. Ke lima orang tersebut yakni Azam, Adib, Ari, dan Yaya di tambah Budi, karena mereka tampil secara bergerombol dengan dandanan yang cukup mencolok ternyata menimbulkan rasa penasaran di masyarakat Pangkalpinang khususnya para pemuda yang memang tertarik dengan suatu hal baru. Mereka semakin menarik perhatian tatkala mengikuti festival band yang tergolong cukup besar di kota Sungailiat, komunitas Black Metal (aliran music metal) yang pada saat itu sedang di gandrungi dan merebak di kalangan pemuda penyuka musik dengan beat yang tinggi ini dengan cepat bergabung dan berubah haluan meninggalkan Black Metal dan mulai menjadi seorang Punker. 
Memang karena pada saat itu Punk sedang di gandrungi dan menjadi pembicaraan di komunitas musik di Indonesia, maka beberapa pemuda anggota komunitas Black Metal kota Sungailiat yang sudah tahu dengan aliran Punk karena beberapa anggotanya ada yang sering keluar Bangka yakni ke kota-kota besar telah mengenal punk baik dari mulut kemulut, kaset musik maupun melalui majalah berinisiatif untuk membentuk komunitas punk. Baru pada tahun 2001 Punk di Pangkalpinang mulai merebak setelah ke lima punggawa punk Pangkalpinang ini sering tampil di publik dan mengikuti festival band yang di selenggarakan oleh PT Timah Tbk yang merupakan festival band terbesar se Bangka Belitung sehingga aksi panggung, lirik lagu, serta musik yang tergolong baru dan tidak lazim yang mereka tampilkan menarik perhatian masyarakat maupun komunitas musik Bangka Belitung yang hadir pada acara tersebut.
3.1.2.      Dinamika Komunitas Punk di Pangkalpinang
Setelah seringnya tampil di muka umum serta mengikuti beberapa acara musik baik parade maupun festival band khusus nya festival band yang di selenggarakan PT Timah Tbk pada tahun 2001, baru lah beberapa pemuda Pangkalpinang tertarik dan mulai bergabung dengan punk. Sedikit demi sedikit jumlah anggota punk bertambah, jumlah ini semakin betambah ketika mereka memiliki basecamp (tempat berkumpul) khusus yang menjadi tempat mereka nongkrong dan berkumpul yakni di Komplek Perumahan Timah Pasir Garam, Kelurahan Ampui, Kecamatan Pangkal Balam, Pangkalpinang sehingga keberadaan mereka mudah di cari dan memudahkan orang lain untuk menemukan mereka ketika ingin bergabung menjadi anggota.
Para anggota yang awalnya hanya anak-anak sekitar komplek mulai berkembang dan merambah seluruh wilayah Pangkalpinang ketika beberapa anggota mereka mulai mengajak beberapa pemuda dari daerah lain di Pangkalpinang hingga jumlah mereka semakin bertambah banyak. Awalnya para anggota baru ini hanya sekedar di ajak nongkrong dan belum begitu memahami apa dan bagaimana punk serta gaya dan cirri khas seorang punker, mereka bergabung hanya karena rasa ketertarikan mereka dengan komunitas baru ini. Barulah pada tahun 2002 jumlah anggota punk semakin banyak setelah para anggota yang baru bergabung satu persatu mengajak teman-teman dan kenalan mereka untuk bergabung kedalam punk, kebanyak dari anggota baru ini merupakan ABG (Anak Baru Gede) atau remaja se umuran anak-anak Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas yang tertarik melihat punk yang sering muncul dengan dandanan yang unik dan bergelombol dalam jumlah yang banyak. Kebiasaan-kebiasaan punk pun dinilai menjadi salah satu faktor banyaknya remaja Pangkalpinang yang tertarik untuk bergabung.
Kebiasaan-kebiasaan ini dapat terlihat ketika mereka sedang berkumpul dan tampil dalam sebuah pertunjukan musik, apabila pertunjukan musik dilakukan di Pangkalpinang maka komunitas punk di Sungailiat akan datang dan bergabung untuk tampil dan mendukung anggota lain yang akan tampil begitu juga sebaliknya, mereka memiliki gerakan khusus semacam tarian yang di sebut “POGO” yang apabila anggota mereka mulai naik panggung dan tampil memaikan musik, anggota lainnya akan berbondong-bondong menuju depan panggung untuk beramai-ramai bergoyang mengikuti hentakan musik yang di mainkan. Gerakan ini sepintas jika di lihat masyarakat awam merupakan gerakan yang identik dengan kekerasan karena memang saat melakukan POGO gerakan yang di tampilkan seperti gerakan orang yang sedang melakukan tawuran, dimana mereka saling tendang, sikut, dorong, saling tabrak dan saling mengangkat angota mereka beramai-ramai dan di lempar-lempar keatas.
Namun justru gerakan khas mereka ini lah yang menjadi salah satu faktor pemikat dari komunitas punk karena tidak ada perkelahian diantara mereka ketika melakukan POGO, justru kegembiraan yang seolah tampak pada diri para anggota punk. Selain itu kebiasaan lain yang juga cukup menarik adalah seringnya beberapa anggota punk yang makan bersama-sama dan tidur dalam satu basecamp sehingga mewujudkan rasa kebersamaan dan kekeluargaan. Penyebaran punk di Pangkalpinang juga semakin meluas dengan bertambahnya tempat nongkrong mereka yang bisa di katakan merupakan tempat-tempat strategis karena merupakan pusat keramaian dan sering di kunjungi oleh masyarakat Pangkalpinang, diantaranya adalah Komplek Perumahan Timah Bukit Baru (Portal), Taman Sari, dan Basement Ramayana. Punk mulai solid menjadi sebuah komunitas setelah mereka secara tidak langsung memiliki seorang pemimpin atau yang di tuakan di dalam kelompok dimana orang tersebut merupakan orang yang paling mengerti segala hal tentang punk, yakni Budi. Mereka juga mulai membuat kartu anggota agar dapat menggorganisir para anggotanya, hal ini bermula ketika para anggota komunitas punk yang ingin masuk ke dalam Milenium club untuk menyaksikan teman mereka tampil bermusik di larang oleh anggota kepolisian yang mengamankan acara dan para anggota komunitas punk ini di minta untuk menunjukan kartu anggota punk jika ingin masuk, sehingga setelah acara tersebut mereka mulai mendata para anggota dan mebuat kartu anggota yang kemudian di bagikan kepada para anggotanya, serta secara tidak langsung membuat beberapa peraturan khusus anggota kelompok yang disepakati dan di aplikasikan bersama, seperti dilarang memainkan lagu dari band mayor label, memakai atribut seorang punker acara musik  dan lainnya.
Setelah berkembang cukup pesat, punk mulai menemukan titik jenuhnya, sehingga punk sempat fakum selama 5 tahun terhitung dari tahun 2004 sampai 2009, hal yang menyebabkan punk di Pangkalpinang sempat fakum diantaranya adalah karena terdapat beberapa punggawa-punggawa punk yang menjadi panutan dan di tuakan di dalam komunitas telah berkeluarga sehingga sebagian ada yang meninggalkan punk,  Budi yang merupakan tokoh pembawa punk ke Bangka Belitung kembali ke kota asalnya Bandung, ada yang melanjutkan pendidikan keluar kota, dan ada yang di sibukan oleh pekerjaannya. Sehingga anggota lainnya tercerai berai seperti ayam kehilangan induknya, selama masa itu tidak ada anggota yang melakukan aktifitas seperti sebelumnya, berkumpul, dan mengikuti acara-acara musik sehingga punk tidak lagi muncul di permukaan dan lambat laun mulai menghilang.
Setelah cukup lama fakum, punk mulai kembali muncul setelah booming film “Punk In Love” yang merupakan film karya sutradara Upi, menceritakan tentang perjalanan sekelompok anak punk asal Malang yang melakukan perjalanan ke Jakarta untuk mengejar cintanya. Film ini mengangkat semua sisi dan gaya hidup punk, juga di bintangi aktor yang menjadi idola para remaja, sehingga dengan cepat punk kembali menarik perhatian para remaja Pangkalpinang dan mulai banyak yang menjadi seorang punker karna terobsesi oleh film tersebut. Namun kali ini segerombolan anak punk baru ini bukan bagian dari komunitas punk angkatan pertama yang sempat fakum, melainkan segerombolan anak baru yang tidak memahami seluk beluk punk dan sejarahnya khususnya di Pangkalpinang, sehingga mereka tidak mengetahui siapa saja punggawa-punggawa punk sebelum mereka. Di samping itu di gelarnya konser musik gigs yang merupakan konser musik khusus aliran musik underground yang bertema “Distorsi Akhir Tahun” pada Desember 2009 di gedung Pantiwangka juga menjadi faktor pendukung kembali bergejolaknya punk di Pangkalpinang. Dimana para punggawa-punggawa punk yang telah lama fakum tersebut mulai membentuk kembali grup band untuk ikut berpartisipasi dalam acara, di situ lah mereka kembali bertemu dengan para anggota-anggota komunitas punk generasi awal dan juga para anak-anak punk baru yang mulai naik ke permukaan. Mereka kemudian bergabung dan membentuk kembali komunitas punk yang sampai saat ini masih keberadaanya masih eksis. 
3.1.3.      Pemahaman Tentang Konsep dan Ideologi Punk
Berkembangnya punk di Pangkalpinang secara otomatis juga mempengaruhi nilai kuantitas para anggotanya, namun tidak dengan kualitas para anggotanya sebagai seorang punker. Dari sekian banyak anggota komunitas punk di Pangkalpinang, hanya sebagian saja yang paham tentang konsep dan ideologi punk secara utuh dan mendalam. Banyak dari mereka yang hanya menjadikan punk sebagai fashion semata, sebagai tempat untuk mencari perlindungan, dan mencari eksistensi diri agar di kenal orang banyak. Banyak dari anggota komunitas punk yang tidak mengerti tentang musik, tidak memiliki grup band, dan kadang sering memainkan lagu dari band mayor label yang sangat bertentangan dengan punk. Baru lah beberapa tahun setelah berkembangnya punk di Pangkalpinang tepatnya antara tahun 2003 para anggota komunitas punk mulai memahami konsep dan ideologi punk lebih mendalam, mereka mulai memahami bahwa punk merupakan komunitas yang hadir dari kelas pekerja yang tertindas dan lewat musik menyuarakan aspirasi serta protes mereka terhadapa sistem sosial politik secara frontal dan terkadang memprovokasi secara terang-terangan para pendengarnya.
Mereka mulai paham bahwa punk merupakan penganut ideologi kebebasan, anti kemapanan, dan mandiri serta kategori-kategori musik punk baik dari band, cord, beat, ketukan drum, hingga sound yang di pakai mulai mereka pahami. Pemahaman ini muncul dan mulai mereka terima khususnya melalui cover album/kaset band punk baik local maupun internasional yang di dalamnya terdapat kalimat-kalimat, lirik dan ucapan-ucapan yang sangat tajam dan kritis tentang kehidupan sosial dan politik, juga melalui gambar-gambar di kaos, emblem (tempelan bergambar dari kain) yang menampilkan gambar yang juga sangat frontal. Disamping itu komunitas baru yang muncul setelah 5 tahun punk fakum juga awalnya tidak mengerti sama sekali tentang punk, hanya tertarik dengan dandanan dan keunikan komunitas ini yang di lihat melalui film. Baru lah setelah mereka bertemu dan bergabung dengan angota komunitas punk generasi pertama mereka mulai mendapat masukan dari para seniornya tersebut tentang apa dan bagaimana punk secara keseluruhan.
3.1.4.      Jumlah Anggota
Dari awal kemunculannya hingga sekarang memang cukup banyak remaja Pangkalpinang yang tertarik dan bergabung menjadi anggota komunitas punk, sehingga tak heran jika jumlah anggota mereka terus meningkat pesat. Pada awal kemunculannya, hampir seratusan lebih orang anggota komunitas punk hingga akhirnya fakum selama 5 tahun dan mulai kembali muncul ke permukaan di tahun 2009, jumlah tersebut kembali meningkat pasca fakumnya komunitas punk dan mulai kembali terbentuknya komunitas. awalnya memang jumlah mereka maningkat cukup tajam, sekali lagi sekitar seratusan orang bergabung menjadi anggota aktif komunitas punk, namun jumlah ini kian menyusut ketika sebagian dari mereka ada yang mulai membuka usaha dan bekerja sehingga terhitung sebagai anggota yang tidak aktif. Jumlah anggota aktif ini ketika peniliti konfirmasi terhitung sebanyak 60 orang per September 2012. (sumber : wawancara saudara Bilo)
3.1.5.      Wilayah Penyebaran 
Komunitas punk di Pangkalpinang memiliki beberapa tempat berkumpul yang menjadi wilayah penyebaran komunitas punk sejak awal kemunculan hingga sekarang. Secara umum di awal kemunculannya, punk di Bangka Belitung tersebar di kota dan kabupaten kota yakni Pangkalpinang, Sungailiat, dan Toboali. Namun saat ini komunitas punk hanya tersebar di Pangkalpinang dan Sungailiat saja, untuk lebih spesifiknya, khusus untuk kota Pangkalpinang berikut akan di jabarkan wilayah-wilayah penyebaran komunitas punk mulai dari awal berdiri hingga sekarang :
a.    Tahun 2000-2004 :
-       Komplek Perumahan Timah Pasir Garam, Pangkal Balam (Basecamp)
-       Komplek Perumahan Timah Bukit Baru (Portal)
-       Taman Sari Pangkalpinang
-       Halaman depan Kantor PT Timah Tbk
-       Basement Ramayana Pangkalpinang
b.    Tahun 2009-2012
-       Alun-Alun Taman Merdeka
-       Kelurahan Bukit Baru Pangkalpinang (Basecamp)
-       Komplek Perumahan Timah Bukit Baru (Portal)
-       Kelurahan Lontong Pancur Kecamatan Pangkalbalam

BAB IV
                 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1.       Identifikasi Pola Pencitraan Komunitas Punk
Pembahasan dan analisa yang akan dijabarkan dalam bab ini meliputi awal mula sejarah punk, deskripsi, serta ideologi yang di anut oleh komunitas punk. Kemudian dilanjutkan dengan pemaparan mengenai proses labelling komunitas punk di masyarakat, khususnya masyarakat Pangkalpinang terkait dengan teori yang digunakan peneliti dari salah satu tokoh sosiologi yakni Erving Goffman. Diakhiri pembahasan dan analisa mengenai dampak dari pe-labelan pada komunitas punk sehingga menghasilkan pola pencitraan oleh komunitas punk yang berdampak terhadap komunitas punk di masyarakat Pangkalpinang. Data yang diperoleh peneliti melalui data primer berdasarkan wawancara yang dilakukan peneliti dengan sejumlah informan.  
Suatu kelompok sosial cenderung untuk tidak menjadi kelompok yang statis, tetapi selalu berkembang serta mengalami perubahan-perubahan, baik dalam aktivitas maupun bentuknya. Kelompok dapat melaksanakan alat-alat perlengkapan untuk dapat melaksanakan fungsi-fungsinya yang baru dalam rangka perubahan-perubahan yang dialaminya, atau bahkan sebaliknya dapat mempersempit ruang lingkupnya. Seperti hal nya yang di alami oleh komunitas punk di Pangkalpinang, sebagaimana hakikatnya sebagai suatu kelompok sosial, tentulah mereka selalu berkembang dan mengalami perubahan-perubahan, terutama dalam aktivitasnya. Seolah tidak ingin cap/label negatif yang terstigma di dalam mindset masyarakat terus melekat pada tubuh komunitas mereka, berbagai hal untuk mencitrakan diri sebagai komunitas yang positif  pun di lakoni.
Dalam mengidentifikasi pola pencitraan yang dilakukan komunitas punk di Pangkalpinang, peneliti terlebih dahulu melakukan observasi terkait dengan fokus penelitian. Sehingga dari hasil observasi tersebut di dapatlah beberapa catatan-catatan awal yang menjadi penentu poin-poin pola pencitraan yang dilakukan komunitas Punk di Pangkalpinang baik pola awal maupun pola baru, apa saja hal-hal atau kegiatan yang dianggap sebagai pola pencitraan yang dilakukan komunitas punk. Observasi dilakukan sebelum proses pengumpulan data di laksanakan, peneliti mengikuti serta mengamati kegiatan-kegiatan yang dilakukan komunitas punk di Pangkalpinang dalam tenggang waktu tertentu mulai dari Juli-Juni 2012 bertempat di kota Pangkalpinang. Diantara poin-poin yang di dapat dari hasil observasi adalah Recording album, Produksi dan Penjualan Aksesoris, Bengkel, Art Deco, dan Airbrush, Mengamen, Demonstrasi, Terlibat dalam HUT Republik Indonesia.
4.1.1. Persepsi masyarakat
Manusia mempunyai naluri untuk senantiasa berhubungan dengan sesamanya, hubungan yang berkesinambungan  menghasilkan pola pergaulan yang dinamakan pola interaksi sosial. Pergaulan tersebut mengahasilkan pandangan-pandangan atau persepsi mengenai kebaikan dan keburukan, pandangan-pandangan tersebut merupakan nilai-nilai manusia yang kemudian berpengaruh terhadap cara dan pola berpikirnya.
Persepsi dalam penjelasannya merupakan sebuah proses saat individu mengatur dan menginterpretasikan kesan-kesan sensoris mereka guna memberikan arti bagi lingkungan mereka. Perilaku individu seringkali di dasarkan pada persepsi mereka tentang kenyataan, bukan pada kenyataan itu sendiri. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi bisa terletak dalam diri pembentuk persepsi, dalam diri objek atau target yang di artikan, atau dalam konteks situasi di mana persepsi tersebut di buat.
Pandangan atau persepsi masyarakat Pangkalpinang terhadap komunitas punk yang dalam hal ini merupakan fokus yang peneliti teliti tentu tak lepas dari hubungan atau pola interaksi antara masyarakat dengan komunitas punk, dari pergaulan-pergaulan antara masyarakat dengan komunitas punk yang mungkin cendrung kaku menghasilkan persepsi negatif yang muncul akibat cara pandang masyarakat yang hanya melihat komunitas punk hanya dari satu sudut pandang, dari prilaku-prilaku dan penampilan yang di dapat dari kesan sensoris yang di tangkap oleh masyarakat dalam hal ini premanisme. Persepsi dalam kaitannya dengan fokus penelitian merupakan awal dari proses pelabelan masyarakat terhadap komunitas punk dari cara masyarakat memandang prilaku dan gaya hidup yang di tunjukan komunitas punk seperti yang di ungkapkan dalam teori labeling yang menekankan pada label yang diberikan pengamat diperoleh karena selalu memperhatikan pelaku penyimpangan yang dianggap berbeda dan keluar dari norma masyarakat pada umumnya.  Hal ini dapat di selaraskan dengan hasil wawancara yang peneliti lakukan di lapangan dengan sejumlah masyarakat Pangkalpinang yakni :
Ku pernah ningok anak-anak punk di alun-alun, menurut pandanganku kaben deorang tu, kesan e kayak pengangguran dan sampah masyarakat. Men tanggappanku tentang deorang tu, deorang tu harus biase bai lah dak perlu berlebih-lebihan dan bikin onar”. (M. Maulana,26 September 2012).

“Ku ni pernah nengok anak punk di pancur, deorang kayak tu, mungkin karena kondisi perekonomian yang minim, jadi banyak yang bikin kelompok sendiri yang senasib untuk mengekspresikannya. Deorang tu ade positif dan negatif e, tapi banyakan negatif e sih. Karena sering ribut dan mabuk-mabukan”. (Budi Irawan, 26 September 2012).

“Komunitas punk ni biase e sering ku lihat di bukit baru (portal), deorang tu menakutkan dan dak jelas, trus sering bikin onar juga kayak e”. (Novalia, 28 September 2012).

“Menurutku komunitas punk ni komunitas yang negatif terlau banyak yang anarkis e, penampilan ge aneh. Kebanyakan komunitas punk ni banyak ku lihat di bubar (portal)”. (Novriadi, 28 September 2012)

Pernyataan serupa juga diungkapkan oleh salah satu perintis komunitas punk di Pangkalpinang, yang semakin memperkuat persepsi masyarakat terhadap komunitas punk yakni:

    “Zaman dulu, waktu pertama kali punk muncul di Pangkalpinang orang-orang banyak yang suka karena dulu dianggap unik. Ade lah yang nganggep negatif mungkin orang nengok dandanan kami, tapi sekarang ni paling nuwe la dipandang negatif kek masyarakat. Karena banyak yang terpengaruh minuman dan alkohol, yang jelas sebenar e komunitas punk ni merupakan komunitas musik. Namun, tahun belakangan ni, banyak yang dakde positif e, karena tadi e, banyak yang gawe e cuma nongkrong dan minum”. (Bilo, 12 September 2012)



Berdasarkan hasil wawancara di atas, peneliti melihat bahwa masyarakat cenderung memiliki persepsi yang negatif terhadap komunitas punk, dikarenakan masyarakat memandang komunitas punk hanya dari satu sisi yakni perilaku dan penampilan sehari-hari komunitas punk yang cenderung mengarah pada tindakan yang  negatif. Hal ini juga didukung dengan kakunya hubungan masyarakat dengan komunitas punk sehingga masyarakat tidak melihat komunitas punk secara holistik sehingga masyarakat dengan mudah menjudge serta mebuat label negatif pada komunitas punk.
Untuk menjelaskan relevansi dari teori Labeling yang digunakan terhadap fokus kajian dari apa yang menjadi kajian peneliti dalam penelitian maka perlu menganalis dua macam pendekatan teori labeling, yaitu :
Persoalan tentang bagaimana dan mengapa seseorang memperoleh cap atau label. Persoalan labeling ini, memperlakukan labeling sebagai dependent variable atau variable tidak bebas dan keberadaannya memerlukan penjelasan. Labeling dalam arti ini adalah sebagai akibat dari reaksi masyarakat. (Atmasamita Romli, 1992 : 38). Dari perspektif Howard S. Becker dalam Yesmir Anwar, kajian terhadap teori labeling menekankan pada dua aspek, yaitu pertama; menjelaskan tentang mengapa dan bagaimana orang-orang tertentu di beri cap atau label dan kedua; pengaruh atau efek dari pelabelan sebagi suatu konsekuensi penyimpangan tingkah laku lanjutan.
Dua konsep penting dalam teori labeling adalah, primary deviance dan secondary deviance. Primary deviance ditujukan kepada perbuatan penyimpangan tingkah laku awal, sedangkan secondary deviance adalah berkaitan dengan reorganisasi psikologis dari pengalaman seseorang sebagi akibat dari penangkapan.
Penjelasan dari kedua pendekatan tersebut adalah , pertama; cap/label tersebut menarik perhatian pengamat dan mengakibatkan pengamat selalu memperhatikanya dan kemudian seterusnya cap/label tersebut melekat pada diri orang itu. (Atmasasmita Romli, 1992 ; 39)

Masyarakat yang terus menerus memperhatikan komunitas punk memberi pelabelan negatif kepada komunitas punk berdasarkan pengamatan yang dilakukan masyarakat secara terus menerus. Simbol-simbol yang di tunjukankan komunitas punk, gaya berpakaian dan gaya hidup yang nyeleneh dianggap masyarakat berbeda dari konteks masyarakat pada umumnya. Masyarakat akhirnya menganggap bahwa komunitas punk merupakan komunitas yang anarkis dan menakutkan sehingga cap atau label tersebut melekat pada diri komunitas punk dilihat sebagai primary deviance.
Kedua, label atau cap tersebut sudah diadopsi oleh seseorang dan membawa pengaruh pada dirinya sehingga ia mengakui dengan sendirinya sebagaimana cap/label itu diberikan padanya oleh si pengamat. (Atmasasmita Romli, 1992 ; 39)
Efek labeling terhadap penyimpangan tingkah laku berikutnya, persoalan labeling kedua adalah bagaimana labeling mempengaruhi seseorang yang terkena label atau cap. Persoalan ini memperlakukan labeling sebagai variable yang independent atau variable yang bebas/mempengaruhi.
Efek dari label tersebut memberikan suatu konsekuensi terhadap penyimpangan tingkah laku sesuai dengan reaksi dari masyarakat terhadap suatu prilaku, maka menimbulkan suatu prilaku jahat. Pelaksanaan kontrol sosial menyebabkan penyimpangan, sebab pelaksanaan kontrol sosial tersebut mendorong orang masuk ke dalam peran penyimpangan. Ditutupnya peran konvensional bagi seseorang dengan pemberian stigma dan label menyebabkan orang tersebut dapat menjadi penyimpang sekunder, khususnya dalam mempertahankan diri dari pemberian label. Untuk masuk kembali ke dalam peran sosial konvensional yang tidak menyimpang adalah berbahaya dan menjadikan penyimpang merasa teralienasi. Pemberian sanksi dan label di maksud untuk mengkontrol penyimpangan malah menghasilkan sebaliknya. (Yesmil Anwar Adang,2010:111).
Dengan demikian proses secondary deviance terjadi karena cap/label dari masyarakat yang mengangap komunitas punk merupakan komunitas yang berada di diluar sistem sosial yang mapan di anggap menyimpang, sehingga reaksi masyarakat terhadap prilaku yang di tunjukan oleh komunitas punk di lihat menyebabkan komunitas punk berperan atau berkelakuan seperti  apa yang di capkan oleh masyarakat kepada mereka cap mempengaruhi diri sehingga mengakui dengan sendirinya label yang di berikan oleh si pengamat. Kemudian proses awal labeling terjadi setelah terjadinya tindak penangkapan, label akan lebih kuat melekat pada pelaku penyimpangan, interaksi antara penyimpang dan agen kontrol sosial seperti lembaga kepolisian dan peradilan dapat menimbulkan suatu prilaku jahat sebagai bentuk penyimpangan lanjutan setelah proses hukum di berlakukan.
Proses ini dapat di lihat dari hasil wawancara dengan salah satu perintis punk di Pangkalpinang sebagai berikut :
“Awal muncul tu kan masyarakat agik ingin negilet kami ne, karena di anggap unik. Tapi pas agak berkembang, begitu anggota ade yang pulang dari luar daerah, mulai tau kalo punk tu dianggap masyarakat pemabuk, bukan punk kalo dak minum. Sude tu memang ade yang dari awal minum-minum sebelum gabung ngajak kawan-kawan yang laen, nongkrong dak tau waktu, kadang malem, magrib. Pernah sampe di garuk (di tangkap) polisi tengah nongkrong sambil minum-minum. Dari situ lah orang mulai nganggep kami ni jiat, padahal dulu biase-biase bai, cuma ngumpul, maen music. Sude tu makin lame, makin nuwe budak-budak ni, macem kek dak takut mati agik, ilmu ap ntah yang di bawak e dari penjara tu, yang gati minum-minum tu ade yang maling, ade yang bekelai, terlibat kasus pengeroyokan, mungkin k tau berita e, pernah masuk Koran, ade yang ketangkep kasus narkoba, makai kek ngedar, karena pengaruh alkhol tadi e, make sekarang ni mending gawe yang positif-positif bai, bikin acara, yang dapet duit pokok e, dak seger di tingok orang, orang g la muak kalo e ngeliat kami ne, ikak g la muak kalo e”. (Bilo)

Komunitas punk yang awal kemunculanya dianggap unik oleh masyarakat mulai mendapatkan cap/label setelah masyarakat terus menerus mengamati penampilan unik komunitas punk tersebut dan mendapati prilaku yang di anggap menyimpang oleh masyarakat. Anggota komunitas punk yang memang dari awal sebelum bergabung memiliki perilaku yang menyimpang kemudian dengan leluasa melakukan prilaku menyimpang seperti yang di persepsikan masyarakat, yakni pemabuk, dan preman. Terlebih setelah penangkapan oleh aparat kepolisian dan menjalani prose hukum. Dapat peneliti katakana pada fase ini cap/label jelas sangat mempengaruhi psikologis para anggota yang terlibat tindakan penyimpangan, terlebih setelah melalui proses hukum, sehingga semakin kuat cap/label yang sebelumnya di dapat dan kemudian melekat. Jelas cap/label yang di berikan oleh agen kontrol sosial yakni residivis, kriminal membuat komunitas punk merasa teralienasi dan untuk masuk kembali kedalam bagian masyarakat sangat  berat, karena telah di kategorikan sebagai kelompok kriminal yang kemudian berpengaruh pada tindak penyimpangan sekunder.
Namun dengan seiring berkembangnya komunitas punk di Pangkalpinang, tentulah sebagai kelompok sosial mereka selalu berkembang dan mengalami perubahan-perubahan, terlebih dengan adanya cap/label negatif yang diopresikan oleh masyarakat terhadap mereka seolah menjadi sebuah motivasi bagi komunitas punk untuk mengikis cap/label negatif tersebut dengan membentuk pola pencitraan di masyarakat Pangkalpinang. Hal ini perlu mendapat perhatian serius sebagai akibat dari labeling kelompok menyimpang atau kelompok kriminal, oleh karena itu salah satu asumsi dasar teori labeling menyatakan bahwa labeling merupakan suatu proses yang akan melahirkan identifikasi dengan citra sebagai penjahat. Hal ini dapat memperbesar kecendrungan penyimpangan tingkah laku, untuk itu di butuhkan reorganisasi psikologis oleh karena sekali cap/label itu sudah dilekatkan akan sulit akan sulit untuk melepas cap/label yang di maksud dan kemudian akan mengidentifikasi dirinya sebagai label tersebut. Demi mencegah prilaku-prilaku bagi angota komunitas selanjutnya, maka upaya pencitraan kembali dalam arti kearah yang lebih positif dilakukan oleh komunitas punk. Hal ini akan di jabarkan peneliti pada pembahasan mengenai  pola pencitraan komunitas punk di masyarakat Pangkalpinang.
Secara umum pola merupakan bentuk dan model yang dapat di pakai untuk menghasilkan suatu bagian dari sesuatu, khususnya jika sesuatu yang di timbulkan cukup mempunyai suatu jenis untuk pola dasar yang dapat di tunjukan atau terlihat, yang mana sesuatu tersebut dikatakan memamerkan pola. Pola ini biasanya di pakai sebagai acuan atau dasar melaksanakan sesuatu yang dapat menguntungkan manusia. (http://id.wikipedia.org).
Istilah “pencitraan” pastilah sering sekali kita dengar dalam kehidupan sehari-hari, terutama istilah “politik pencitraan” yang sering diperbincangkan oleh media masa baik media cetak maupun media elektronik. Namun pada kenyataannya terdapat unsur-unsur pencitraan serta hal-hal yang membedakan antara pencitraan dan bukan pencitraan. Apakah tindakan-tindakan, perkataan-perkataan yang dilakukan tokoh-tokoh elit politik serta pejabat teras pemerintahan yang sering kita saksikan merupakan pencitraan? Masyarakat biasanya memiliki definisi dan pandangan yang berbeda tentang pencitraan.
Namun menurut Hariyanto Imadha, pengamat prilaku dalam tulisannya di situs http://psikologi2009.wordpress.com, menjelaskan apa pengertian dan definisi dari pencitraan, apa saja yang menjadi unsur-unsur pendukung pencitraan.
Terdapat beberapa pengertian mengenai pencitraan diantaranya yakni: Pencitraan adalah gambaran yang dimiliki orang banyak mengenai pribadi maupun nonpribadi, penggambaran tentang suatu tokoh atau seseorang dalam situasi dan kondisi tertentu dan persepsi banyak orang tentang ucapan, tindakan dan perilaku seseorang pemimpin.
Dengan demikian dapat dibuat sebuah definisi pencitraan yaitu sebuah gambaran atau persepsi seseorang atau banyak orang terhadap pribadi maupun nonpribadi berkaitan dengan tampilan atau perilaku pribadi maupun nonpribadi dalam kondisi tertentu. Sedangkan unsur-unsurnya yaitu adanya subjek pencitraan, objek pencitraan dan tujuan pencitraan. Subjek pencitraan: pribadi atau nonpribadi. Objek pencitraan: peristiwa atau kondisi/situasi. Tujuan pencitraan: Memberi gambaran/persepsi yang baik terhadap subjek pencitraan.
Sedangkan perbedaan pencitraan dan bukan pencitraan yakni, pencitraan ialah apabila perilakunya  (yang baik) dipublikasikan, baik sengaja maupun tidak sengaja dan bukan pencitraan apabila perilakunya (yang baik) tidak dipublikasikan, baik sengaja maupun tidak sengaja. Pada dasarnya terdapat dua macam pencitraan, pencitraan yang disengaja seperti berbicara di hadapan banyak wartawan atau khalayak. Dan pencitraan yang tidak disengaja seperti tanpa sepengetahuan pelaku, perilakunya di publikasikan. Pencitraan berbentuk peristiwa-peristiwa nyata di mana selalu terpublikasi dan di iringi dengan perilaku dan tindak lanjut yang kongkrit akan lebih berhasil dan berdampak positif di masyarakat.
        Untuk menganalisis pola pencitraan komunitas punk di masyarakat, peneliti mengkaitkan dengan beberapa aspek yang di dapat selama proses penelitian dilapangan dengan apa yang dilakukan oleh komunitas punk dalam membentuk pola pencitraan terhadap masyarakat kota Pangkalpinang. Adapun beberapa aspek pendukung pola pencitraan yang dilakukan terdapat pola pencitraan lama dan pola pencitraann baru yang dilakukan komunitas punk yakni sebagai berikut:
4.1.2.  Pola pencitraan awal
Sebagai tolak ukur dalam mengidentifikasi pola pencitraan komunitas punk, maka peneliti akan mengkomparasikannya dengan pola pencitraan awal berdasarkan data yang didapat dari hasil wawancara dengan saudara Bilo, dengan merangkumnya secara umum kedalam beberapa poin, agar dapat di lihat perbandingan antara pola awal dan pola baru, dan seperti apa dampak yang dihasilkan.
a.     Mengamen
Mengamen adalah suatu kegiatan bermusik, bernyanyi dan sebagainya untuk mencari uang. Pengamen adalah penari, penyanyi, atau pemain musik yang tidak bertempat tinggal tetap, berpindah-pindah dan mengadakan pertunjukan ditempat umum. Kegiatan ini sejak lama telah dilakukan oleh komunitas punk sebagai bagian dari pola pencitraan yang mereka tonjolkan, ini awalnya bertujuan agar masyarakat melihat bahwa komunitas punk merupakan komunitas yang mandiri, dengan mencari penghasilan melalui mengamen, dimana lagu-lagu yang mereka nyanyikan merupakan lagu hasil karya yang mereka ciptakan sendiri. Disamping sebagai sumber pemasukan, mereka umumnya ingin membuktikan bahwa ideologi anti kemapanan yang mereka pahami benar-benar diterapkan dengan mencari pemasukan melalui cara yang berbeda pada umumnya, diluar sistem yang umumnya dikerjakan masyarakat. Maksudnya mereka dapat menghasilkan pendapatan dengan berbagai cara dan pekerjaan seperti kerja serabutan dan mengamen tanpa harus mengikuti sistem kerja masyarakat pada umumnya yang memiliki standart jam kerja dan gambaran kerja.
Namun usaha yang mereka lakukan ini tidak menghasilakn respon positif dari masyarakat, sebaliknya masyarakat justru melihat kegiatan mengamen yang dilakukan sebagai suatu kegiatan yang dapat merusak citra kota Pangkalpinang, karena pengamen cendrung di identikan dengan gambaran ketidak sejahteraan suatu masyarakat perkotaan, tidak mapan, dan identik dengan gelandangan dan anak-anak jalanan. 
b.   Demonstrasi
Demonstrasi merupakan suatu pernyataan protes yang dikemukakan secara masal, para demonstran (pengunjuk rasa) berbondong-bondong menyampaikan sikap menentang suatu pihak, seseorang atau suatu kebijakan sebgai sebuah upaya penekanan secara politik oleh kepentingan kelompok. Sebagai komunitas yang muncul dengan konsep awal bentuk reaksi masyarakat yang kondisi perekonomiannya lemah dan pengangguran di pinggiran kota-kota Inggris, terutama kelompok anak muda, terhadap kondisi keterpurukan ekonomi dengan bentuk sikap resistensi terhadap sistem monarki. Sikap yang diwujudkan dalam bentuk musik yang berisi lirik-lirik perlawanan dan protes sosial politik serta cara berpakaian yang tidak lazim, membuat komunitas punk sering terlibat dalam beberapa kegiatan-kegiatan demonstrasi, karena merasa akar dari ideology mereka bersentuhan dengan kegiatan-kegiatan demonstrasi.
Komunitas punk ingin menunjukan bahwa mereka memiliki kepedulian terhadap kondisi dan dinamika sosial politik yang sedang terjadi di masyarakat. Terhitung beberapa kegiatan demonstrasi pernah diikuti komunitas punk seperti demonstrasi kantor Perusahaan Listrik Negara Selindung, dan demonstrasi kenaikan Bahan Bakar Minyak. Namun upaya ini juga justru semakin memperkuat citra sebagai komunitas perusuh dan pembuat onar.
c.    Partisipasi perayaan HUT Republik Indonesia
Perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) Republik Indonesia merupakan salah satu momen kebangsaan yang di tunggu masyarakat umum, karena selain sebagai refleksi perjuangan merebut kemerdekaan, perayaan HUT RI juga kerap diisi dengan berbagai kegiatan mulai dari upacara kemerdekaan hingga acara-acara yang bertujuan untuk meng-edukasi dan memberikan hiburan kepada masyarakat. Seperti pesta rakyat, pawai, arak-arakan, hingga karnaval. Dalam proses pencitraan awal, komunitas punk pun pernah ikut berpartisipasi memeriahkan HUT RI dengan menjadi peserta karnalval.
Ini dilakukan sebagai bentuk rasa nasionalisme yang dimiliki oleh komunitas punk, namun demikian tidak banyak masyarakat yang memperhatikan, karena komunitas punk tidak menampilkan identitas mereka sebagaimana yang telah banyak dikenal masyarakat khususnya dari segi penampilan, sehingga mereka lebih cendrung dikenal sebagaimana peserta karnaval seperti peserta lainnya. Di samping itu respon dari kegiatan juga kurang positif karena tidak menonjolkan sisi lain yang mengandung nilai positif, serta kurang jelasnya maksud dan tujuan dari apa yang mereka tampilkan.
Dari beberapa poin diatas yang merupakan indikasi pola pencitraan awal komunitas punk, dapat dilihat bahwa kegiatan-kegiatan tersebut tidak memberikan dampak yang signifikan bagi kemajuan dan keberadaan komunitaas punk dipangkalpinang. Hal ini dikarenakan kegiatan-kegiatan yang dilakukan sebagai bentuk pencitraan dimasyarakat tidak memiliki kesan positif dan daya tarik yang cukup besar bagi masyarakat, serta masih sangat minim unsur kreatifitas dan produktifitas, terkait apa yang dihasilkan komunitas punk juga tidak memberikan pengaruh dan kontribusi positif bagi masyarakat. Hal ini kemudian menjadi acuan komunitas punk untuk memodifikasi pola pencitraan awal menjadi pola pencitraan baru yang lebih terorganisir dan memiliki nilai kontribusi baik untuk kepentingan kelompok maupun masyarakat luas. Dengan melihat aspek pengembangan diri terhadap bakat dan kemampuan yang dimiliki oleh tiap anggotanya serta membuka diri dan menjalin hubungan dengan masyarakat luas untuk mendukung pola pencitraan baru yang akan dilakukan sehingga pola pencitraan baru yang dilakukan komunitas punk menjadi lebih berkembang, seperti yang akan dijabarkan sebagai berikut :

4.1.3.  Pola Pencitraan Baru
a.    Recording Album
Recording adalah proses merekam suatu suara, dalam prakteknya merekam suara dilakukan secara terarah oleh penata musik, contohnya seperti ketika akan merekam sebuah suara dari gitar listrik maka output dari gitar/effect akan di masukkan ke input sound card untuk dapat disimpan dan di padukan menjadi suatu musik, begitu juga untuk instrument lainnya. Dalam recording, terdapat beberapa hal yang juga mendukung proses pembuatan sebuah musik, yakni mixing dan mastering.
Mixing adalah hal yang paling berpengaruh dalam proses pembuatan sebuah musik, mixing adalah tahap lanjutan dari proses recording tersebut, mixing juga merupakan tahap koreksi, membuang, mengelola dan menambahkan efek, hingga memilih sound yg diinginkan, semua proses penyuguhan konsep musik secara lebih jelas ada ditahap ini. Jadi untuk menghasilkan suatu musik yang sempurna dan memiliki komposisi suara instrument yang seimbang mixing haruslah dilakukan dengan sangat teliti.
Sedangkan Mastering merupakan tahapan akhir dalam pembuatan sebuah lagu/musik, mastering adalah suatu proses menyamakan gain atau besarnyaa volume sesuai dengan standard broadcast internasional, jadi ada perlakuan khusus dan ada indikator "level" khusus, bukan secara kasar membesarkan volume  secara sembarangan, ada ketentuannya agar music tidak pecah atau mengalami distorsi jika diputar di radio, televisi dan media pemutar suara lain. Ini bertujuan agar bagaimana lagu/musik tetap terdengar stabil ketika di putar disemua media. Tahap mastering juga mengakibatkan sound menjadi lebih detail terdengar, lebih halus, dan megah. Pada tahap ini tidak ada lagi tahap penambahan atau editing, hasil dari mastering ini, sudah layak untuk diputar di media.
Album sendiri merupakan buku yang berisi kumpulan foto (potret), perangko dan sebagainya, atau juga bisa berarti kumpulan lagu dalam sebuah rekaman kaset atau piringan hitam. Sesuai dengan konteks penelitian ini, maka pengertian album yang dipakai yaitu, kumpulan lagu atau musik yang memiliki susunan/urutan yang konsisten dalam sebuah rekaman kaset atau piringan hitam.
Namun seiring perkembangan jaman, bentuk/format sebuah rekaman tidak lagi hanya berupa kaset dan piringan hitam, tapi sekarang sebuah rekaman ada juga yang berupa data digital dalam bentuk cakram optik dengan format CD (Compact Disc) dan DVD (Digital Versatile Disc) yang dapat memuat lagu dalam jumlah yang cukup banyak.
Berkaitan dengan pola pencitraan yang dilakukan komunitas punk, aspek yang di jelaskan berikut telah dilakoni oleh komunitas punk beberapa tahun setelah terbentuknya komunitas punk di Pangkalpinang untuk menciptakan stimulus pencitraan yang positif tentang komunitas punk di Pangkalpinang. Di mulai dari generasi terdahulu mereka yang hanya menggunakan media berupa kaset tape hingga yang sekarang menjadi kebanggan komunitas punk dalam bentuk kaset CD yang di sebarkan luaskan secara independent oleh mereka kepada masyarakat Pangkalpinang khususnya kalangan remaja, yang di awalai  dari sesama anggota komunitas hingga menyebar ke kalangan masyarakat dengan cara underground. Seolah ingin menunjukan bahwa akar punk adalah music, maka recording album ini menjadi salah satu alat pencitraan komunitas punk di masyarakat Pangkalpinang. Karena selain dapat menunjukan bahwa komunitas punk merupakan komunitas yang produktif, juga di anggap sebagai salah satu media untuk menyuarakan aspirasi yang mereka miliki sehingga kondisi social yang sedang berkembang saat ini yang menurut pemahaman mereka dianggap tidak sejalan akan dengan segera mereka kritisi melalui media yang memang merupakan titik dasar pergerakan punk yakni music/lagu yang di dalamnya terdapat teriakan-teriakan protes lantang yang terkadang menjurus pada provokasi terang-terangan pendengarnya lewat lirik lagu yang disampaikan. Hal ini juga dapat di lihat dari pernyataan salah satu personel band di komunitas punk di Pangkalpinang yakni:
“Kegiatan yang sering saya dan teman-teman lakukan adalah bikin lagu, kemudian recording lagu-lagu yang telah kami bikin secara berkala. Lagu-lagu yang kami bikin kebanyakan tentang pandangan-pandangan kami terhadap situasi yang sedang berkembang di masyarakat saat ini, mulai dari kehidupan sosialnya, politik, dan budaya. Penyebarannya kami lakukan dari jejaring-jejaring social di internet, dari orang ke orang, semua kami lakukan sendiri. Meski demikian lagu yang kami bikin cukup mendapat perhatian di masyarakat, apa lagi anak muda yang menyukai lagu-lagu keras, cukup banyak yang menyimpan lagu kami. Padahal awalnya hanya dari sesama anggota komunitas, kemudian sampai ke anak muda di Pangkalpinang. Kami juga pernah di undang talkshow di salah satu radio swasta di Pangkalpinang untuk membahas masalah lagu kami ini, setelah itu lagu kami juga sering mereka putar. Kami juga pernah di undang ke acara-acara music di seputaran pulau Sumatra”. (Edi, vokalis 11 September 2012) 

Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat di lihat bahwa pola pencitraan yang di lakukan melalui recording album cukup berhasil di terapkan komunitas punk di masyarakat kota Pangkalpinang, terbukti bahwa pencitraan yang komunitas punk lakukan ini sukses karena dapat dilihat karya-karya yang mereka hasilkan cukup mendapat perhatian masyarakat. Dengan di undangnya mereka untuk talkshow di radio menandakan bahwa media masa dalam bentuk media elektronik yakni radio tertarik dengan karya yang di buat oleh komunitas punk, dengan demikian melalui karya yang mereka hasilkan ini diharapkan dapat memberikan persepsi positif  pada masyarakat Pangkalpinang tentang komunitas punk, karena melalui talkshow yang antara komunitas punk dengan pihak radio, secara tidak langsung komunitas punk juga dapat melakukan pencitraan lanjutan yang lebih melalui pernyataan-pernyataan yang dilontarkan oleh tiap-tiap anggota komunitas pada sesi tanya jawab berlangsung. Hal ini dapat di lihat dari kutipan hasil tanya jawab pada talkshow komunitas punk dengan pihak radio dalam acara Rock in Jess pada tanggal 14 September 2012 pukul 23.00 Wib sebagai berikut :
“Kami ingin masyarakat tahu bahwa punk merupakan jati diri, semangat karena punk tidak membedakan senior dan junior, tidak ada wakil atau pun ketua. Punk merupakan komunitas yang arah pergerakannya adalah tentang social, melawan system yang tidak sesuai menurut kemanusiaan, karena seperti yang kita ketahui system kita saat ini banyak yang mencekam dan korup, oleh karena itu kami akan terus melawan dan mengkritik pemerintahan yang korup, kami hadir untuk mencoba mengkrtik system yang menyimpang lewat lagu. Banyak kegiatan yang kami lakukan, salah satunya bikin lagu dan rekaman. Kami beharap untuk semua masyarakat jangan pernah menganggap anak punk bajingan atau sampah masyarakat, kita semua sama. Kami bukan teroris, jadi jangan hanya melihat kami dari sisi satu sisi saja, walau pun penampilan kami seram, tapi hati kami ini pink”. (Flow, vokalis 2)

Terlihat dari pernyataan salah satu anggota komuntas punk pada   kutipan talkshow antara komunitas punk dengan pihak radio bahwa jelas komunitas punk mencoba untuk mencitrakan diri mereka sebaik mungkin melalui album yang mereka produksi, dimana mereka mengatakan jika lagu-lagu yang mereka buat tak lain adalah bertujuan untuk mengkeritik sistem sosial politik yang mereka anggap menyimpang. Disamping itu, pernyataan-pernyataan yang di lontarkan oleh salah satu anggota komunitas punk bahwa komunitas punk juga merupakan komunitas yang tidak melulu menjurus kepada kegiatan negatif, tapi juga merupakan komunitas yang produktif dan dapat menghasilkan hal-hal yang positif  sepertian penjelasan tentang pengertian pencitraan seperti yang telah di jelaskan sebelumnya yakni persepsi banyak orang tentang ucapan, tindakan dan perilaku seseorang. Sehingga jika di teliti lebih dalam dari pernyataan yang di ungkapkan salah satu anggota komunitas punk, mereka berusaha untuk menggiring persepsi masyarakat dalam hal ini pendengar radio melalui ucapan-ucapan mereka, dan penjelasan-penjelasan mereka tentang tindakan dan prilaku positif yang mereka lakukan agar dapat di ketahui lebih jauh oleh masyarakat.
Berdasarkan pengamatan peneliti pada saat acara berlangsung, ketertarikan masyarakat terhadap komunitas punk juga terlihat selama acara berlangsung, banyak dari pendengar yang tertarik untuk berinteraksi dengan mereka pada saat talksow baik via telepon maupun pesan singkat (sms), juga mulai di putarnya lagu-lagu mereka di radio tempat mereka talkshow merupakan indikasi jika pola pencitraan yang mereka lakukan berhasil. 
b.     Produksi dan Penjualan Aksesoris
Aksesoris merupakan produk yang dibuat sebagai pelengkap pakaian agar terlihat lebih menarik. Banyak sekali jenis aksesoris fashion yang sangat bagus seperti tas tangan, topi, ikat pinggang, jam tangan, kaos, jaket, kacamata, pin dan perhiasan seperti kalung, gelang, cincin, dan anting-anting.
Dalam dunia busana, aksesori (atau aksesoris) adalah benda-benda yang dikenakan seseorang untuk menambah keindahan bagi si pemakai. Bentuk aksesori bermacam-macam dan banyak di antaranya terkait dengan peran gender pemakainya. Untuk menghasilkan suatu produk khususnya aksesoris, tentu memerlukan proses produksi sehingga menghasilkan suatu produk. Produksi merupakan salah satu kegiatan yang berhubungan erat dengan kegiatan ekonomi. Melalui proses produksi bisa dihasilkan berbagai macam barang yang dibutuhkan oleh manusia. Tingkat produksi juga dijadikan sebagai patokan penilaian atas tingkat kesejahteraan suatu negara. Jadi tidak heran bila setiap negara berlomba - lomba meningkatkan hasil produksi secara global untuk meningkatkan pendapatan perkapitanya. Secara umum Produksi merupakan upaya atau kegiatan untuk menambah nilai pada suatu barang. Arah kegiatan ditujukan kepada upaya-upaya pengaturan yang sifatnya dapat menambah atau menciptakan kegunaan dari suatu barang atau mungkin jasa.
   Dalam dunia perdagangan, faktor kunci yang sangat menentukan dalam mendukung aktifitas usaha, adalah penjualan. Faktor inilah yang menjadi kunci sekaligus indikator apakah sebuah usaha perdagangan dapat dikatakan mengalami kemajuan atau sebaliknya, mengalami kemunduran. Bahkan bila dikaitkan dengan proses produksi dalam suatu perusahaan, hampir bisa dipastikan tanpa adanya penjualan atau pemasaran dari produk yang dihasilkan, perusahaan tersebut akan mengalami kerugian .
Penjualan sendiri merupakan suatu kegiatan yang terpadu untuk mengembangkan rencana-rencana strategis yang diarahkan pada usaha pemuasan kebutuhan dan keinginan pembeli, guna mendapatkan penjualan yang menghasilkan laba. Di dalam komunitas punk sendiri, aksesoris merupakan hal yang tidak dapat di pisahkan dari komunitas punk, aksesoris dalam punk merupakan salah satu barang untuk mendukung ciri atau identitas komunitas punk, contohnya seperti baju, emblem, gelang, kalung, gesper, jaket dan stiker. Mereka memproduksi dan menjual aksesoris sendiri dengan modal yang terbatas bertujuan untuk memperkenalkan dan memasarkan simbol-simbol punk yang terdapat  pada aksesoris yang di hasilkan kepada masyarakat luas. Tahapan-tahapan mulai dari produksi hingga penjualan di lakukan oleh komunitas punk secara mandiri tanpa campur tangan pihak lain, mulai dari penentuan desain atau tema, variasi produk, hingga penentuan bahan yang merupakan bagian dari proses produksi. Di samping itu proses pemasaran juga di lakukan sendiri dengan cara-cara dan media-media yang memungkinkan untuk proses promosi dan penjualan, realitas ini di dukung berdasarkan hasil wawancara di lapangan sebagai berikut :



 Kami memproduksi berbagai aksesoris, kebanyakan tapi kaos, jaket, gelang, sticker kek emblem. Selain sebagai sumber pendapatan, juga supaya masyarakat ne lebih kenal ape bai produk-produk khas punk yang belum di ketahui kek masyarakat. Memang jumlah e dak terlalu banyak, kami produksi g dk nentu, tapi pelan-pelan lah, sege modal g kecil. Kami biase ngejual e dari mulut ke mulut, di order di facebook, kadang g buka lapak lah di Alun-alun tiap malem minggu, atau dak kalo ade acara tengah ramai. Lumayan lah untung e, tapi banyek e yang beli ne budak-budak dirik lah (komunitas punk), men masyarakat agak kurang, kalo yang hobi-hobi kek music keras bai beli,tu ge dak banyak”. (Prima, 3 Oktober 2012)

Berdasarkan hasil wawancara di atas, dapat di analisis jika usaha yang dilakukan belum maksimal karena produk aksesoris yang di hasilkan oleh komunitas punk hanya dibeli oleh sedikit orang, terbatas pada anggota komunitas saja, hanya sebagian dari masyarakat yang tertarik dengan produk aksesoris yang mereka hasilkan, ini disebabkan karena produk aksesoris yang di hasilkan komunitas punk bukan merupakan produk masal yang dapat di terima dan di pakai oleh semua kalangan di masyarakat, hanya kalangan tertentu saja yang khususnya masyarkat yang memiliki hobi yang berhubungan. Namun demikian usaha untuk mencitrakan diri sebagai komunitas yang produktif sudah dapat di lihat dari aspek ini, ini menandakan jika komunitas punk merupakan komunitas yang memiliki skill dan kreatifitas untuk mengasilkan suatu barang yang memiliki nilai jual.
c.      Konser Musik          
Konser berasal dari bahasa Italia : concerto dan Latin : concertare yang artinya berjuang,berlomba dengan orang lain Konser adalah suatu pertunjukan langsung, biasanya musik, di depan penonton. Musik dapat dimainkan oleh musikus tunggal, kadang disebut resital, atau suatu ensembel musik, seperti orkestra, paduan suara, atau grup musik. Konser dapat diadakan di berbagai jenis lokasi, termasuk pub, klub malam, rumah, lumbung, aula konser khusus, gedung serbaguna, dan bahkan stadion olahraga. Konser yang diadakan di suatu tempat yang sangat besar kadang disebut konser arena. Di manapun dilangsungkan, musisi biasanya tampil di atas suatu panggung. Sebelum meluasnya musik rekaman, konser merupakan satu-satunya kesempatan bagi seseorang untuk mendengarkan penampilan seorang musisi.
Untuk menonton suatu konser biasanya dikenakan biaya, walaupun banyak juga yang gratis. Acara konser memberikan keuntungan bagi musisi, pemilik tempat, dan pihak lain yang terlibat dalam suatu konser, atau pada beberapa kasus untuk konser amal. Tur konser adalah suatu rangkaian konser oleh seorang atau beberapa musisi yang dilakukan di beberapa kota atau lokasi. Kegiatan konser semacam ini juga sering kali di gelar oleh komunitas punk dan seolah menjadi bagian dari pola pencitraan yang tidak terpisahkan antar satu dengan yang lainnya, dimana konser music ini kerap di jadikan sebagai tempat untuk mendukung proses promosi pada komunitas punk, mulai dari album atau lagu-lagu yang baru di lounching atau pun produk-produk yang mereka produksi. Kegiatan konser musik ini juga sering memberikan keuntungan bagi komunitas punk karena untuk dapat menyaksikan acara yang diselenggarakan, haruslah membayar tiket masuk dengan harga tertentu disamping itu band yang ingin berpartisipasi sebagai pendukung acara juga di kenakan biaya registrasi. Pada acara konser-konser music yang di gelar oleh komunitas punk juga kerap menampilkan band-band beraliran punk yang cukup memiliki banyak fans baik dari kalangan komunitas maupun masyarakat luas. Mereka juga terkadang menggelar konser dengan band pengisi acara yang di dominasi oleh band-band punk, tujuannya adalah untuk mengangkat musik punk dan memberikan tempat bagi musisi-musisi punk untuk menunjukan karya mereka kepada masyarakat umum, karena  sering para musisi-musisi punk mendapatkan diskriminasi terkait dengan kebebasan mereka untuk berekspresi pada kegiatan-kegiatan yang bersentuhan langsung dengan masyarakat umum, seperti hasil wawancara berikut ini :
Kami gati mendapatkan diskriminasi dari masyarakat terkait kek pilihan kami untuk tampil dan bermusik dengan punk. Sering missal ade acara-acara music yang di selenggarakan instansi pemerintahan dak memperbolehkan kami tampil, padahal acara e pesta rakyat, kayak HUT Pangkalpinag, atau Babel Expo kemaren. Padahal kan pesta rakyat, acara e untuk rakyat, kami ne kan bagian dari rakyat lah, jangan mentang-mentang penampilan kami kayak ne di anggap dk punye kreatifitas, men cem tu same la kek menghalangi kebebasan orang nek ber ekspresi. Make e sekrang ne along bikin acara sendiri lah, dirik-dirik lah maen e, aturan dirik lah, biar orang tau kami ne g pacak bikin acara, acara kami g dk kalah meriah e, aman, dak kayak acara-acara dangdut, senggol dikit bacok, ribut”. (Katana Nusa A.K.A Badro, 17 September 2012 )



Pernyataan yang sama juga di sampaikan pada talkshow tanggal 14 September 2012 yakni :
“Kepada pemerintah dan pihak kepolisian, kami berharap agar semua jangan pernah menganggap anak punk bajingan dan sampah, kita sama. Kami juga bisa mengadakan acara-acara yang positif, dari pada nongkrong gak karuan, lebih baik buat acara, ramai, bisa ngumpul, biar ada nilai positifnya, kita ingin mencoba membangun komunitas, kita ingin di kasih izin walaupun acaranya seram. Berilah kami kebebasan untuk berekspresi, tidak perlu di jaga polisi, supaya teman-teman bisa puas pogo, dan kami jamin tidak aka nada yang berkelahi, pasti aman sepperti acara-acara kami sebelumnya,  kami tidak akan anarkis. Karena kami punya style sendiri, jadi perlu ada kemudahan dalam perizinan, biar tidak di anggap pembangkang, padahal kami taat pemerintah.boleh lah di lihat, di buktikan acara-acara yang sebelumnya kami selenggarakan, tidak pernah anarkis, berkelahi, padahal penontonnya campur, bukan Cuma anak-anak punk saja, banyak juga masyarakat dan komunitas lainnya. Kami juga pernah beberapa kali maen di Palembang, melakukan tur konser”. (flow, vokalis)

“Ne kelak tanggal 14 Oktober ne kami maen agik di Palembang, gabung kek konser tur turttel JR dari Bandung, nah malem ne (tanggal 12 Oktober kami di undang talkshow agaik di radio, ngebahas masalah tur ne lah”. (flow, 12 Oktober 2012)

Pendapat dari beberapa informan di atas sangat jelas jika komunitas punk menginginkan agar masyarakat mulai melihat mereka dari sudut pandang  yang berbeda, dalam hal ini pada kegiatan konser musik yang dengan gamblang menggambarkan betapa mereka ingin dengan konser musik yang diselenggarakan, masyarakat dapat melihat hal-hal positif yang mereka lakukan. Dan dari pernyataan bahwa banyak masyarakat umum yang ikut menonton meski pun harus membayar sejumlah uang untuk tiket masuk  menggambarkan jika acara yang mereka lakukan menarik perhatian masyarakat, mampu berbaurnya masyarakat umum dengan komunitas punk yang sama-sama ikut menonton konser yang di selenggarakan seolah mencitrakan jika komunitas punk bukan lah komunitas yang anarkis, acara yang di selenggarakan tidak lah seram dan “chaos” seperti gambaran banyak masyarakat. Pernyataan tersebut seolah menyiratkan jika komunitas punk membutuhkan suatu dukungan untuk menyalurkan bakat dan ekspresi mereka serta menegaskan jika mereka juga mampu menghandle suatu kegiatan positif tanpa harus khawatir acara yang di buat akan menimbulkan kekacauan, karena mereka berpendapat dapat menjaga keamanan dan ketertiban selama acara berlangsung.
   Dukungan juga banyak di berikan masyarakat khususnya pecinta musik rock pada saat band bentukan kpmunitas punk akan melakukan tur konser ke Palembang melalui ucapan-ucapan baik melalui sms, telepon interaktif maupun melalui facebook seperti yang berhasil di kutip sebagai berikut :
 “Semangat terus Gilo Babi, raih lah cita-cita mu. Kami akan selalu mendoakan yang terbaik untuk kalian. Semoga selamat sampai tujuan, dilancarkan di jalannyamoga sukses, Gilo Babi is the best lah”. (Dicki)
 “Semoga sukses berjuan di negeri seberang, mohon doanya buat semua kepada band punk asal Pangkalpinang kita tercinta ini”. (Ina Hanisa)

Dukungan di atas dapat dilihat sebagai penerimaan masyarakat terhadap karya-karya berupa lagu/musik yang di ciptakan oleh komunitas punk, masyarakat khususnya pecinta music rock mengapresiasi karya yang mereka hasilkan.
  
d.     Bengkel, Art Deco, dan Airbrush
Pengertian bengkel secara umum merupakan tempat (bangunan atau ruangan) untuk perawatan dan pemeliharaan, perbaikan, modifikasi alat dan mesin (alsin), tempat pembuatan bagian mesin dan perakitan mesin.
Art Deco adalah sebuah gaya yang popular pada tahun 1920 hingga 1939, banyak digunakan pada desain arsitektur , desain industri, desain interior, lukisan, seni grafis dan film. Nama Art Deco berasal dari pameran yang berjudul Paris exposition des Art Decoratifs et industries pada tahun 1925 di Perancis. Art Deco, dalam pengertian tertentu adalah gabungan dari berbagai gaya dan gerakan pada awal abad ke-20. Art Deco sangat terkenal dengan mobil, kapal Laut dan pesawat terbang yang dianggap sebagai simbol modernitas. Popularitas Art Deco memuncak pada 1920-an, Art Deco murni bersifat dekoratif. Pada masa itu, gaya ini dianggap anggun, fungsional, dan ultra modern. Saat ini pun Art Deco masih tetap di gunakan khususnya pada modifikasi seni lukis pada badan pesawat, mobil, kapal laut, dan sepeda motor.
Airbrush merupakan teknik seni gambar yang menggunakan tekanan udara untuk menyemprotkan cat atau pewarna pada bidang kerja. Setidaknya ada dua jenis airbrush, Pertama yaitu Airbruh Single Action, berfungsi untuk mewarnai bukan untuk melukis detail-detail besar, biasanya hanya dipakai untuk mewarnai atau mempercepat pewarnaan padatahap awal melukis. 
Airbrush dualaction (paintbrush) dengan alat ini kita bisa mengatur besar/kecilnya cat yang keluar dari airbrush, karena airbrush dual action memiliki ukuran yang berbeda pada nozzle dan jarumnya. Beberapa anggota komunitas punk juga memiliki usaha bengkel perbaikan dan perawatan khususnya untuk kendaraan sepeda motor, beberapa seni modifikasi seperti yang di jabarkan di atas juga di kerjakan oleh mereka. Usaha bengkel mereka bernama Studio Art, dan beralamat di kelurahan Opas Indah (belakan Kantor Pengadilan Negeri Pangkalpinang), ini juga dilihat sebagai salah satu aspek pola pencitraan komunitas punk, karena berdasarkan data yang di peroleh di lapangan menunjukan jika penerimaan masyarakat terhadap usaha bengkel yang di miliki oleh komunitas punk cukup baik. Hal ini juga di dukung dengan pernyataan salah satu pemilik bengkel dalam wawancara berikut ini :
Bengkel ne buka e sejak tahun 2009 kemaren, kami menerima pengerjaan Art Deco, Airbrush, kek reparasi mesin. Awal e kami buka selain hobi kan, hobi otomotif, hobi seni, usaha bengkel ne menghasilkan uang juga, biar pacak nunjukin bakat ke masyarakat, biar dak timbul fitnah jok. Awal e Cuma dari mulut-ke mulut lah orang tau e, mulai dari kawan-kawan di komunitas, sampe sekarang di kenal orang banyak, malah perna jasa kami di pakai kek PT Koba Tin. Men dari pernyataan pelanggan ne banyak yang puas lah kek hasil pengerjaan kami, ne bukti e pacak k liet la sendiri, banyak kayak ne kerjaan, kadang la tegayel. Dulu awal e sebulum e kan kami nge-punk ne dianggep sebelah mata, di anggep negatif lah, tapi sekarang yang dari ugal-ugalan dengan bengkel ne sampai di liet orang sisi positif e. dari karya kami ne masyarakat mulai nerima lah, sampai sekarang mulai di kenal orang, ape agik warga sekitar opas, rate-rate pelanggan di sini, sampai kek masyarakat luas, ntah dari mane-mane ntah g kadang kesini lah merik gawe e”.  (Akbar AKA Papank, 28 September 2012 )

Jika di cermati dari pernyataan informan di atas, maka dapat di katakana jika usaha-usaha komunitas punk mendapat respon yang cukup positif dari masyarakat. Dengan maksud untuk menunjukan bakat yang mereka miliki untuk kemudian di ketahui oleh masyarakat luas sehingga perlahan masyarakat mulai tertarik dan percaya dengan kualitas pekerjaan yang di miliki komunitas punk membuat status mereka sebagai komunitas punk yang di cap negatif tidak lagi di permaslahkan masyarakat. Kemudian dari pernyataan “biar dek timbul fitnah” (supaya tidak menimbulkan fitnah) menggambarkan adanya usaha untuk memperbaiki citra komunitas punk, khususnya yang berada di lingkungan Opas Indah agar tidak di anggap komunitas yang hanya memberikan kesan negatif di masyarakat, sehingga mereka berusaha untuk memberikan citra yang baik kepada masyarakat melalui kegiatan yang positif dan memberikan kontribusi bagi masyarakat. Terbukti, dari persepsi awal masyarakat yang menganggap sebelah mata dan ugal-ugalan lambat laun mulai berubah menjadi penerimaan, bahkan usaha bengkel yang mereka geluti mulai di kenal masyarakat luas dan banyak masyarakat yang mempercayakan pengerjaan perbaikan sepeda motor kepada mereka.  
4.2.       Dampak Pencitraan Terhadap Keberadaan Komunitas Punk
Untuk mengetahui dampak apa saja yang di hasilkan dari pola pencitraan yang dilakukan komunitas punk, peneliti melakukan analisis terhadap poin-poin hasil observasi. Analisis dilakukan setelah hasil observasi dan pengumpulan data cukup untuk menggambarkan pola pencitraan yang dilakukan komunitas punk. Gambaran-gambaran awal yang di dapat selama proses pengamatan berlangsung memberikan arahan serta gambaran pengambilan tindakan terhadap proses pengumpulan data yang selanjutnya akan dilakukan. Hasil observasi diatas juga di komparasikan dengan data yang di dapatkan dilapangan sehingga dapat terlihat dengan jelas dampak apa saja yang dihasilkan dari pola pencitraan komunitas punk.
Dengan adanya pola pencitraan yang terbentuk dari beberapa aspek pada komunitas punk mengahasilkan beberapa respon positif dari masyarakat terkait dengan aspek-aspek pola pencitraan yang di lakukan. Indikasinya adalah dari beberapa aspek  seperti yang telah di jabarkan sebelumnya, terlihat bagaimana usaha-usaha yang di lakukan komunitas punk mulai dari pola awal hingga terbentuknya pola baru sebagai bentuk modifikasi dan perbaikan pola pencitraan yang lambat laun mulai menarik perhatian masyarakat kemudian mulai merubah cara pandang masyarakat terhadap komunitas punk dan berimplikasi pada penerimaan terhadap eksistensi komunitas punk. Dari beberapa data yang di himpun, peneliti akan menjabarkan dampak yang di hasilkan dari pencitraan yang di lakukan oleh komunitas punk di masyarakat Pangkalpinang sebagai berikut :
4.2.1.      Merubah Pandangan Mayarakat Terhadap Komunitas Punk
Di lihat dari beberapa aspek pola pencitraan yang telah di jabarkan sebelumnya, pola pencitraan yang di lakukan komunitas punk berdampak pada mulai berubahnya pandangan masyarakat terhadap komunitas punk. Dengan aktivitas-aktivitas dan kegiatan-kegiatan positif yang di lakukan oleh komunitas punk, perlahan mulai mengikis anggapan bahwa komunitas punk merupakan komunitas yang negatif seperti yang selama ini hanya terlihat dari visualisasi masyarakat pada umumnya saja. Seringnya komunitas punk tampil dengan berbagai kegiatan positif di tengah-tengah masyarakat seolah menampik anggapan miring masyarakat terhadap komunitas punk, dari rangkuman data yang di dapat selama di lapangan dimana pada beberapa aspek mendapatkan penerimaan yang baik dari masyarakat seperti banyaknya masyarakat yang datang menyaksikan konser musik yang di selenggarakan serta mau berbaurnya masyarakat pada saat acara berlangsung menunjukan bahwa masyarakat merasa jika acara yang di selenggarakan komunitas punk merupakan acara yang aman, jauh dari kesan anarkis seperti yang di khawatirkan masyarakat, seperti hasil wawancara berikut ini :
Kreatif dengan ade e acara-acara musik yang di selenggarakan dorang, sering terlibat dalam kegiatan sosial lah dorang tu. Men masalah penampilan wajarlah name e ge anak punk, yang penting ade kontribusi e untuk masyarakat.” (M Maulana)

Bahkan ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Bangka Belitung H. Ismiryadi yang sengaja di undang menyempatkan diri untuk hadir pada pelaksanaan kegiatan konser amal Distorsi Akhir Tahun yang di selenggarakan pada tanggal 30 Desember 2012, bukan hanya datang memberikan dukungan, H, Ismiryadi pun memberikan bantuan dana untuk membantu keperluan penyelanggaraan acara. Dukungan H. Ismiryadi ini dapat di lihat dari kata sambutan yang di sampaikan pada Minggu 30 Desember 2012, pukul 20.30 yakni :

     Saya pribadi menyambut baik kegiatan yang di selenggarakan ini, komunitas ini harus terus di pertahankan dan dikordinir dengan benar. Karena bisa dijadikan salah satu potensi pengembangan bakat pemuda. Harus di sediakan ruang untuk mengembangkan diri kearah yang lebih positif, karena ini termasuk kelompok yang unik yang bisa menjadi daya tarik daerah. Saya juga mengucapkan maaf atas perlakuan yang mungkin kurang menyenangkan di masa lalu, semoga hubungan baik ini tetap terjaga, dan saya pribadi juga mengajak 3 band untuk ikut meramaikan acara tahun baru yang saya selenggarakan besok”.
(H. Ismiryadi)

        Dari pernyataan H. Ismiryadi diatas dapat dilihat jika penerimaan terhadap komunitas punk perlahan sudah mulai membaik, himbauan agar komunitas punk di kordinir dengan baik memberikan gambaran bahwa beliau ingin komunitas punk tetap menjadi bagian masyarakat yang tentunya memiliki kegiatan positif. Bahkan beliau menginginkan di berikannya ruang untuk kemunitas punk mengembangkan diri, secara langsung beliau pun mengajak beberapa band untuk ikut meramaikan kegiatan yang ia selenggarakan sebagai bentuk dukungan dan penerimaannya. Ini tentu memberikan angin segar terhadap keberadaan komunitas punk dimana seorang wakil rakyat yang menjadi publik figur cukup membuka diri dan menerima keberadaan komunitas punk, bisa jadi tindakan beliau ini akan memberikan pemahaman yang lebih positif kepada masyarakat terhadap komunitas punk.
Di samping itu lagu-lagu yang mereka ciptakan juga cukup menarik perhatian masyarakat khususnya pecinta musik keras, dengan di putarnya lagu mereka di radio setelah mereka di undang talksow, ini juga menunjukan bahwa karya mereka cukup di terima dan layak untuk di pertimbangkan kualitasnya. Ini dapat dilihat dari foto-foto hasil dokumentasi beberapa kegiatan komunitas punk di halaman lampiran.
4.2.2.      Penerimaan Terhadap Eksistensi Komunitas Punk
        Melihat dampak dari pola pencitraan yang dilakukan komunitas punk, tentu berpengaruh pada eksistensi mereka yang di akui dengan di terimanya karya-karya yang mereka hasilkan baik dari seni musik berupa recoding album, maupun seni lukis yang di tuangkan dalam Art Deco dan Airbrush. Jika di telaah lebih jauh, masyarakat mulai mengakui hasil karya yang di hasilkan oleh komunitas punk sebagai suatu hal yang positif dan memberikan kontribusi bagi masyarakat, usaha bengkel yang di geluti terbukti mendapat respon positif dalam bentuk kepercayaan masyarakat untuk menyerahkan pengerjaan perbaikan dan modifikasi sepeda motor mereka kepada komunitas punk.
        Masyarakat yang semula melihat komunitas punk sebagai pembawa pengaruh negatif ternyata memiliki potensi yang sangat bagus untuk di kembangkan, sehingga dukungan-dukungan pun mulai di berikan kepada komunitas punk yang mencitrakan diri sebagai komunitas yang positif dan produktif seperti terlihat dari hasil wawancara berikut ini :
“Misal ngeliet dari segi kegiatan yang di bikin bagus, harus di sediakan temapat kek dikasih modal dorang tu, bagi yang punye usaha, di bikin acara untuk nyalurin bakat dorang, lebih di perhatikan, di buat forum atau lembaga untuk ngebekali dorang dengan skill”. (Sulasta)

              “Bagus gawe dorang, ku kek kawan-kawan ku ge gati lah mucak motor di bengkel dorang. Rapi gawe e, sude gambar e bagus, ade seni lah, dak sangat mahal sude tu. Bagus lah pokok e”. (Manggala)

Ini mengindikasikan jika keberadaan komunitas punk mulai dilihat sebagai komunitas yang memiliki nilai positif dan memiliki kontribusi bagi masyarakat. Dimana kemampuan yang dimiliki oleh komunitas punk di terima dan di akui masyarakat sebagai suatu hal yang positif dan bernilai guna.
4.2.3.      Dukungan Media Masa
        Media masa mulai tertarik dengan aktivitas yang di lakukan komunitas punk dan mulai memahami arah pergerakan komunitas punk, media mulai menyadari bahwa akar dari komunitas punk merupakan musik dan setiap karya yang di hasilkan perlu di dukung agar dapat memotivasi kepada hal yang lebih positif guna mendukung perkembangan suatu daerah. Media juga mulai menjadikannya sebagi komoditi berita bagi durasi siaran yang akan memberikan sarana interaksi dan jembatan bagi komunitas punk untuk melakukan pola pencitraan kepada masyarakat dalam hal ini pendengar radio. Hal ini dapat di pahami ketika mereka di undang dan di publikasikan lewat siaran radio, di berikannya kesempatan komunitas punk untuk mendeskripsikan komunitas mereka kepada khalayak umum dan mempromosikan hasil karya mereka tentu memberikan dampak yang positif bagi komunitas terkait citra mereka di masyarakat.
        Untuk mendukung penguatan dampak yang diperoleh dari pola pencitraan komunitas punk seperti yang di jabarkan di atas, peneliti juga akan melengkapi dengan beberapa hasil wawancara dengan warga Pangkalpinang sebagai berikut :
“Selame dak anarkis dak masalah, ku anggep positif, karena komunitas anak muda juga kan. Kalo masalah penampilan, privasi masing-masing lah, dorang ge punye hak. Dorang tu segernya sebener e, ramah, kalo kite ramah dorang pasti ramah lah, kalo ketemu di Alun-alun tu anak abang ingin kek dorang tu. Nah kalo yang punye bakat, punye usaha harus e di dukung lah, di kasih lapangan pekerjaan, sesuai kemampuan, missal e ade tu yang bermusik, di bantu bikin demo album,yang punye usaha di kasih modal, dorang macem tu sejauh yang abang tau Cuma penampilan bai, dorang ge bekerja walau serabutan, trus dorang g produktif”. (Rian Christian) 
       “Biase bai lah dorang tu, dak mengganggu dak. Harus e dorang tu di bina, dikasih pelatihan, di berikan ruang untuk berprestasi. Ngeliet dorang berkarya bagus tu, supaya ade kegiatan”. (Diko Putra)
       Dorang tu kreatif nya, pacak nyari duit sendiri, mandiri lah boleh di bilang, dorang jualan, bikin acara music bagus tu, ku dukung men yang kayak tu. Sebener e dorang tu yang negatif e yang harus di berantas, yang positif e di kembangin, di kasih pembinaan, jadi berubah kearah yang positif”. (Ibnu Firdaus)
       `”posiitif be dorang tu, ade jaringan e di luar, men kate ku dorang tu harus bergerak, bersosialisasi khusus e pada hal yang positif. Pada dasar e menurut pemahaman ku punk tu didirikan positif, pesan-pesan yang di sampaikan bagus, Cuma ade oknum-oknum yang bikin jelek name punk. Kalau lebih terarah lagi pasti bagus, kalo anarkis harus di kordinir”. (Muhamad Arman)
      
        Melihat pendapat dari beberapa informan di atas semakin menambah penguatan terhadap dampak dari pola pencitraan yang dilakukan oleh komunitas punk. Terlepas dari apakah mereka punk atau bukan, masyarakat mulai memahami keberadaan mereka sebagai bagian dari masyarakat, pilihan yang mereka pilih sebagai seorang anak punk sudah seharusnya di hormati oleh setiap bagian dari element masyarakat sebagai bentuk penghormatan terhadap hak asasi manusia. Guna memperkuat indikasi dampak pola pencitraan yang dilakukan komunitas punk, beberapa foto hasil dokumentasi akan di sertakan di halaman lampiran.

BAB V
PENUTUP
            Penutup yang akan dijabarkan dalam bab ini meliputi kesimpulan, saran serta implikasi teoretis yang akan dibahas peneliti. Adapun indikator tersebut  akan dijabarkan peneliti berdasarkan hasil penelitian dan rumusan masalah yang dikaji yakni sebagai berikut :
5.1.            Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian di lapangan yang telah di jabarkan sebelumnya, peneliti menyimpulkan berdasarkan apa yang menjadi fokus kajian penelitian dalam rumusan masalah yakni :
1.        Berdasarkan hasil penelitian terkait dengan analisis pola pencitraan komunitas punk di masyarakat Pangkalpinang, adalah merupakan tindakan yang di lakukan dengan aktivitas dan kegiatan-kegiatan positif yang dapat memberikan stimulus kepada masyarakat guna mendapatkan respon positif  dan merubah pandangan masyarakat seperti yang menjadi harapan komunitas punk dan berimplikasi terhadap keberadaan komunitas punk di Pangkalpinang. Beberapa aspek yang di lakukan komunitas punk mulai dari pola pencitraan awal yakni Mengamen, Demonstrasi, dan  Partisipasi Perayaan HUT Indonesia yang mulanya kurang mendapatkan respon baik dari masyarakat hingga ke pola pencitraa baru sebagai bentuk modifikasi dari pola pencitraan awal seperti yang telah di jabarkan pada bab sebelumnya yakni dengan cara Recording Album, Produksi dan Penjualan Aksesoris, Konser Musik, serta Bengkel, Art Deco, dan Airbrush di lihat cukup berhasil karena dari pola pencitraan yang di lakukan membuat masyarakat mulai memahami maksud dan tujuan dari keberadaan komunitas punk serta perlahan merubah pandangan masyarakat dalam mempersepsikan komunitas punk secara menyeluruh dari berbagai sisi dan aspek kehidupan yang komunitas punk lakukan.
2.        Dampak dari pola pencitraan yang di lakukan oleh komunitas punk menghadirkan respon yang baik dari masyarakat dan perubahan cara pandang masyarakat terhadap komunitas punk. Masyarakat mulai melihat punk secara menyeluruh, dari berbagai sisi, tidak lagi melihat punk hanya dari satu sisi saja sehingga anggapan-anggapan negatif masyarkat terhadap komunitas punk mulai bergeser dan hubungan masyarakat dengan komunitas punk yang semula kaku mulai mencair. Salah satu respon baik yang di berikan masyarakat terhadap komunitas punk adalah dengan banyaknya masyarakat umum yang ikut mengahadiri konser yang di selenggarakan komunitas punk sehingga masyarakat dan komunitas punk berinteraksi secara langsung. Karya-karya yang di hasilkan komunitas punk mulai di terima masyarakat, baik karya berupa recording album hingga bengkel, art deco dan air brush. Disisi lain dukungan media elektronik yakni radio membuat komunitas punk semakin dikenal masyarakat karena mmereka dapat mempromosikan komunitas mereka melalui radio tersebut. Terlebih  di berikannya ruang untuk berkreasi oleh ketua DPRD Bangka Belitung tentu memberi angin segar kepada komunitas punk karena akan membuat masyarakat semakin melihat sisi lain dari komunitas punk karena tentu pengaruh yang dimiliki oleh ketua DPRD provinsi Bangka Belitung secara tidak langsung akan di ikuti masyarakat luas.   
5.2.            Implikasi Teori
Dalam menganalisis Pola Pencitraan Komunitas Punk di Pangkalpinang peneliti akan menjabarkan relevansi antara teori Labeling yang digunakan terhadap fokus kajian dari apa yang menjadi kajian peneliti dalam penelitian. Adapun penjabaran yang akan dibahas mulai dari proses labeling, bagaimana alur pelabelan pada komunitas punk baik dimulai dari primary deviance dan secondary deviance hingga upaya-upaya yang di lakukan untuk memperbaiki cap/label negatif.
Untuk menjelaskan relevansi dari teori Labeling yang digunakan terhadap fokus kajian dari apa yang menjadi kajian peneliti dalam penelitian maka perlu menganalis dua macam pendekatan teori labeling, yaitu :
Persoalan tentang bagaimana dan mengapa seseorang memperoleh cap atau label. Persoalan labeling ini, memperlakukan labeling sebagai dependent variable atau variable tidak bebas dan keberadaannya memerlukan penjelasan. Labeling dalam arti ini adalah sebagai akibat dari reaksi masyarakat. Dari perspektif Howard S. Becker dalam Yesmir Anwar, kajian terhadap teori labeling menekankan pada dua aspek, yaitu pertama; menjelaskan tentang mengapa dan bagai mana orang-orang tertentu di beri cap atau label dan kedua; pengaruh atau efek dari pelabelan sebagi suatu konsekuensi penyimpangan tingkah laku lanjutan.
Penjelasan dari kedua pendekatan tersebut adalah, pertama, cap/label tersebut menarik perhatian pengamat dan mengakibatkan pengamat selalu memperhatikanya dan kemudian seterusnya cap/label tersebut melekat pada diri orang itu.
Kedua, label atau cap tersebut sudah diadopsi oleh seseorang dan membawa pengaruh pada dirinya sehingga ia mengakui dengan sendirinya sebagaimana cap/label itu diberikan padanya oleh si pengamat. (Atmasasmita Romli, 1992 ; 39)
Evek labeling terhadap penyimpangan tingkah laku berikutnya, persoalan labeling kedua adalah bagaimana labeling mempengaruhi seseorang yang terkena label atau cap. Persoalan ini memperlakukan labeling sebagai variable yang independent atau variable yang bebas/mempengaruhi. Dalam kaitan ini, ada dua konsep penting bagimana labeling mempengaruhi seseorang yang terkena label/cap untuk melakukan penyimpangan tingkah lakunya.
Dua konsep penting dalam teori labeling adalah, primary deviance dan secondary deviance. Primary deviance ditujukan kepada perbuatan penyimpangan tingkah laku awal, sedangkan secondary deviance adalah berkaitan dengan reorganisasi psikologis dari pengalaman seseorang sebagi akibat dari penangkapan.
Komunitas punk dengan penampilannya yang berbeda dengan konteks masyarakat pada umumnya jelas sekali menarik perhatian masyarakat, penampilan yang menurut masyarakat di anggap urakan karena menggunakan simbol-simbol yang berbeda  dan mengarah pada citra premanisme yakni rambut mowhawk, celana rombeng di tambal dengan emblem, mengenakan gelang, kalung dan percing jelas menggambarkan citra seorang preman atau pelaku kriminal yang telah terkontruksi di dalam mindset masyarakat, juga dari prilaku yang di anggap nyeleneh menarik perhatian masyarakat terus menerus dan kemudian memberikan cap/label negatif kepada komunitas punk yang di lihat sebagai primary deviance.
Kemudian efek dari label tersebut memberikan suatu konsekuensi terhadap penyimpangan tingkah laku sesuai dengan reaksi dari masyarakat terhadap suatu prilaku, maka menimbulkan suatu prilaku jahat. Pelaksanaan kontrol sosial menyebabkan penyimpangan, sebab pelaksanaan kontrol sosial tersebut mendorong orang masuk ke dalam peran penyimpangan. Ditutupnya peran konvensional bagi seseorang dengan pemberian stigma dan label menyebabkan orang tersebut dapat menjadi penyimpang sekunder, khususnya dalam mempertahankan diri dari pemberian label. Untuk masuk kembali ke dalam peran sosial konvensional yang tidak menyimpang adalah berbahaya dan menjadikan penyimpang merasa teralienasi. Pemberian sanksi dan label di maksud untuk mengkontrol penyimpangan malah menghasilkan sebaliknya.
Dengan demikian proses secondary deviance terjadi karena cap/label dari masyarakat yang mengangap komunitas punk merupakan komunitas yang berada di diluar sistem sosial yang mapan di anggap menyimpang, sehingga reaksi masyarakat terhadap prilaku yang di tunjukan oleh komunitas punk di lihat menyebabkan komunitas punk berperan atau berkelakuan seperti  apa yang di capkan oleh masyarakat kepada mereka cap mempengaruhi diri sehingga mengakui dengan sendirinya label yang di berikan oleh si pengamat. Kemudian proses awal labeling terjadi setelah terjadinya tindak penangkapan, label akan lebih kuat melekat pada pelaku penyimpangan, interaksi antara penyimpang dan agen kontrol sosial seperti lembaga kepolisian dan peradilan dapat menimbulkan suatu prilaku jahat sebagai bentuk penyimpangan lanjutan setelah proses hukum di berlakukan.
Komunitas punk yang awal kemunculanya dianggap unik oleh masyarakat mulai mendapatkan cap/label setelah masyarakat terus menerus mengamati penampilan unik komunitas punk tersebut dan mendapati prilaku yang di anggap menyimpang oleh masyarakat. Anggota komunitas punk yang memang dari awal sebelum bergabung memiliki perilaku yang menyimpang kemudian dengan leluasa melakukan prilaku menyimpang seperti yang di persepsikan masyarakat, yakni pemabuk, dan preman. Terlebih setelah penangkapan oleh aparat kepolisian dan menjalani prose hukum. Dapat peneliti katakana pada fase ini cap/label jelas sangat mempengaruhi psikologis para anggota yang terlibat tindakan penyimpangan, terlebih setelah melalui proses hukum, sehingga semakin kuat cap/label yang sebelumnya di dapat dan kemudian melekat. Jelas cap/label yang di berikan oleh agen kontrol sosial yakni residivis, kriminal membuat komunitas punk merasa teralienasi dan untuk masuk kembali kedalam bagian masyarakat sangat  berat, karena telah di kategorikan sebagai kelompok kriminal yang kemudian berpengaruh pada tindak penyimpangan sekunder.
Hal ini perlu mendapat perhatian serius sebagai akibat dari labeling kelompok menyimpang atau kelompok kriminal, oleh karena itu salah satu asumsi dasar teori labeling menyatakan bahwa labeling merupakan suatu proses yang akan melahirkan identifikasi dengan citra sebagai penjahat. Hal ini dapat memperbesar kecendrungan penyimpangan tingkah laku, untuk itu di butuhkan reorganisasi psikologis oleh karena sekali cap/label itu sudah dilekatkan akan sulit akan sulit untuk melepas cap/label yang di maksud dan kemudian akan mengidentifikasi dirinya sebagai label tersebut. Demi mencegah prilaku-prilaku bagi angota komunitas selanjutnya, maka upaya pencitraan kembali dalam arti kearah yang lebih positif perlu mendapat perhatian serius kita semua. Bahkan peneliti percaya pelabelan sebagai kelompok yang menyimpang sebenarnya tidak serta merta menyamaratakan segenap anggota kelompok yang ada dengan labeling yang dimaksud.
Reorganisasi psikologis ini tergantung dari seberapa besar  usaha dari komunitas punk memaknai cap/label yang melekat pada diri mereka, apakah akan terus di adopsi atau merubah cap/label tersebut kepada perbaikan-perbaikan kondisi psikologis untuk ke luar dari cap/label tersebut. Upaya pencitraan diri kembali yang dilakukan komunitas punk untuk me-reorganisasi psikologis disini dilihat sebagai pola pencitraan komunitas punk dengan berupaya melakukan kegiatan dan aktivitas-aktivitas positif, indikator pola pencitraan yang dilakukan yakni recording album, konser musik, bengkel, art deco, dan airbrush serta produksi dan penjualan aksesoris  membuat perlakuan dan pandangan masyarakat terhadap komunitas perlahan mulai membaik. Kegiatan yang hanya semula hanya ditujukan untuk anggota komunitas juga lambat laun mulai menarik perhatian masyarakat umum, sehingga dampak dari pola pencitraan yang dilakukan komunitas punk dapat dilihat melalui beberapa indikator yakni merubah pandangan masyarakat terhadap komunitas punk, penerimaan terhadap eksis tensi komunitas punk, serta dukungan media masa.  
5.3.            Saran
Berdasarkan proses penelitian yang dilakuan terkait analisis pola pencitraan komunitas punk maka dapat dilihat bahwa terdapat beberapa pola pencitraan yang dilakukan komunitas punk di Pangkalpinang yang dilakukan untuk merubah stigma negatif masyarakat terhadap komunitas punk.
1. Pada pencitraan yang saat ini telah berkembang dalam komunitas punk harus lebih di kembangkan lagi sehingga keberadaan komunitas punk semakin di terima/diakui dengan respon positif, komunitas punk juga harus lebih membuka diri kepada masyarakat luas dengan ikut berpartisipasi pada kegiatan-kegiatan sosial dan kemasyarakatan agar proses interaksi antara masyarakat dengan komunitas punk perlahan akan membaik sehingga masyarakat tidak memandang komunitas punk hanya dari satu sisi saja dan menyamaratakan kegiatan dan aktivitas komunitas punk sebagai suatu hal yang negatif.
2. Melihat dari dampak yang menghasilkan respon positif di masyarakat, peneliti menyarankan agar komunitas punk di terima secara utuh di tengah masyarakat dengan menjalin hubungan sosial yang baik, di berikannya ruang untuk komunitas punk mengambangkan diri tentu akan meningkatkan kreatifitas yang dimiliki komunitas punk sehingga dapat mengarahkan komunitas punk pada kegiatan dan aktivitas-aktivitas yang positif dan produktif.
3. Peran pemerintah dan LSM sangatlah dibutuhkan untuk mengkordinir dan mengarahkan bakat serta talenta yang dimiliki oleh komunitas punk, perlunya memberikan pelatihan kepada anggota komunitas punk serta pembekalan skil dan keterampilan akan membuat bakat dan potensi komunitas punk semakin terasah dengan baik. Bantuan modal untuk pengembangan usaha yang dimiliki komunitas punk juga akan membuat usaha yang dimiliki komunitas punk akan berkelanjutan sehingga memberikan sumber pendapatan tetap yang sudah tentu akan merubah orientasi berfikir komunitas punk kearah yang lebih maju dan mandiri. Hal ini juga tentu memerlukan peran dan sikap proaktif dari komunitas punk sebagai pihak yang sedang berusaha memperbaiki citra dengan membuka relasi dengan agen-agen kontrol sosial, baik pemerintah, LSM, hingga lembaga kemasyarakatan, pengembangan bakat dan kemampuan diri lainnya untuk meminta dukungan dalam hal perbaikan diri dan peningkatan produktifatas guna memberikan kontribusi kepada masuarakat.
4. Manajemen kerohanian juga harus di tanamkan kepada setiap anggota komunitas punk, tentu dengan perbaikan akhlak dan program-program pembinaan religi akan membuat komunitas punk mengerti akan batasan-batasan dan norma-norma agama yang berlaku di masyarakat sehingga diharapkan dapat memberikan efek pada perubahan sikap para anggota komunitas punk. Peran lembaga keagamaan yang berkordinasi dengan lembaga pemerintahan terkait sangatlah dibutuhkan dalam menentukan perbaikan generasi-generasi harapan bangsa.


DAFTAR PUSTAKA

Buku-buku :
Afifudin dan BeniAhmad Saebani. 2009. “Metode Penelitian Kualitatif”, Pustaka Setia, Bandung.
Atmasasmita, Romli. 1992.  Teori dan Kapita Selekta”, PT Eresco, Bandung.
Bustami Rahman & Ibrahim. 2009. “Menyusun Proposal Penelitian”, UBB Pers, Pangkalpinang.
Dr. Kaelan, M.S. 2005. “Metode Penelitian Kualitatif Bidan Filsafat”, Paradigma, Yogyakarta.
Idrus, Muhammad. 2009. “Metode Penelitian Ilmu Sosial, Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif”, Erlangga, Yogyakarta.
M. Dahlan Al Barry. 2001. “Kamus Ilmiah Populer”, Arkola, Surabaya.
M.S, Wagiyo. 2004. “Teori Sosiologi Modern”, Universitas Terbuka, Jakarta.
Nazar, Nasrulah. 2008. “Teori- teori Sosiologi”, Widya Padjajaran, Bandung.
Sangadji dan Sopiah. 2010. “Metode Penelitian, Pendekatan Praktis Dalam Penelitian”. Yogyakarta, CV Andi Offset.
Soekanto, Soerjono. 2007. “Sosiologi Suatu Pengantar”, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Surya, Sutan. 2006. “Panduan Menulis Skripsi, Tesis, Disertasi dan Karya ilmiah”, Pustaka Pena, Jogja.
Yesmir Anwar, Adang. 2010. “Kriminologi”,PT Refika Aditama, Bandung.

Situs Internet :  
http://www.facebook.com


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar