Sejarah Penetapan Tahun Hijriyah dan
Keutamaan Bulan Muharram
Kalender Hijriyah atau التقويم الهجري at-taqwim
al-hijri adalah kalender yang digunakan oleh umat islam, termasuk dalam
menentukan tanggal atau bulan yang berkaitan dengan ibadah, atau hari-hari
penting lainnya. Kalender ini dinamakan kalender Hijriyah, karena merunut pada
sejarah dimana pada tahun pertama kalender ini adalah tahun terjadinya
peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad Saw dari Makkah ke Madinah,
yakni pada tahun 622M. Di beberapa negara yang berpenduduk mayoritas Islam, Kalender Hijriyah juga
digunakan sebagai sistem penanggalan sehari-hari. Kalender Islam menggunakan
peredaran bulan sebagai acuannya, berbeda dengan kalender biasa (kalender
Masehi) yang menggunakan peredaran Matahari.
Kalender Hijriyah dibangun berdasarkan rata-rata siklus sinodik bulan dan kalender lunar (qomariyah), memiliki 12 bulan dalam setahun. Dengan menggunakan siklus sinodik bulan, bilangan hari dalam satu tahunnya adalah (12 x 29,53059 hari = 354,36708 hari).Hal inilah yang menjelaskan 1 tahun Kalender Hijriah lebih pendek sekitar 11 hari dibanding dengan 1 tahun Kalender Masehi.
Penetapan kalender Hijriyah
dilakukan pada zaman Khalifah Umar bin Khatab, yang menetapkan peristiwa
hijrahnya Rasulullah saw dari Mekah ke Madinah. Kalender Hijriyah yang terdiri dari 12
bulan memiliki jumlah hari berkisar 29-30 hari. Penetapan 12 bulan ini sebagaimana
yang telah Allah Swt firmankan dalam Al-Qur’an:
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا
عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ
مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ
أَنْفُسَكُمْ وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِينَ كَافَّةً كَمَا يُقَاتِلُونَكُمْ
كَافَّةً وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ
Artinya :
Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah
ialah dua belas bulan dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan
bumi, diantaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka
janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah
kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kamu semuanya, dan
ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertaqwa. [QS At-Taubah
: 36]
Hadits, “…dalam setahun ada dua belas bulan…,”
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَبْدِ
الْوَهَّابِ حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ زَيْدٍ عَنْ أَيُّوبَ عَنْ مُحَمَّدٍ عَنْ
ابْنِ أَبِي بَكْرَةَ عَنْ أَبِي بَكْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ الزَّمَانَ قَدْ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ
اللَّهُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا مِنْهَا
أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ثَلَاثٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ
وَالْمُحَرَّمُ وَرَجَبُ مُضَرَ الَّذِي بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ
Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullaah bin
‘Abdul Wahhaab, telah menceritakan kepada kami Hammaad bin Zaid, dari Ayyuub,
dari Muhammad, dari Ibnu Abi Bakrah, dari Abu Bakrah -radhiyallahu ‘anhu-, dari
Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda, “Sesungguhnya zaman telah
berputar sebagaimana keadaannya pada hari Allah menciptakan langit dan bumi,
dalam setahun ada dua belas bulan, darinya ada empat bulan haram, tiga
diantaranya adalah Dzulqa’dah, Dzulhijjah dan Muharram, sedangkan Rajab adalah
bulan Mudhar yang terdapat diantara Jumadaats Tsaniy dan Sya’baan.”[Shahiih
Al-Bukhaariy no. 4662; Shahiih Muslim no. 1681 dengan matan yang lebih panjang]
Penentuan kapan dimulainya tahun 1
Hijriah dilakukan 6 tahun setelah wafatnya Nabi Muhammad Saw. Namun, sistem yang mendasari Kalender
Hijriah telah ada sejak zaman pra-Islam, dan sistem ini direvisi pada tahun
ke-9 periode Madinah.
Sebelumnya, orang Arab pra-kerasulan Rasulullah
Muhammad SAW telah menggunakan bulan-bulan dalam kalender hijriyah ini. Hanya
saja mereka tidak menetapkan ini tahun berapa, tetapi tahun apa. Misalnya saja
kita mengetahui bahwa kelahiran Rasulullah SAW adalah pada tahun gajah. Abu
Musa Al-Asyári sebagai salah satu gubernur pada zaman Khalifah Umar r.a.
menulis surat kepada Amirul Mukminin yang isinya menanyakan surat-surat dari
khalifah yang tidak ada tahunnya, hanya tanggal dan bulan saja, sehingga
membingungkan. Khalifah Umar lalu mengumpulkan beberapa sahabat senior waktu
itu.
Mereka adalah Utsman bin Affan r.a., Ali bin Abi Thalib r.a., Abdurrahman
bin Auf r.a., Sa’ad bin Abi Waqqas r.a., Zubair bin Awwam r.a., dan Thalhan bin
Ubaidillah r.a. Mereka bermusyawarah mengenai kalender Islam. Ada yang
mengusulkan berdasarkan milad Rasulullah saw. Ada juga yang mengusulkan
berdasarkan pengangkatan nabi Muhammad saw menjadi Rasul. Dan yang diterima
adalah usul dari Ali bin Abi Thalib r.a. yaitu berdasarkan momentum hijrah
Rasulullah SAW dari Makkah ke Yatstrib (Madinah). Maka semuanya setuju dengan
usulan Ali r.a. dan ditetapkan bahwa tahun pertama dalam kalender Islam adalah
pada masa hijrahnya Rasulullah saw. Sedangkan nama-nama bulan dalam kalender
hijriyah ini diambil dari nama-nama bulan yang telah ada dan berlaku pada masa
itu di wilayah Arab.
Berikut nama-nama bulan dalam kalender
hijriyah:
1. Muharrom (محرم الحرام)
Ini adalah bulan pertama dalam kelender Islam, dan Muharram termasuk dalam
bulan-bulan suci. Dinamakan Muharram karena orang Arab mengharamkan berperang
di bulan ini.
2. Shofar/Shafar (ﺻﻔﺮ)
Dinamakan dengan Shofar karena perkampungan Arab Shifr (kosng) dari
penduduk, karena mereka keluar untuk perang. Ada yang mengatakan bahwa
dinamakan dengan Shofar karena dulunya bangsa Arab memerangi berbagai kabilah
sehingga kabilah yang mereka perangi menjadi Shifr (kosong) dari harta benda.
3. Robi’ul Awwal (ﺭﺑﻴﻊ ﺍﻷﻭﻝ)
Dinamakan demikian karena saat penamaan bulan ini bertepatan dengan musim
semi.
4. Robi’uts Tsani/Akhir (ﺭﺑﻴﻊ ﺍﻷﺧﻴﺮ / ﺭﺑﻴﻊ ﺍﻟﺜﺎﻧﻲ)
Dinamakan demikian karena bangsa Arab saat itu menggembalakan hewan ternak
mereka pada rerumputan. Dan ada yang mengatakan bahwa dinamakan demikian karena
bulan ini bertepatan dengan musim semi.
5. Jumadil Ula (جمادى الأولى)
Sebelum masa Islam dinamakan jumadi khomsah. Dinamakan Jumada karena saat
penamaan bulan ini jatuh pada musim dingin, dimana air jumud (membeku)
6. Jumadil Akhiroh/Tsaniyah (جمادى الآخرة / ﺟﻤاﺪى
ﺍﻟﺜﺎﻧﻲة)
Sebelum masa Islam dinamakan jumadi sittah. Dinamakan demikian karena saat
penamaan bulan ini jatuh pada musim dingin juga
7. Rojab (ﺭﺟﺐ)
Rajab termasuk dalam bulan-bulan suci. Dinamakan bulan Rojab karena bangsa
Arab melepaskan tombak dari besi tajamnya untuk menahan diri dari peperangan.
Dikatakan: Rojab adalah menahan diri dari peperangan.
8. Sya’ban (ﺷﻌﺒاﻦ)
Dinamakan demikian karena bangsa Arab saat itu berpencar ke berbagai tempat
untuk mencari air.
9. Romadhon (ﺭﻣﻀاﻦ)
Ini adalah bulan puasa bagi umat Islam. Dinamakan demikian karena panas ramdh
mencapai puncaknya dan saat penamaan jatuh pada musim panas.Dimana periode ini
disebut panas yang parah.
10. Syawwal (ﺷﻮﺍﻝ)
Di bulan inilah saat Idul Fitri. Dinamakan demikian karena saat itu unta
betina kekurangan air susu.
11. Dzulqo’dah (ﺫﻭ ﺍﻟﻘﻌﺪة)
Bulan ini termasuk dalam bulan-bulan suci. Dinamakan demikian karena bangsa
Arab duduk dan tidak berangkat untuk perang, karena bulan ini termasuk bulan
haram yang tidak boleh perang.
12. Dzulhijjah (ﺫﻭ ﺍﻟﺤﺠة)
Di dalamnya terdapat musim haji dan Idul Adha. Bulan ini termasuk dalam
bulan-bulan suci. Dinamakan demikian karena bangsa Arab melaksanakan ibadah
haji di bulan ini.
Adapun bulan Muharram merupakan tahun
pertama dalam kalender hijriyah, yang merupakan salah satu dari 4 bulan suci
dalam penanggalan hijriyah sebagaimana yang telah di firmankan Allah dalam ayat
Al-Qura’an yang telah disampaikan sebelumnya. Terdapat beberapa peristiwa
penting didalamnya serta amalan yang sangat besar fadilahnya, berikut beberapa
peristiwa penting di bulan muharam:
Peristiwa penting pada bulan muharram tepatnya
10 muharram (Asyura) :
- Nabi Adam bertaubat kepada Allah Swt
- Nabi Idris dianggkat Allah Swt ke Langit
- Nabi Nuh keluar dengan selamat dari perahunya sesudah bumi ditenggelamkan Allah Swt selama 6 bulan
- Nabi Ibrahim diselamatkan Allah Swt dari api pada peristiwa pembakaran yang dilakukan oleh raja Namrud
- Allah menurunkan kitab taurat kepada Nabi Musa As
- Nabi Yusuf dibebaskan dari penjara
- Dipulihkannya kembali penglihatan Nabi Ya’kub oleh Allah Swt
- Di pulihkannya Nabi Ayub oleh Allah Swt dari penyakit kulit yang dideritanya
- Nabi Yunus keluar dengan selamat setelah 40 hari 40 malam berada diperut ikan paus Terselamatkannya Nabi Musa As dan pengikutnya dari kerajaan Firaun dan bala tentaranya dengan terbelahnnya laut merah
Hadits, “Puasa yang paling utama setelah puasa
Ramadhan adalah…,”
حَدَّثَنِي قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا
أَبُو عَوَانَةَ عَنْ أَبِي بِشْرٍ عَنْ حُمَيْدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْحِمْيَرِيِّ
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ
الْمُحَرَّمُ وَأَفْضَلُ الصَّلَاةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلَاةُ اللَّيْلِ
Telah menceritakan kepadaku Qutaibah bin
Sa’iid, telah menceritakan kepada kami Abu ‘Awaanah, dari Abu Bisyr, dari
Humaid bin ‘Abdirrahman Al-Himyariy, dari Abu Hurairah -radhiyallahu ‘anhu-, ia
berkata, Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Puasa yang paling
utama setelah puasa Ramadhan adalah puasa di bulan Allah yaitu bulan Muharram,
dan shalat yang paling utama setelah shalat fardhu adalah shalat malam."[Shahiih
Muslim no. 1165; Sunan Abu Daawud no. 2429; Jaami’ At-Tirmidziy no. 438]
Hadits, “…hendaklah ia berpuasa karena hari ini
adalah hari ‘Asyura’,”
حَدَّثَنَا الْمَكِّيُّ بْنُ إِبْرَاهِيمَ
حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ أَبِي عُبَيْدٍ عَنْ سَلَمَةَ بْنِ الْأَكْوَعِ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُ قَالَ أَمَرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
رَجُلًا مِنْ أَسْلَمَ أَنْ أَذِّنْ فِي النَّاسِ أَنَّ مَنْ كَانَ أَكَلَ
فَلْيَصُمْ بَقِيَّةَ يَوْمِهِ وَمَنْ لَمْ يَكُنْ أَكَلَ فَلْيَصُمْ فَإِنَّ
الْيَوْمَ يَوْمُ عَاشُورَاءَ
Telah menceritakan kepada kami Al-Makkiy bin
Ibraahiim, telah menceritakan kepada kami Yaziid bin Abi ‘Ubaid, dari Salamah
bin Al-Akwa’ radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Nabi Shallallaahu ‘alaihi
wasallam memerintahkan seorang laki-laki dari suku Aslam untuk menyerukan
kepada manusia bahwa barangsiapa sudah memakan sesuatu maka hendaklah mengganti
puasanya di hari yang lain, dan barangsiapa yang belum memakan sesuatu maka
hendaklah ia berpuasa karena hari ini adalah hari ‘Asyura’.”[Shahiih
Al-Bukhaariy no. 2007; Shahiih Muslim no. 1138 dengan sedikit perbedaan lafazh]
Hadits, “Manusia melaksanakan puasa hari
‘Asyura’ sebelum diwajibkan puasa Ramadhan…,”
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ بُكَيْرٍ حَدَّثَنَا
اللَّيْثُ عَنْ عُقَيْلٍ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ عُرْوَةَ عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهَا ح و حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ مُقَاتِلٍ قَالَ أَخْبَرَنِي
عَبْدُ اللَّهِ هُوَ ابْنُ الْمُبَارَكِ قَالَ أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ أَبِي
حَفْصَةَ عَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ عُرْوَةَ عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا
قَالَتْ كَانُوا يَصُومُونَ عَاشُورَاءَ قَبْلَ أَنْ يُفْرَضَ رَمَضَانُ وَكَانَ
يَوْمًا تُسْتَرُ فِيهِ الْكَعْبَةُ فَلَمَّا فَرَضَ اللَّهُ رَمَضَانَ قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ شَاءَ أَنْ يَصُومَهُ
فَلْيَصُمْهُ وَمَنْ شَاءَ أَنْ يَتْرُكَهُ فَلْيَتْرُكْهُ
Telah menceritakan kepada kami Yahyaa bin
Bukair, telah menceritakan kepada kami Al-Laits, dari ‘Uqail, dari Ibnu
Syihaab, dari ‘Urwah, dari ‘Aaisyah radhiyallahu ‘anha, (dalam jalur sanad yang
lain) telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Muqaatil, ia berkata, telah
mengkhabarkan kepadaku ‘Abdullaah, dia adalah Ibnul Mubaarak, ia berkata, telah
mengkhabarkan kepada kami Muhammad bin Abu Hafshah, dari Az-Zuhriy, dari
‘Urwah, dari ‘Aaisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata, “Manusia melaksanakan
puasa hari ‘Asyura’ sebelum diwajibkan puasa Ramadhan dan hari itu adalah hari
ditutupnya Ka’bah (dengan kiswah). Ketika Allah mewajibkan puasa Ramadhan,
Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa berkehendak
untuk berpuasa maka berpuasalah, dan barangsiapa berkehendak untuk
meninggalkannya maka tinggalkanlah.”
[Shahiih Al-Bukhaariy no. 1592; Musnad Ahmad no. 25536]
[Shahiih Al-Bukhaariy no. 1592; Musnad Ahmad no. 25536]
Hadits, “…puasa hari ‘Asyura’ menghapus dosa
setahun yang lalu.”
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا
سُفْيَانُ عَنْ مَنْصُورٍ عَنْ مُجَاهِدٍ عَنْ حَرْمَلَةَ بْنِ إِيَاسٍ عَنْ أَبِي
قَتَادَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَوْمُ
يَوْمِ عَرَفَةَ يُكَفِّرُ سَنَتَيْنِ مَاضِيَةً وَمُسْتَقْبَلَةً وَصَوْمُ
عَاشُورَاءَ يُكَفِّرُ سَنَةً مَاضِيَةً
Telah menceritakan kepada kami Yahyaa bin
Sa’iid, telah menceritakan kepada kami Sufyaan, dari Manshuur, dari Mujaahid,
dari Harmalah bin Iyaas, dari Abu Qataadah -radhiyallahu ‘anhu-, ia berkata,
Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Puasa hari ‘Arafah
menghapus dosa dua tahun yaitu setahun yang lalu dan setahun yang akan datang,
puasa hari ‘Asyura’ menghapus dosa setahun yang lalu.”
[Musnad Ahmad no. 22028; Jaami’ At-Tirmidziy no. 752; Sunan Ibnu Maajah no. 1738]
[Musnad Ahmad no. 22028; Jaami’ At-Tirmidziy no. 752; Sunan Ibnu Maajah no. 1738]
Hadits berpuasa hari ‘Asyura’ pada hari
kesepuluh
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا عَبْدُ
الْوَارِثِ عَنْ يُونُسَ عَنْ الْحَسَنِ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ أَمَرَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِصَوْمِ عَاشُورَاءَ يَوْمُ
الْعَاشِرِ
Telah menceritakan kepada kami Qutaibah, telah
menceritakan kepada kami ‘Abdul Waarits, dari Yuunus, dari Al-Hasan, dari Ibnu
‘Abbaas -radhiyallahu ‘anhuma-, ia berkata, “Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi
wasallam memerintahkan untuk berpuasa hari ‘Asyura’ pada hari kesepuluh (dari
bulan Muharram)[Jaami’ At-Tirmidziy no. 755]
Hadits
berpuasa hari ‘Asyura’ pada hari kesembilan dan kesepuluh
حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ عَلِيٍّ
الْحُلْوَانِيُّ حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي مَرْيَمَ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ
أَيُّوبَ حَدَّثَنِي إِسْمَعِيلُ بْنُ أُمَيَّةَ أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا غَطَفَانَ
بْنَ طَرِيفٍ الْمُرِّيَّ يَقُولُ سَمِعْتُ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عَبَّاسٍ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُمَا يَقُولُا حِينَ صَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ
إِنَّهُ يَوْمٌ تُعَظِّمُهُ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَإِذَا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ إِنْ شَاءَ
اللَّهُ صُمْنَا الْيَوْمَ التَّاسِعَ قَالَ فَلَمْ يَأْتِ الْعَامُ الْمُقْبِلُ
حَتَّى تُوُفِّيَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Telah menceritakan kepada kami Al-Hasan bin
‘Aliy Al-Hulwaaniy, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abi Maryam, telah
menceritakan kepada kami Yahyaa bin Ayyuub, telah menceritakan kepadaku
Isma’iil bin Umayyah, bahwasanya ia mendengar Abu Gathafaan bin Thariif Al-Murriy
mengatakan, aku mendengar ‘Abdullaah bin ‘Abbaas radhiyallahu ‘anhuma
mengatakan, “Ketika Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam berpuasa pada hari
‘Asyura’ dan beliau memerintahkan para sahabatnya untuk berpuasa, para sahabat
berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya hari itu adalah hari yang diagungkan
Yahudi dan Nashrani,” maka Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Jika begitu maka tahun depan insya Allah kita akan berpuasa pada hari
kesembilan. ”Ibnu ‘Abbaas berkata, “Tahun depan belumlah
datang hingga Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam wafat.”[Shahiih
Muslim no. 1136]
Hadits, “…kami lebih berhak kepada Muusaa
daripada kalian,”
حَدَّثَنِي ابْنُ أَبِي عُمَرَ حَدَّثَنَا
سُفْيَانُ عَنْ أَيُّوبَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ عَنْ
أَبِيهِ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدِمَ الْمَدِينَةَ فَوَجَدَ الْيَهُودَ
صِيَامًا يَوْمَ عَاشُورَاءَ فَقَالَ لَهُمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا هَذَا الْيَوْمُ الَّذِي تَصُومُونَهُ فَقَالُوا هَذَا
يَوْمٌ عَظِيمٌ أَنْجَى اللَّهُ فِيهِ مُوسَى وَقَوْمَهُ وَغَرَّقَ فِرْعَوْنَ
وَقَوْمَهُ فَصَامَهُ مُوسَى شُكْرًا فَنَحْنُ نَصُومُهُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَنَحْنُ أَحَقُّ وَأَوْلَى بِمُوسَى مِنْكُمْ
فَصَامَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَمَرَ
بِصِيَامِهِ
Telah menceritakan kepadaku Ibnu Abi ‘Umar,
telah menceritakan kepada kami Sufyaan, dari Ayyuub, dari ‘Abdullaah bin Sa’iid
bin Jubair, dari Ayahnya, dari Ibnu ‘Abbaas radhiyallahu ‘anhuma, bahwa
Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam mendatangi Madinah, maka beliau
mendapati Yahudi berpuasa pada hari ‘Asyura’, beliau bersabda kepada mereka,
“Hari apakah ini yang kalian berpuasa didalamnya?” Mereka menjawab, “Hari ini
adalah hari yang agung karena Allah telah menyelamatkan Muusaa dan kaumnya, dan
Allah menenggelamkan Fir’aun dan kaumnya, maka Muusaa berpuasa pada hari ini
sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah dan kami pun ikut berpuasa.”
Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Kami lebih berhak mengikuti
Muusaa dibanding kalian.” Maka berpuasalah Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi
wasallam dan beliau memerintahkan para sahabatnya untuk berpuasa. [Shahiih
Muslim no. 1132; Shahiih Al-Bukhaariy no. 3943 dan no. 4680 dengan sedikit
perbedaan lafazh]
Hadits Rasulullah mengutamakan hari ‘Asyura’
untuk berpuasa dibanding hari-hari lain
حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ مُوسَى عَنْ
ابْنِ عُيَيْنَةَ عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي يَزِيدَ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ مَا رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يَتَحَرَّى صِيَامَ يَوْمٍ فَضَّلَهُ عَلَى غَيْرِهِ إِلَّا هَذَا
الْيَوْمَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَهَذَا الشَّهْرَ يَعْنِي شَهْرَ رَمَضَانَ
Telah menceritakan kepada kami ‘Ubaidullaah bin
Muusaa, dari Ibnu ‘Uyainah, dari ‘Ubaidullaah bin Abu Yaziid, dari Ibnu ‘Abbaas
radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, “Aku tidak pernah melihat Nabi Shallallaahu
‘alaihi wasallam menyengaja berpuasa pada hari yang beliau utamakan diatas hari
yang lainnya kecuali hari ini yaitu hari ‘Asyura’, dan bulan ini yakni bulan
Ramadhan.”
[Shahiih Al-Bukhaariy no. 2006; Shahiih Muslim no. 1134]
[Shahiih Al-Bukhaariy no. 2006; Shahiih Muslim no. 1134]
Hadits kaum Yahudi menjadikan hari ‘Asyura’
sebagai hari ‘Ied
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ
وَابْنُ نُمَيْرٍ قَالَا حَدَّثَنَا أَبُو أُسَامَةَ عَنْ أَبِي عُمَيْسٍ عَنْ
قَيْسِ بْنِ مُسْلِمٍ عَنْ طَارِقِ بْنِ شِهَابٍ عَنْ أَبِي مُوسَى رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُ قَالَ كَانَ يَوْمُ عَاشُورَاءَ يَوْمًا تُعَظِّمُهُ الْيَهُودُ
وَتَتَّخِذُهُ عِيدًا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
صُومُوهُ أَنْتُمْ
Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abi
Syaibah dan Ibnu Numair, keduanya berkata, telah menceritakan kepada kami Abu
Usaamah, dari Abu ‘Umais, dari Qais bin Muslim, dari Thaariq bin Syihaab, dari
Abu Muusaa radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Hari ‘Asyura’ adalah hari yang
diagungkan oleh Yahudi dan mereka menjadikannya hari raya, maka Rasulullah
Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Puasalah kalian (pada hari itu).”
[Shahiih Muslim no. 1133; Shahiih Al-Bukhaariy no. 2005]
[Shahiih Muslim no. 1133; Shahiih Al-Bukhaariy no. 2005]
Hadits, “Seandainya tahun depan aku masih
hidup…,”
و حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ
وَأَبُو كُرَيْبٍ قَالَا حَدَّثَنَا وَكِيعٌ عَنْ ابْنِ أَبِي ذِئْبٍ عَنْ
الْقَاسِمِ بْنِ عَبَّاسٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَيْرٍ لَعَلَّهُ قَالَ عَنْ
عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَئِنْ بَقِيتُ إِلَى قَابِلٍ
لَأَصُومَنَّ التَّاسِعَ
Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abi
Syaibah dan Abu Kuraib, keduanya berkata, telah menceritakan kepada kami
Wakii’, dari Ibnu Abi Dzi’b, dari Al-Qaasim bin ‘Abbaas, dari ‘Abdullaah bin
‘Umair, -sepertinya dia berkata- dari ‘Abdullaah bin ‘Abbaas radhiyallahu
‘anhuma, ia berkata, Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Seandainya aku masih hidup hingga tahun depan, aku akan berpuasa pada hari
kesembilan.”
[Shahiih Muslim no. 1137; Sunan Ibnu Maajah no. 1736; Musnad Ahmad no. 1972]
[Shahiih Muslim no. 1137; Sunan Ibnu Maajah no. 1736; Musnad Ahmad no. 1972]
Hadits ini termasuk dalil terbesar yang menunjukkan disyariatkannya mukhalafah (berbeda) dengan ahli kitab, karena orang-orang Yahudi juga berpuasa pada tanggal 10 Muharram, Allah Ta’ala melalui lisan Rasul-Nya menurunkan syariat baru berupa berpuasa pada tanggal 9, dan syariat ini diturunkan semata-mata agar puasa kaum muslimin berbeda dengan puasa yahudi.
Adapun hadits yang memberikan pilihan untuk berpuasa sehari sebelumnya (tanggal 9) atau sehari setelahnya (tanggal 11) maka dia adalah hadits yang lemah. Sehingga puasa hanya dilakukan pada tanggal 9 dan 10.
Hadits ini juga menunjukkan bahwa syariat umat sebelum kita bisa menjadi syariat kita jika Nabi Saw menyetujuinya.
Wallahu a'lam.
(dari berbagai sumber)