Mahram ( محرم) menurut bahasa arab adalah semua orang yang haram untuk dinikahi selamanya karena sebab keturunan, persusuan dan pernikahan dalam syariat Islam. Muslim Asia Tenggara sering salah dalam menggunakan istilah mahram dengan kata muhrim, sebenarnya kata muhrim memiliki arti yang lain. Dalam bahasa arab, kata muhrim (muhrimun) dengan tanda mim di dhomahkan merupakan pindahan dari tasrif istilahi dalam ilmu nahwu dan shorof yang menunjukan fail atau orang yang melakukan pekerjaan, artinya orang yang berihram (pelaku pekerjaan ihram) dalam ibadah haji sebelum bertahallul.
Sedangkan kata mahram (mahramun) juga merupakan pindahan wazan yang menunjukan fail yang artinya orang-orang yang merupakan lawan jenis kita, namun haram (tidak boleh) kita nikahi sementara atau selamanya. Tetapi kita boleh bepergian dengannya, boleh berboncengan dengannya, boleh melihat wajahnya, boleh berjabat tangan, dan seterusnya.
Sebagaimana yang di firmankan Allah dalam Al-Qur'an:
Surat An-Nisa Ayat 22-23:
Yang haram dinikahi dan yang halal
وَلا تَنْكِحُوا مَا
نَكَحَ آبَاؤُكُمْ مِنَ النِّسَاءِ إِلا مَا قَدْ سَلَفَ إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً
وَمَقْتًا وَسَاءَ سَبِيلا (٢٢) حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهَاتُكُمْ
وَبَنَاتُكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ وَعَمَّاتُكُمْ وَخَالاتُكُمْ وَبَنَاتُ الأخِ
وَبَنَاتُ الأخْتِ وَأُمَّهَاتُكُمُ اللاتِي أَرْضَعْنَكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ مِنَ
الرَّضَاعَةِ وَأُمَّهَاتُ نِسَائِكُمْ وَرَبَائِبُكُمُ اللاتِي فِي حُجُورِكُمْ
مِنْ نِسَائِكُمُ اللاتِي دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَإِنْ لَمْ تَكُونُوا دَخَلْتُمْ
بِهِنَّ فَلا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ وَحَلائِلُ أَبْنَائِكُمُ الَّذِينَ مِنْ
أَصْلابِكُمْ وَأَنْ تَجْمَعُوا بَيْنَ الأخْتَيْنِ إِلا مَا قَدْ سَلَفَ إِنَّ
اللَّهَ كَانَ غَفُورًا رَحِيمًا (٢٣
Artinya:
22. Dan janganlah kamu menikahi perempuan-perempuan yang telah dinikahi oleh ayahmu, kecuali (kejadian) pada masa yang telah lampau.
Sesungguhnya perbuatan itu sangat keji dan dibenci dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh).
23. Diharamkan atas kamu (menikahi) ibu-ibumu,
anak-anakmu yang perempuan,
saudara-saudaramu yang perempuan,
saudara-saudara ayahmu yang perempuan,
saudara-saudara ibumu yang perempuan,
anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki, anak-anak perempuan
dari saudara-saudaramu yang perempuan,
ibu-ibumu yang menyusui kamu,
saudara-saudara perempuanmu sesusuan,
ibu-ibu istrimu (mertua), anak-anak perempuan dari istrimu (anak tiri) yang
dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri,
tetapi jika kamu belum bercampur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan),
maka tidak berdosa kamu menikahinya, (dan diharamkan bagimu) istri-istri anak
kandungmu (menantu),
dan diharamkan mengumpulkan (dalam pernikahan) dua perempuan yang bersaudara,
kecuali yang telah terjadi pada masa lampau.
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Ayat 22-23: Yang haram dinikahi dan yang halal
وَلا
تَنْكِحُوا مَا نَكَحَ آبَاؤُكُمْ مِنَ النِّسَاءِ إِلا مَا قَدْ سَلَفَ
إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَمَقْتًا وَسَاءَ سَبِيلا (٢٢) حُرِّمَتْ
عَلَيْكُمْ أُمَّهَاتُكُمْ وَبَنَاتُكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ وَعَمَّاتُكُمْ
وَخَالاتُكُمْ وَبَنَاتُ الأخِ وَبَنَاتُ الأخْتِ وَأُمَّهَاتُكُمُ اللاتِي
أَرْضَعْنَكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ مِنَ الرَّضَاعَةِ وَأُمَّهَاتُ
نِسَائِكُمْ وَرَبَائِبُكُمُ اللاتِي فِي حُجُورِكُمْ مِنْ نِسَائِكُمُ
اللاتِي دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَإِنْ لَمْ تَكُونُوا دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَلا
جُنَاحَ عَلَيْكُمْ وَحَلائِلُ أَبْنَائِكُمُ الَّذِينَ مِنْ أَصْلابِكُمْ
وَأَنْ تَجْمَعُوا بَيْنَ الأخْتَيْنِ إِلا مَا قَدْ سَلَفَ إِنَّ اللَّهَ
كَانَ غَفُورًا رَحِيمًا (٢٣
Terjemah Surat An Nisa Ayat 22-23
22.[1] Dan janganlah kamu menikahi perempuan-perempuan yang telah dinikahi oleh ayahmu[2], kecuali (kejadian) pada masa yang telah lampau[3]. Sesungguhnya perbuatan itu sangat keji dan dibenci[4] dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh)[5].
23.[6] Diharamkan atas kamu (menikahi) ibu-ibumu[7], anak-anakmu yang perempuan[8], saudara-saudaramu yang perempuan[9], saudara-saudara ayahmu yang perempuan[10], saudara-saudara ibumu yang perempuan[11], anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan[12], ibu-ibumu yang menyusui kamu[13], saudara-saudara perempuanmu sesusuan[14],
ibu-ibu istrimu (mertua), anak-anak perempuan dari istrimu (anak tiri)
yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri[15],
tetapi jika kamu belum campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu
ceraikan), maka tidak berdosa kamu menikahinya, (dan diharamkan bagimu)
istri-istri anak kandungmu (menantu)[16], dan diharamkan mengumpulkan (dalam pernikahan) dua perempuan yang bersaudara[17], kecuali yang telah terjadi pada masa lampau[18]. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
- Mahram muabbad ( محرم المؤبد ) adalah golongan mahram yang tidak boleh dinikahi selamanya; dan
- Mahram muaqqot ( محرم المؤقت ) adalah golongan mahram tidak boleh dinikahi pada kondisi tertentu saja dan jika kondisi ini hilang maka menjadi halal
Mahram muabbad
A. Mahrom sebab nasab- Ibu, nenek (baik dari ibu atau ayah) dan seterusnya keatas
- Anak dan cucu perempuan (baik dari anak laki-laki atau anak perempuan) dan seterusnya kebawah
- Saudara perempuan (baik sekandung. seayah maupun seibu)
- Bibi (saudara perempuan ayah atau ibu, bibinya ayah dan ibu saudara perempuan, kakek-nenek) dan seterusnya keatas
- Keponakan (anak saudara, baik laki-laki atau perempuan ), anak keponakan dan seterusnya kebawah.
Anak hasil zina adalah mahrom bagi ibunya saja, tetapi bukan mahrom bagi laki-laki yang telah berzina dengan ibu si anak. Hanya saja apabila dia mau bertanggung jawab dan mau menikah dengan wanita tersebut (yang ia zinai), maka status dia adalah sebagai ayah tiri bagi bagi anak tersebut (anak hasil zina tadi). Sehingga si ayah tidak bisa menjadi wali nikahnya dan tidak bisa saling mewarisi.
B. Mahrom sebab mushoharoh (pernikahan)
- Mertua (ibunya istri, neneknya istri dan seterusnya keatas), baik sebab nasab ataupun sebab persusuan
- Menantu (istrinya anak atau cucu) dan seterusnya kebaawah, baik sebab nasab ataupun sebab menyusui,
- Sebab menyusui dilaranng sebagaimana dijelaskan dalam hadits berikut:
يَحْرُمُ مِنَ الرَّضَاعِ مَا يَحْرُمُ مِنَ النَّسَبِ
"Sepersusuan menjadikan mahram sebagaimana nasab." (HR. Bukhari dan Muslim) - Anak perempuan tiri (anak perempuan yang dibawa oleh istri) dengan syarat suami sudah bersetubuh dengan istri tersebut. begitu pula cucu yang dibawa oleh istri, dan seterusnya kebawah
- Ibu tiri (istri ayah yang baru). begitu pula nenek tiri (istrinya kakek yang baru), dan seterusnya ke atas.
Hubungan antara mertua dan dan mertua (bes-an), hubungan antara anak yang dibawa suami dan anak yang dibawa istri, hubungan seseorang dengan menantu tiri (istrinya anak tiri) dan dan mertua tiri (ibu tirinya istri), "kesemuanya adalah bukan mahrom" dalam pandangan agama Islam. Sehingga dalam konteks pergaulan sosial antara mereka tetap seperti dengan masyarakat pada umumnya diluar mahrom. Yakni tetap memakai purdah, niqob, cadar dan menutup aurat secara sempurna menurut pandangan Imam Asy-Syafi'i, seminimalnya harus menjaga jarak antara mereka didalam berinteraksi.
Mahram muaqqot
C. Mahrom yang tidak boleh dikumpulkan bersama istri dalam satu pernikahan seorang suamiSeluruh mahromnya istri yang seandainya salah satu dari keduanya diperkirakan seorang laki-laki, maka keduanya haram untuk dinikahkan, seperti saudara ipar (saudara perempuan istri), juga bibi dan keponakan istri. Wanita-wanita tersebut tidak boleh dikumpulkan bersama istri dalam satu pernikahan seorang suami, maksudnya tidak boleh diperistri bersamaan dalam satu pernikahan sekaligus antara istri, saudara ipar, bibi, atau keponakan istri .
Adapun dipandang dari segi pergaulan dan sebab yang membantal wudhu maka mereka seperti orang lain (bukan mahrom). Maka oleh karna itu apabila ada salah seorang istri yang sudah meninggal atau diceraikan, maka kita boleh menikahi saudara perempuanya, bibinya atau keponakannya, dengan syarat sang istri harus diceraikan atau telah meninggal terlebih dahulu.
Kemudian wanita musyrik ketika telah menerima islam dan jelas keislamannya. Wanita yang telah ditalak tiga, maka ia tidak boleh dinikahi oleh suaminya yang dulu sampai ia menjadi istri dari laki-laki lain kemudian diceraikan atau ditinggal mati oleh laki-laki lain yang menjadi suami barunya tersebut, setelah melalui masa iddah maka suaminya yang lama boleh kembali menikahinya.
Adapun wanita muslimah tidak boleh menikah dengan laki-laki ahli kitab atau laki-laki kafir, hal ini merupakan kebalikan dari syarat istri bagi laki-laki muslim, yang mana boleh bagi laki-laki muslim untuk menikahi wanita ahli kitab dan tidak boleh menikahi wanita musyrik sampai ia (si wanita musyrik) masuk islam.
Adapun wanita pezina tidak boleh dinikahi sampai si wanita pezina bertaubat dan melakukan istibro’ (pembuktian kosongnya rahim). Terakhir adalah wanita yang sedang ihrom sampai ia tahallul dan wanita yang akan dijadikan istri kelima sedangkan masih memiliki istri yang keempat adalah tidak boleh dinikahi sampai kesemua perkara tersebut diatas hilang dari diri si wanita.
Wallahu a'lam
Rujukan :
- Tafsir Ibnu Katsir surat An Nisa : 22-23, Tafsir As Sa’di surat An Nisa 22-23, Asy Syarhul Mumti’, 5 /168-210
- Shahih Fiqh Sunnah, Syaikh Abu Malik hafizhohullah, 3/76-96, Al Maktabah At Taufiqiyah
- Shahih Bukhari, Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim Al-Bukhari
- Shahih Muslim, Abu Husain Muslim bin Hajjaj
- Sunan Tirmidzi, Abu Isa Muhammad bin Isa bin Saurah At-Tirmidzi
- Sunan Abu Dawud, Al-Imam Al-Hafidz Abu Dawud Sulaiman bin Al-Asy'ats Sijistany
- Hasysyah Bujairami, Al-Allamah Asy-Syeikh Sulaiman bin Muhammad bin Umar
- Al-Matjar Ar-Rabih, Al-Hafiz Syarifuddin Abdul Ma'min Giri Kholaf Ad Dimyati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar