Lanjutan dari artikel pertama, Imam Syafi'i, Cahaya Pembaharu Islam, Pelajaran Berharga Bagi Setiap Penimba Ilmu (bag1)
Dengan hormat dan tawadhu' beliau memasuki kota umat islam
di era pemerintahan khulafaur rasyidin, kota tempat disemayamkannya
baginda Nabi saw. Setelah sholat di masjid nabawi dan berziarah kemakan
baginda Nabi saw, Imam Syafi'i segera menghadap gubernur Madinah dan
menyerahkan surat gubernur Makkah kepadanya. setelah selesai membaca dan
surat tersebut, sang gubernur memandang kearah Imam Syafi'i dengan
wajah heran sembari berkata, :
"Nak, sungguh berjalan kaki dari
jantung kota Makkah sampai jantung kota Madinah tanpa alas lebuh ringan
dibanding berjalan menuju pintu rumah Imam Malikn bin Anas!"
Imam Syafi'i yang belum sepenuhnya memahami maksud ucapan sang gubernur Madinah tersebut berkata., :
"Semoga Allah melimpahkan kebajikan kepada anda, bagaimana kalau Imam Malik anda panggil untuk menghadap?"
Memdengar perkataan Imam Syafi'i yang belum sepenuhnya mengenal Imam Malik ini tersenyum kemudian berkata.:
"Jauh
usulmu nak, tidak mungkin beliau sidi datang kecuali kita berangkat
menghadap beliau dengan debu-debu lereng aqiq menerpa wajah kita."
Mendengar
perkataan sang gubernur, Imam Syafi'i mulai memahami dan menundukan
kepalanya tak tahu harus berkata apa agar sang gubernur mau mengantarkan
beliau untuk menemui sang Ulama idola. Sang gubernur lalu menawarkan
kepada Imam Syafi'i untuk beristirahat untuk kemudian diesok harinya
menghadap Imam Malik bersama-sama, sungguh perkataan yang sangat indah
melebihi nyanyian gadis-gadis bani Hudzail.
Keesokan
harinya, selepas menunaikan sholat ashar di masjid Nabawi, segera beliau
menghadap gubernur Madinah untuk berangkat menemui sang Imam Makkah.
Imam Malik bukanlah orang kaya pada waktu itu, namun kewibawaan dan
ketegyhannya menjalankan syari'at membuat para agniya dan umaro segan
kepada beliau.
Setibanya para rombongan gubernur
dirumah sang Imam, salah satu dari mereka mengetuk pintu rumah Imam
Malik, muncullah dari balik pintu seorang budak berkulit hitam, setelah
menanyakan keperluan mereka, budak tersebut meminta para rombongan untuk
menunggu. Setelah lama menunggu kembalilah budak hitam tersebut dan
menyampaikan perkataan Imam Malik agar mereka menuliskan masalah yang
mereka miliki disecarik kertas, namun apabila masalah tersebut
berhubungan dengan masalah ilmu hadits, Imam Malik meminta agar mereka
datang pada majlis beliau.
Gubernur Madinah kemudian
meminta sang budak untuk menyampaikan surat dari gubernur Makkah,
setelah masuk dan menyampaikan surat dari sang gubernur, ia kemudian
keluar dengan membawa kursi yang diletakan didepan pintu. Kemudian dari
balik pintu keluarlah sang Imam yang dinantikan, beliau kemudian duduk,
nampak jelas kemuliaan dan kewibawaan dari raut wajah beliau.
Setelah
mendengar maksud hati Imam Syafi'i jauh-jauh mendatanginya, dan setelah
mengetahui keadaan dan nasab Imam Syafi'i, Imam Malik kemudian menatap
beliau beberapa saat, seolah-olah mendapat firasat baik akan besarnya
masa depan anak yang berada dihadapannya, Imam Malik pun kemudian
berkata kepada Imam Syafi'i, :
"Hai Muhammad, bertakwalah
engkau kepada Allah, dan jauhilah oleh mu kemaksiatan, aku yakin suatu
haru nanti enkau akan dianugrahi anugrahyang besar dari Allah. besok
pagi datanglah kemari, nanti akan ada orang yang membacakan kitab hadits
kepadamu." kata Imam Malik menasehati Imam Syfi'i.
Tapi
Imam Syafi'i yang telah diberikan kesempatan untuk mendengar bacaan
kitab Imam Malik justru memohon kepada Imam Malik agar beliau yang
membacakan sendiri kitab Muatho'. Keesokan harinya Imam Syafi'i datang
ke majelis Imam Malik dan membacakan langsung kitab Muwatho' didepan
Imam Malik, kagun dengan bacaan Imam Syafi'i, Imam Malik kemudian
menyuruh beliau meneruskan bacaannya sampai beberapa hari. sejak saat
itu, Imam Syafi'i menetap dimadinah dan berguru kepada Imam Malik serta
beberapa ulama besar madinah lainnya sembari membantu membacakan kitab
Muwatho' kepada penduduk kota maupun jamaah haji.
Lezatnya
ilmu telah merasuk kedalam jiwa Imam Syafi'i begitu nikmatnya melebihi
semua nikmat yang ada didunia, hal ini dapat terlihat dari luapan hati
beliau yang disampaikannya dalam syi'ir berikut :
"Begadangku
untuk menelaah ilmu terasa lebih nikamat dari pada bertemu penyanyi dan
keharuman khamer mereka. Sungguh goresan penaku diatas kertas lebih
nikmat daripada bercinta bersama para pecinta. Tabuhan rebana para gadis
masih kalah nikmat dibanding kenikmatanku memukul bukuku untuk
membersihkan debu, masalah dalam belajar jauh lebih nikmat daripada para
pemabuk khamer."
Karna kegairahannya kepada
ilmu, Imam Syafi'i kemudian memutuskan untuk meneruskan perantauannya
dalam menimba ilmu kebeberapa negara lainnya. Tercatat beberapa negara
pernah menjadi tujuan beliau berkhidmat kepada ilmu, diantaranya Iraq,
Yaman, dan Mesir. Terdapat cerita yang begitu mengharukan pada perjalan
beliau ke Iraq, cerita yang menjelaskan eratnya hubungan antara guru dan
murid, dimana Imam Syafi'i yang hendak berangkat menuju kufah dibiayai
oleh Imam Malik yang sudah dimaklumi kekurangannya dalam hal ekonomi,
sehingga Imam Syafi'i merasa heran dengan apa yang dilakukan sang guru.
Ternyata pada malam harinya seseorang yakni Abdurahman bin Qasim datang
menemui Imam Malik dan memohon agar beliau bersedia menerima hadiah
darinya yang ternyata sejumlah uang. Sungguh rizki yang tidak terkira
dari Allah.
Imam Malik pun menghantarkan sang murid hingga ke baqi', sang guru menatap wajah murid nya dan berkata,:
"Tujuan
menuntut ilmu agama adalah kehidupan akhirat, tidakkah engkau memahami,
bahwasanya para malaikat meletakkan sayap mereka pada pencari ilmu
karena merestui perbuatan merek? raihlah ilmu agama, engkau akan
direstui Allah."
Sesampainya di
Kufah, Imam Syafi'i menuju kediaman Imam Muhammad bin Hasan dan Abu
Yusuf, dan menetap di kediaman Imam Muhammad bin Hasan. disana beliau
banyak mendiskusikan seputar permasalahan fiqih madzhab Abu Hanifah dan
pemikiran guru beliau, Imam Syafi'i disana juga banyak berguru kepada
Ulama-ulama Kufah serta menyadur kitab-kitab Imam Abu Hanifah yang
banyak dari Imam Muhammad bin Hasan. Setelah merasa cukup, Imam Syafi'i
kemudian memutuskan untuk kembali ke Madinah, dalam perjalanan ke
Madinah beliau banyak singgah di beberapa daerah daerah Iraq dan
kemudian menuju Palestina, tanah kelahirannya dan tinggal dikota Ramlah.
Dua tahun waktu yang ditempuh menjadikan keilmuan dan pengalaman
mengenai kondisi masyarakat beliau maju begitu pesat.
Imam
Syafi'i juga tercatat pernah bekerja untuk gubernur Yaman di Yaman,
disamping bekerja beliau juga belajar ilmu perbintangan disana.
Ketekunan beliau dalam bekerja dan belajar, serta akhlaq beliau yang
begitu indah membuat banyak orang mengaguminya, sehingga dalam waktu
yang singgkat pengaruh Imam Syafi'i menyebar begitu luas. Kecermelangan
karir beliau membuat sebagian orang dengki degan beliaudan berusaha
memfitnah beliau dihadapan kahlifah putra Abu Mansur yakni Harun
Ar-Rasyid. Beliau difitnah dengan tuduhan memimpin pemberontakan
kelompok Bani Alawy (keturunan Ali) di Yaman. Sehingga beliau di tangkap
dan dibawa untuk menghadap khalifah di Baghdad, dihadapan sang khalifah
Imam Syafi'i menyampaikan salam.
"Sekarang apa pembelaanmu, setelah jelas-jelas Abdullah bin Hasan terbukti sebagai pemberontak?"tanya sang khalifah. Sebelum menjawab, Imam Syafi'i memnita sang raja untuk melepas belenggunya, sang raja pun memerintahkan paengawalnya untuk melepas belenggu Imam Syafi'i. Kemudian Imam Syafi'i berlutut dihadapan khalifah Harun dan berkata, :
"wahai orang-orang yang beriman, bila datang pada kalian laki-laki fasiq dengan membawa berita, maka selidikilah terlebih dahulu. Semoga hamba tidak termasuk orang fasik tersebut, sesungguhnya hamba memiliki dua kewajiban bagi baginda, yaitu menjaga kehormatan islam dan tanggung jawab kekeluargaan, cukup kedua hal ini menjadi bukti bahwa hamba bukanlah pembangkang apalagi pemberontak kepemimpinn baginda. Sebenarnya baginda lebih berhak berpegang teguh pada hukum Allahmengingat baginda adalah pembela dan penjaga agama Allah serta merupakan putra paman nabi."
Mendengar pembelaan Imam Syafi'i, wajah khalifah Harun berseri-seri dan berkata,:
"Sungguh ketakutanmu sekarang telah sirna karena aku akan menjaga hak kekeluargaan kita dan keilmuanmu, sekarang duduklah."
"Wahai Syafi'i, seberapa dalam pengetahuanmu tentang kitab Allah?" tanya sang khalifah
"Kitab yang mana yang baginda maksudkan, karena kitab Allah yang bdiwahyukan begitu banyak."
"Kitab yang diwahyukan kepada putra pamanku, Muhammad Saw."
Imam Syafi'i kemudian menjelaskan ilmu yang bersangkutan dengan Al-Quraan satu persatu dengan rinci sehingga membuat kagum hati khalifah Harun Ar-Rasyid, sang khalifah kemudian merubah pertanyaannya seputar ilmu falak, kedokteran, filsafat dan lain-lain namun dijawab dengan detail dan jelas olah sang Imam hingga hati sang raja merasa senang berbincang dengannya. Kemudian sang khalifah meminta nasihat kepada Imam Syafi'i, dan beliau pun menasehati khalifah dengan nasihat yang menyentuh hati sang khalifah sehingga ia menangis tersedu-sedu.
Setelah mendengar nasihat Imam Syafi'i, khalifah membebaskan beliau dan memberinya hadiah lima puluh ribu dinar,. Kemudian beliau memohon pamit kepada sang khalifah dan membagi-bagikan hadiah kepada para prajurit yang menjaga istana.
Di Mesir Imam Syafi'i menjalankan rutinitas beliau dalam lautan ilmu, terhitung mulai tahun 199 H beliau rutin mengajar mulai subuh sampai dzuhur di masjid Amr bin Ash. Para ahli Quraan mengaji bersama beliau selepas sholat subuh, setelah itu dilanjutkan dengan ahli hadits, selanjutnya adalah diskusi, kemudian ahli bahasa arab dan syair arab sampai adzan dsuhur dikumandangkan. Setelahnya beliau pulang untuk istirahat sampai waktu sore, waktu malam beliau gunakan untuk mengajar dirumah beliau.
Demikianlah rutinitas beliau hingga beliau menghembuskan nafas terakhirnya pada malam jum'at akhir bulan rajab 204 H selepas sholat isya disisi santri beliau Rabi' bin Sulaiman. neliau di mandikan oleh Gubernur Mesir, para pelayat berebut ingin membawa jenazah beliau sebagai penghormatan terakhir kepada pembawa pencerahan ilmu agama islam. beliau dikuburkan di "Turbah ahli hikam" yang sekatang dikenal dengan "Turbatus Syafi'i".
Selamat jalan cahaya keilmuan isam, selamat bersua dengan Rab dan Kekasihmu Muhammad Saw, selamat menuai balasan yang tiada henti atas kebajikanmu...
Sumber:
Diwanu Al-Imamisy Syafi'i
Mawaidhu Al-Imamisy Syafi'i
Tidak ada komentar:
Posting Komentar